HUKUM KELUAR CAIRAN DARI KEMALUAN DEPAN
﴿ فَرْعٌ ﴾ خَرَجَ مِنْ فَرْجِهِ بَلَلٍ يَجُوْزُ أَنْ يَكُوْنَ مَنِيًا وَيَجُوْزُ أَنْ يَكُوْنَ مَذِيًا
﴾ Cabang ﴿ Keluar dari kemaluannya basahan, maka boleh untuk mengira mani dan boleh untuk mengira madzi
وَاشْتَبَهُ عَلَيْهِ الْحَالِ فَمَا الَّذِي يَجِبُ عَلَيْهِ فِيْهِ خِلاَفٌ مُنْتَشِرٌ
Dan meragukan kondisi itu atasnya maka apa yang wajib di lakukan atasnya, maka di dalamnya ada khilaf yang telah tersebar luas
عَلَّقْتُهُ فِي بَعْضِ الْكُتُبِ أَكْثَرُ مِنْ ثَلَاثَةِ عَشْرَةِ مَقَالَةً الرَّاجِحُ فِي الرَّافِعِيُّ وَالرَّوْضَةِ أَنَّهُ يَتَخَيَّرُ
Saya telah mengumentarinya dalam sebagian Kitab sebanyak dari tiga belas pendapat yang Rajih dalam Kitab Imam Ar-Rafi'i dan Kitab 《 AR-RAUDHAH 》 Bahwasannya dia dapat memilih
فَإِنْ شَاءَ جَعَلَهُ مَنِيًا وَاغْتَسَلُ وَإِنْ شَاءَ جَعَلَهُ مَذِياً وَغَسْلَ مَا أَصَابَهُ مِنْ بَدَنِهِ وَثَوْبِهِ وَتَوَضَّأَ لِأَنَّهُ إِذَا جَعَلَهُ مَذِيًا وَتَوَضَّأَ فَقَدْ أَتَى بِمَا يَقْتَضِيَ الْوُضُوْءُ فَارْتَفَعَ حَدَثَهُ الْأَصْغَرِ
Maka jika ingin menjadikannya mani dan dia mandi dan jika ingin menjadikannya madzi dan dia mencuci pada apa yang mengenai dari badannya dan pakaiannya dan dia berwudhu' karena bahwasannya jika menjadikannya madzi dan dia berwudhu' maka sungguh telah melaksanakan dengan apa yang di perlukan berwudhu' maka terangkatlah hadats kecilnya dia
وَبَقِيَ الْحَدَثُ الْأَكْبَرُ مَشْكُوْكًا فِيْهِ وَالْأَصْلُ عَدَمُهُ وَكَذَا يُقَالُ إِذَا اغْتَسَلَ
Dan yang tetap adalah hadats besar yang ada keragu-raguan di dalamnya dan hukum asalnya adalah ketiadaannya hadats besar dan demikian di katakan seperti itu jika dia mandi
وَقِيْلَ يَجِبُ عَلَيْهِ الْأَخْذَ بِالْإِحْتِيَاطِ لِأَنَّ تَحَقُّقُنَا شَغَلَ ذَمَّتَهُ بِأَحَدِ الْحَدَثَيْنِ وَلَا يَخْرُجُ عَنْ ذَلِكَ إِلَّا بِيَقِيْنِ بِأَنْ يَحْتَاطَ كَمَا لَوْ لَزِمَ ذَمَّتَهُ صَلَاةُ مِنْ صَلَاتَيْنِ وَلَمْ يَعْرِفْ عَيْنَهَا يَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يُصَلِّيْهُمَا وَهَذَا قَوِيُّ رَجَّحَهُ النَّوَوِيُّ رَحِمَهُ اللّٰهُ فِي شَرْحِ اَلتَّنْبِيْهُ وَفِي رُؤُوْسِ الْمَسَائِلُ لَهُ٬ وَاللّٰهُ أَعْلَمْ
Dan di katakan wajib atasnya mengambil dengan kehati-hatian karena sesungguhnya kami menerima tanggungan yang di yakini dengan mengambil dua hadats dan tidak akan keluar dari hal itu kecuali dengan meyakini untuk kehati-hatian sebagaiman seandainya harus dikenakan kewajiban satu Shalat dari dua Shalat dan tidak mengetahui dari melihatannya Shalat yang mana, maka wajib atasnya untuk Shalat keduanya dan ini pendapat yang kuat dan di rajihkan oleh Imam Nawawi dalam kitab 《 SYARAH AT-TANBIH 》 dan dalam kitab 《 RU-US MASA-IL 》 pada karyanya, Allah lebih mengetahui
قَالَ :
Al-Mushonnif berkata :
KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 41
Wallahu A'lam Bish-Showab