Sabtu, 29 Juli 2017

Mencuci Dua Telapak Tangan Sebelum Berwudhu' Bagian 33





MACAM-MACAM SUNNAHNYA WUDHU'



2. MENCUCI DUA TELAPAK TANGAN SEBELUM BERWUDHU' 



﴿ وَغَسْلُ الْكَفَّيْنِ قَبْلَ إِدْخَلِهِمَا الْإِنَاءَ ﴾ مِنْ سُنَنِ الْوُضُوْءِ غَسْلِ الْكَفَّيْنِ قَبْلَ غَسْلِ الْوَجْهِ 

 ﴾ Dan membasuh dua telapak tangan sebelum memasukkan keduanya pada bejana air ﴿ dari sunah wudhu' adalah membasuh dua telapak tangan sebelum membasuh wajah 

وَلَهُمَا أَحْوَالِ : 

Dan untuk membasuh keduanya memiliki beberapa keadaan : 

أَحَدَهُمَا : أَنْ يَتَيَقَّنَ نَجَاسَتَهُمَا فَهَذَا يُكْرَهُ لَهُ غَمْسُ كَفَّيْهِ فِي الْإِنَاءِ قَبْلَ غَسْلِهِمَا ثَلاَثًا كَرَاهَةَ تَحْرِيْمِ لِأَنَّهُ يُفْسِدُ الْمَاءُ 

Pertama : jika meyakini ada najis pada keduanya, maka ini di makruhkannya untuknya mencelupkan dua telapak tangannya dalam bejana air sebelum membasuh keduanya tiga kali dengan makruh tahrim karena sesungguhnya akan merusak air 

اَلْحَالَةِ الثَّانِيَةِ : أَنْ يَشُكَّ فِي نَجَاسَتِهِمَا كَمَنْ نَامَ وَلَا يَدْرِيْ أَيْنَ بَاتَتْ يَدَهُ فَهَذَا يُكْرَهُ لَهُ أَيْضًا غَمْسُ كَفَّيْهِ فِي الْإِنَاءِ قَبْلَ غَسْلِهِمَا ثَلَاثًا 

Keadaan yang kedua : jika ragu dalam adanya najis pada keduanya, seperti orang tidur dan tidak mengetahui kemana memastikan tangannya bergerak, maka ini di makruhkannya untuknya juga mencelupkan telapak tangannya dalam bejana air sebelum membasuh keduanya tiga kali 

لقَوْلِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ : 《 إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلْيَغْسِلْ يَدَيْهِ قَبْلَ أَنْ يُدْخِلَهُمَا فِي الْإِنَاءِ ثَلَاثًا فَإِنَّهُ لَا يَدْرِيْ أَيْنَ بَاتَتْ يَدَهُ 》 

Karena sabda Nabi saw : 《 Jika bangun salah satu diantara kalian dari tidurnya, maka untuk membasuh tangannya sebelum memasukkan keduanya dalam bejana air tiga kali, maka sesungguhnya ia tidak mengetahui kemana memastikan tangannya bergerak saat tidur 》 

وَفِي رِوَايَةِ : 《 فَلَا يَغْمِسْ يَدَيْهِ فِي الْإِنَاءِ قَبْلَ أَنْ يَغْسِلَهُمَا ثَلاَثًا 》 

Dan dalam riwayat lain : 《 maka jangan mencelupkan tangannya dalam bejana air sebelum membasuh keduanya tiga kali 》 

وَهَذَا مَذْهَبُ الشَّافِعِيُّ وَمَالِكَ وَذَهَبَ بَعْضُ الْعلمَاءِ إِلَى وُجُوْبٍ غَسْلِهِمَا قَبْلَ إِدْخَالَهُمَا فِي الْإِنَاءِ عِنْدَ الْإِسْتَيْقَاظِ مِنَ النَّوْمِ لِظَاهِرِ النَّهْيِ وَلَمْ يُفَرَّقْ بَيْنَ نَوْمِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ 

Dan ini Madzhab Asy-Syafi'i dan Maliki dan Madzhab sebagian ulama' sampai mewajibkan membasuh keduanya sebelum memasukkan keduanya dalam bejana air ketika bangun dari tidur karena melihat pada dzahir pelarangan tersebut dan ia tidak membedakan antara tidur malam dan tidur siang 

وَذَهَبَ الْإِمَامُ أَحْمَدْ إِلَى وُجُوْبِ ذَلِك مِنْ نَوْمِ اللَّيْلِ دُوْنَ نَوْمِ النَّهَارِ 

Dan Madzhab Imam Ahmad sampai mewajibkan hal itu dari tidur malam bukan tidur siang 

لِقَوْلِهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ : 《 أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ 》 

Karena Sabdanya Nabi saw : 《 kemana memastikan tangannya bergerak saat tidur 》 

وَالْمَبِيْتُ يَكُوْنُ بِاللَّيْلِ دُوْنَ النَّهَارِ 

Dan ia istirahat pada malam hari tanpa siang 

وَالشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللّٰهُ حَمَلَ النَّهْيِ عَلَى غَيْرِ الْوُجُوْبِ لِقَرِيْنَةِ 

Dan Imam Asy-Syafi'i Rahimahullah mengarahkan melarang atas selain yang wajib karena berdampingan dengan keadaan 

اَلْحَالَةِ الثَّالِثَةِ : أَنْ يَتَيَقَّنَ طَهَارَتَهُمَا فَهَذَا لاَ يُكْرَهُ لَهُ غَمْسِ كَفَّيْهِ فِي الْإِنَاءِ قَبْلَ غَسْلِهِمَا وَلَكِنْ يَسْتَحَبُّ 

Keadaan yang ketiga : jika meyakini suci keduanya, maka ini tidak di makruhkan untuknya mencelup telapak tangannya dalam bejana air sebelum membasuh keduanya dan akan tetapi di sunnahkan 

وَهَذِهِ الْحَالَةُ هِيَ الَّتِيْ ذَكَرَهَا الشَّيْخُ وَمَأْخَذُهَا أَنَّهُ الْوَارِدِ فِي صِفَةِ وُضُوْءِ النَّبِي صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ مِنْ غَيْرِ تَعَرُّضِ لِسَبْقِ نَوْمِ وَاِنْتَفَتِ الْكَرَاهَةِ لِفَقَدِ الْعِلَّةِ الْوَارِدَةِ فِي الْخَبَرِ إِذِ الْحُكْمُ يَدُوْرُ مَعَ الْعِلَّةِ وُجُوْدًا وَعَدَمًا٬ وَاللّٰهُ أعْلَمْ 

Dan keadaan ini adalah yang di sebutnya oleh Syekh dan alasannya bahwasannya yang di sebutkan dalam sifat wudhu' Nabi saw dari selain menyinggung untuk mengutamakan tidur dan menyepakati kemakruhan untuk menghilangkan penyebutan illat dalam Khabar, jika hukum itu berlaku bersama keberadaan illat dan ketiadaan illat, dan Allah lebih mengetahui 

قَالَ : 

Al-Mushonnif berkata : 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 42 

Wallahu A'lam Bish-Showab 

Kamis, 27 Juli 2017

Macam-Macam Sunnahnya Wudhu' Bagian 32






MACAM-MACAM SUNAHNYA WUDHU' 



1. MEMBACA BASMALAH SEBELUM BERWUDHU' 



سُنَنُ الْوُضُوْءُ 

SUNNAH WUDHU' 


فَصْلٌ 

FASHAL 



﴿ وَسُنَنُهُ عَشْرُ خِصَالٍ : اَلتَّسْمِيَةُ ﴾ لِلْوُضُوْءِ سُنَنُ مِنْهَا التَّسْمِيَةُ فِي ابْتِدَائِهِ 

﴾ Dan sunnahnya wudhu' ada sepuluh tingkatan : membaca Basmalah ﴿ untuk wudhu' memiliki beberapa sunnah darinya adalah membaca Basmalah dalam permulaan wudhu'nya 

رُوِيَ أَنَّهُ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ وَضَعَ يَدَهُ فِي إِنَاء وَقَالَ لِأَصْحَابِهِ : 《 تَوَضَئُوْا بِاسْمِ اللّٰهِ 》 
Telah diriwayatkan sesungguhnya Nabi saw meletakkan tangannya dalam sebuah bejana dan Nabi saw bersabda kepada para Shahabatnya : 《 Berwudhu'lah kalian dengan menyebut Nama Allah 》 

وَفی الْحَدِيثْ : 《 كُلُّ أَمْرٍ ذِي بَالٍ لَا يُبْدَأُ فِيْهِ بِبِسْمِ اللّٰهِ فَهُوَ أَجْذَمُ 》 

Dan dalam Hadits lain  : 《 Setiap perkara yang memiliki kepentingan tidak memulai di dalamnya dengan Basmalah, maka perkara tersebut terputus 》 

أَيْ : أَقْطَعَ وَهِيَ سُنَّةٌ مُتَأَكِّدَةٌ 

Maksudnya : terputus dan membaca Basmalah adalah Sunnah Muakkat 

وَقَدْ قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بِوُجُوْبِهَا فَلَوْ نَسِيَهَا فِي ابْتِدَاءِ الْوُضُوْءِ أَتَى بِهَا مَتَى ذَكَرَهَا فِي الْوُضُوْءِ كَمَا فِي تَسْمِيَةِ الطَّعَامِ 

Dan sungguh Imam Ahmad berkata : dengan mewajibkannya, maka seandainya melupakannya dalam memulai wudhu' maka datang dengannya kapan ingatnya dalam wudhu' sebagaimana dalam membaca Basmalah untuk makan 

وَلَوْ تَرَكَهَا عَمْدًا فَهَلْ يُشْرَعُ تَدَارُكُهَا فِيْهِ خِلاَفٌ وَالرَّاجِحُ نَعَمْ 

Dan seandainya meninggalkannya secara sengaja, maka apakah di syari'atkan meninggalkannya, di dalamnya ada khilaf dan yang rajih adalah benar 

وَفِي الْحَدِيْثِ : 《 مَنْ تَوَضَّأَ وَذَكَرَ اسْمَ اللّٰهِ كَانَ طَهُوْرًا لِجَمِيْعِ بَدَنِهِ وَإِنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللّٰهِ تَعَالَى كَانَ طَهُوْرًا لِأَعْضَاءِ وُضُوْئِهِ 》 

Dan dalam Hadits : 《 Barangsiapa yang berwudhu' dan menyebut nama Allah, maka dia telah menyuci pada seluruh tubuhnya dan jika tidak menyebut nama Allah Ta'ala, maka dia menyuci pada organ tubuh dengan wudhu'nya 》 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 41 

Wallahu A'lam Bish-Showab 

Rabu, 26 Juli 2017

Hukum Keluar Cairan Dari Kemaluan Depan Bagian 31






HUKUM KELUAR CAIRAN DARI KEMALUAN DEPAN 



﴿ فَرْعٌ ﴾ خَرَجَ مِنْ فَرْجِهِ بَلَلٍ يَجُوْزُ أَنْ يَكُوْنَ مَنِيًا وَيَجُوْزُ أَنْ يَكُوْنَ مَذِيًا 

﴾ Cabang ﴿ Keluar dari kemaluannya basahan, maka boleh untuk mengira mani dan boleh untuk mengira madzi 

وَاشْتَبَهُ عَلَيْهِ الْحَالِ فَمَا الَّذِي يَجِبُ عَلَيْهِ فِيْهِ خِلاَفٌ مُنْتَشِرٌ 

Dan meragukan kondisi itu atasnya maka apa yang wajib di lakukan atasnya, maka di dalamnya ada khilaf yang telah tersebar luas 

عَلَّقْتُهُ فِي بَعْضِ الْكُتُبِ أَكْثَرُ مِنْ ثَلَاثَةِ عَشْرَةِ مَقَالَةً الرَّاجِحُ فِي الرَّافِعِيُّ وَالرَّوْضَةِ أَنَّهُ يَتَخَيَّرُ 

Saya telah mengumentarinya dalam sebagian Kitab sebanyak dari tiga belas pendapat yang Rajih dalam Kitab Imam Ar-Rafi'i dan Kitab 《 AR-RAUDHAH 》 Bahwasannya dia dapat memilih 

فَإِنْ شَاءَ جَعَلَهُ مَنِيًا وَاغْتَسَلُ وَإِنْ شَاءَ جَعَلَهُ مَذِياً وَغَسْلَ مَا أَصَابَهُ مِنْ بَدَنِهِ وَثَوْبِهِ وَتَوَضَّأَ لِأَنَّهُ إِذَا جَعَلَهُ مَذِيًا وَتَوَضَّأَ فَقَدْ أَتَى بِمَا يَقْتَضِيَ الْوُضُوْءُ فَارْتَفَعَ حَدَثَهُ الْأَصْغَرِ 

Maka jika ingin menjadikannya mani dan dia mandi dan jika ingin menjadikannya madzi dan dia mencuci pada apa yang mengenai dari badannya dan pakaiannya dan dia berwudhu' karena bahwasannya jika menjadikannya madzi dan dia berwudhu' maka sungguh telah melaksanakan dengan apa yang di perlukan berwudhu' maka terangkatlah hadats kecilnya dia 

وَبَقِيَ الْحَدَثُ الْأَكْبَرُ مَشْكُوْكًا فِيْهِ وَالْأَصْلُ عَدَمُهُ وَكَذَا يُقَالُ إِذَا اغْتَسَلَ 

Dan yang tetap adalah hadats besar yang ada keragu-raguan di dalamnya dan hukum asalnya adalah ketiadaannya hadats besar dan demikian di katakan seperti itu jika dia mandi 

وَقِيْلَ يَجِبُ عَلَيْهِ الْأَخْذَ بِالْإِحْتِيَاطِ لِأَنَّ تَحَقُّقُنَا شَغَلَ ذَمَّتَهُ بِأَحَدِ الْحَدَثَيْنِ وَلَا يَخْرُجُ عَنْ ذَلِكَ إِلَّا بِيَقِيْنِ بِأَنْ يَحْتَاطَ كَمَا لَوْ لَزِمَ ذَمَّتَهُ صَلَاةُ مِنْ صَلَاتَيْنِ وَلَمْ يَعْرِفْ عَيْنَهَا يَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يُصَلِّيْهُمَا وَهَذَا قَوِيُّ رَجَّحَهُ النَّوَوِيُّ رَحِمَهُ اللّٰهُ فِي شَرْحِ اَلتَّنْبِيْهُ وَفِي رُؤُوْسِ الْمَسَائِلُ لَهُ٬ وَاللّٰهُ أَعْلَمْ  

Dan di katakan wajib atasnya mengambil dengan kehati-hatian karena sesungguhnya kami menerima tanggungan yang di yakini dengan mengambil dua hadats dan tidak akan keluar dari hal itu kecuali dengan meyakini untuk kehati-hatian sebagaiman seandainya harus dikenakan kewajiban satu Shalat dari dua Shalat dan tidak mengetahui dari melihatannya Shalat yang mana, maka wajib atasnya untuk Shalat keduanya dan ini pendapat yang kuat dan di rajihkan oleh Imam Nawawi dalam kitab 《 SYARAH AT-TANBIH 》 dan dalam kitab 《 RU-US MASA-IL 》 pada karyanya, Allah lebih mengetahui 

قَالَ : 

Al-Mushonnif berkata : 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 41 

Wallahu A'lam Bish-Showab 

Senin, 24 Juli 2017

Hukum Tartib Ketika Berwudhu' Bagian 30






HUKUM TARTIB KETIKA BERWUDHU' 



قَالَ : ﴿ وَالتَّرْتِيْبُ عَلَى مَا ذَكَرْنَاهُ ﴾ اَلْفَرْضُ السَّادِسُ : اَلتَّرْتِيْبُ وَفَرْضِيَّتُهُ مُسْتَفَادَةُ مِنَ الْآيَةِ 

Al-Mushonnif berkata : ﴾ Dan tartib atas apa yang telah kami jelaskannya ﴿ Fardhu yang ke enam : berurutan dan fardhunya wudhu' dapat mengambil manfaat dari ayat 

إِذَا قُلْنَا الْوَاوُ لِلتَّرْتِيْبُ وَإِلَّا فَمِنْ فِعْلِهِ وَقَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلاَمُ 

Jika kami mengatakan huruf Wawu untuk Tartib dan tapi Wawu tidak menunjukkan urutan, maka mengambil dari perbuatannya Nabi saw dan sabdanya Nabi saw 

إِذَا لَمْ يُنْقَلُ عَنْهُ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ أَنَّهُ تَوَضَّأَ إِلَّا مُرَتَّبًا وَلِأَنَّهُ 

Jika tidak dapat mengutip dari Nabi saw bahwasannya berwudhu' kecuali berurutan karena sesungguhnya 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 40 

عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلَامُ٬ قَالَ بَعْدَ : أَنْ تَوَضَّأَ مُرَتَّبًا 

Nabi saw bersabda setelah itu bahwa berwudhu' secara berurutan 

《 هَذَا وُضُوْءُ لَا يَقْبَلُ اللّٰهُ الصَّلاَةُ إِلَّا بِهِ 》 

《 inilah wudhu' yang Allah tidak menerima Shalat kecuali dengannya 》 

أَيْ : بِمِثلِهِ وَلِأَنَّ الْوُضُوْءَ عِبَادَةِ تَرْجِعُ فِي حَالَةِ الْغُدْرِ إِلَى نِصْفِهَا 

Maksudnya : dengan seperti ini dan karena bahwa berwudhu' adalah ibadah dapat di kembalikan dalam ke adaan berudzur pada setengahnya berwudhu' 

فَوَجَبَ فِيْهَا التَّرْتِيْبُ كَالصَّلاَةِ فَلَوْ نَسِيَ التَّرْتِيْبَ لَمْ يُجْزِهُ كَمَا لَوْ نَسِيَ الْفَاتِحَةَ فِي الصَّلاَةِ أَوِ النَّجَاسَةَ عَلَى بَدَنِهِ 

Maka wajib dalam ibadah tersebut mengerjakannya secara berurutan seperti Shalat, maka seandainya seseorang lupa urutan, tidak mencukupi wudhu'nya, sebagaimana seandainya lupa Al-Fatihah dalam Shalat atau ada Najis atas tubuhnya 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 41 

Wallahu A'lam Bish-Showab 

Minggu, 23 Juli 2017

Hukum Dua Hadats Yang Berkumpul Bagian 29






HUKUM DUA HADATS YANG BERKUMPUL 



﴿ فَرْعٌ ﴾ إِذَا اجْتَمَعَ عَلَى الشَّخْصِ حَدَثَ أَصْغَرِ وَهُوَ الْوُضُوْءِ وَحَدَثُ أَكْبَرُ وَهُوَ الْغَسْلُ فَفِيْهِ خِلاَفٌ مُنْتَشِرُ الصَّحِيْحُ الْمُفْتَى بِهِ يَكْفِيْهِ غَسْلُ جَمِيْعِ بَدَنِهِ بِنِيَّةِ الْغَسْلُ 

﴾ Cabang ﴿ jika berkumpul atas seseorang hadats kecil dan dia berwudhu' dan hadats besar dan dia mandi, maka di dalamnya ada khilaf yang tersebar luas, pendapat yang Shahih dan difatwakan dengannya akan mencukupinya mandi seluruh badannya dengan niat mandi 

وَلَا يَجِبُ عَلَيْهِ الْجَمْعُ بَيْنَ الْوُضُوْءِ وَالْغَسْلُ وَلَا تَرْتِيْبُ فِي ذَلِكَ، وَاللّٰهُ أَعْلَمْ 

Dan tidak wajib atasnya mengumpulkan antara wudhu' dan mandi dan tidak ada tertib dalam hal itu, dan Allah lebih mengetahui 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 40 

Wallahu A'lam Bish-Showab

Sabtu, 22 Juli 2017

Cara Membasuh Kedua Kaki Sampai Dua Mata Kaki Bagian 28






CARA MEMBASUH KEDUA KAKI SAMPAI DUA MATA KAKI KETIKA BERWUDHU' 



قَالَ : ﴿ وَغَسْلُ الرِّجْلَيْنِ مَعَ الْكَعْبَيْنِ ﴾  

Al-Mushonnif berkata : ﴾ Dan membasuh kedua kaki bersama dua mata kaki ﴿ 

لِقَوْلِهِ تَعَالَى : 《 وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ 》 

Karena Firman-Nya Allah Ta'ala : 《 Dan basuhlah kaki kalian sampai dua mata kaki 》 

فَعَلَى قِرَاءَةِ النَّصْبِ يَكُوْنُ الْغَسْلُ مُتَعَيِّنًا وَالتَّقْدِيْرِ وَاغْسِلُوْا أَرْجُلِكُمْ وَعَلَى قِرَاءَةِ الْجَرِّ فَالسُّنَّةُ بَيَّنَتِ الْغَسْلُ وَلَوْ كَانَ الْمَسْحُ جَائِزًا لَبَيَّنَهُ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَوْ مَرَّةِ كَمَا فَعَلَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَيرِ ذَلِكَ 

Maka pada lafadz 《 ARJULAKUM 》 di baca Nashab, akan harus menjadi membasuh dan di perkirakan basuhlah kaki kalian dan jika lafadz 《 ARJULIKUM 》 atas membaca Jar, maka sunnah tetap menjelaskan suatu basuhan dan jika seandainya ada yang membasuh itu boleh dalam wudhu' pasti untuk di jelasankan oleh Nabi saw walaupun sekali, sebagaimana yang di lakukan Nabi saw dalam selain hal itu 

قَالَ النَّوَوِيُّ فِي شَرْحِ مُسْلِمْ وَاتِّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى أَنَّ الْمُرَادَ بِالْكَعْبَيْنِ الْعَظْمَانِ النَّاتِئَانِ بَيْنَ السَّاقِ وَالْقَدَمِ وَفِي كُلِّ رِجْلٍ كَعْبَانِ 

Imam Nawawi berkata dalam kitab 《 SYARAH MUSLIM 》 para ulama' sepakat atas mata kaki, bahwa maksud dengan dua mata kaki adalah dua tulang yang menonjol di antara betis dan telapak kaki dan dalam setiap kaki memiliki dua mata kaki 

وَشَذَّتِ الرَّافِضَةِ قَبَّحَهُمُ اللّٰهُ تَعَالَى فَقَالَتْ فِي كُلِّ رِجْلٍ كَعْبٌ وَهُوَ الْعَظْمُ الَّذِي فِي ظَهْرِ الْقَدَمِ 

Dan sekelompok Rofidhah mengeluarkan pendapat yang sangat janggal, maka ia berkata : dalam setiap kaki memiliki mata kaki dan dia adalah tulang yang ada di punggung telapak kaki 

وَحُكِيَ هَذَا عَنْ مُحَمَّد بِنْ اَلْحَسَنْ وَلَا يَصِحُّ وَحُجَّةُ الْعُلَمَاءِ فِيْ ذَلِكَ نَقْلُ أَهْلِ اللُّغَةِ وَالْإِشْتِقَاقُ وَهَذَا 

Dan kisah ini dari Muhammad Bin Al-Hasan dan pendapat tersebut tidak benar darinya dan alasan para ulama' dalam hal itu menukil dari ahli bahasa dan ahli kosa kata dan ini 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 39 

اَلْحَدِيْثُ الصَّحِيْحُ الَّذِيْ نَحْنُ فِيْهِ يَدُلُّ لِذَلِكَ فَفِيْهِ 

Hadits Shahih yang kami jadikan dalil untuk hal itu, maka dalam hadits tersebut adalah di dalamnya di sebutkan 

《 فَغَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَرِجْلَهُ الْيُسْرَى كَذَلِكَ 》 

《 maka basuhlah kakinya yang kanan sampai dua mata kaki dan kakinya yang kiri seperti itu 》 

فَأَثْبَتَ فِيْ كُلِّ رِجْلٍ كَعْبَيْنِ، وَاللّٰهُ أَعْلَمْ 

maka menetapkan dalam semua kaki sampai dua mata kaki, dan Allah lebih mengetahui 

قُلْتُ وَحَدِيْثُ النُّعْمَانِ بِنْ بَشِيْرَ رَضِيَ اللّٰهُ تَعَالَى عَنْهُ صَرِيْحَ فِي ذَلِكَ 

Saya berkata dan hadits An-Nu'man Bin Basyir ra, telah jelas dalam hal itu 

قَالَ : قَالَ لَنَا رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : 《 أَقِيْمُوْا صُفُوْفَكُمْ فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ مِنَّا يُلْصِقُ مِنْكِبَهُ بِمِنْكَبِ صَاحِبِهِ وَكَعْبَهُ بِكَعْبِهِ 》 

ia berkata : Rasulullah bersabda kepada kami : 《 tegakkanlah Shaf kalian, maka saya melihat laki-laki dari kami akan melekatkan bahunya dengan bahu temannya dan kakinya dengan kaki temannya 》 

وَمَعْلُوْمٌ أَنَّ هَذَا فِي كَعْبِ الْمَفْصِلِ وَلَا يَتَأَتَّى فِي الَّذِيْ عَلَى ظَهْرِ الْقَدَمِ، وَاللّٰهُ تَعَالَى أَعْلَمْ 

Dan telah di ketahui bahwa ini dalam mata kaki yang bersambung dengan dua tulang dan tidak dapat mengakibatkan dalam kaki yang atas punggung mata kaki, dan Allah Ta'ala lebih mengatahui 

وَاعْلَمْ أَنَّ الْغَسْلَ وَاجِبٌ إِِذَا لَمْ يَمْسَحَ عَلَى الْخُفِّ وَقِرَاءَةِ الْجَرِّ مَحْمُوْلَةٍ عَلَى مَسْحِ الْخُفِّ 

Dan ketahuilah bahwa membasuh kaki adalah wajib apabila tidak mengusap atas sepatu dan membaca Jar di bebankan atas membasuh sepatu 

وَيَجِبُ غَسْلُ جَمِيْعِ الرِّجْلَيْنِ بِالْمَاءِ وَيُنَقِّي الْبَشَرَةِ وَالشَّعْرُ حَتَّى يَجِبُ غَسْلُ مَا ظَهَرَ بِالشَّقِّ 

Dan wajib membasuh seluruh kaki dengan air dan meliputi kulit dan rambut sehingga wajib membasuh apa yang nampak dengan sebagian yang teriris   

وَلَوْ وَضَعَ فِي الشَّقِّ شَمْعَةً أَوْ حِنَّاءً وَلَهُ جِرْمِ لَا يَجْزِيْءُ وُضُوْؤُهُ وَلَا تَصِحُّ صَلاَتُهُ وَكَذَا يَجِبُ عَلَيْهِ إِزَالَةِ خُرْءِ الْبَرَاغِيْثِ حَيْثُ اسْتَيْقَظَ مِنْ نَوْمِهِ فَلْيَحْتَرِزَ عَن مِثْلِ ذَلِكَ فَلَوْ تَوَضَّأَ وَنَسِيَ إِزَالَتَهُ ثُمَّ عَلِمَ وَجَبَ عَلَيْهِ غَسْلُ ذَلِكَ الْمَكَانِ وَمَا بَعْدَهُ وَإِعَادَةِ الصَّلاَةِ، وَاللّٰهُ أَعْلَمْ 

Dan seandainya seseorang menaruh dalam sebagian yang teriris dengan lilin atau pacar dan padanya badan yang terluka tidak mencukupi wudhu'nya dan tidak Shah Shalatnya dan demikian wajib atasnya menghilangkan tahi kuku ketika bangun dari tidurnya, maka untuk berhati-hati dari menyerupai hal itu, maka seandainya berwudhu' dan lupa menghilangkannya, kemudian mengetahui, maka wajib atasnya membasuh pada tempatnya itu dan apa yang setelahnya dan memperbarui Shalatnya, dan Allah lebih mengetahui 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 40 

Wallahu A'lam Bish-Showab 

Jumat, 21 Juli 2017

Cara Mengusap Sebagian Kepala Ketika Berwudhu' Bagian 27





CARA MENGUSAP SEBAGIAN KEPALA KETIKA BERWUDHU' 



قَالَ : ﴿ وَمَسْحُ بَعْضَ الرَّأْسِ ﴾ اَلْفَرْضُ الرَّابِعُ : مَسْحُ بَعْضَ الرَّأْسِ 

Al-Mushonnif berkata : ﴾ Dan mengusap sebagian kepala ﴿ Fardhu wudhu' yang ke empat : mengusap sebagian kepala 

لِقَوْلِهِ تَعَالَى 《 وَامْسَحُوْا بِرُؤُوْسِكُمْ 》 وَلَيْسَ 

Karena Firman-Nya Allah Ta'ala : 《 Dan usaplah dengan kepala kalian 》 dan bukan 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 38 

الْمُرَادُ هُنَا مَسْحَ جَمِيْعِ الرَّأْسِ 

yang di maksud di sini adalah mengusap seluruh kepala 

لِحَدِيْثِ الْمُغِيْرَةِ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ : 《 أَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ٬ تَوَضَّأَ وَمَسْحَ بِنَاصِيَتِهِ وَعَلَى عِمَامَتِهِ وَعَلَى الْخُفَّيْنِ 》 

Karena ada Hadits dari Al-Mughirah ra : 《 Bahwasannya Nabi saw berwudhu' dan mengusap dengan ubun-ubunnya dan bagian atas surbannya dan bagian atas dua sepatu 》 

وَلِأَنَّ مَنْ أَمَرَّ يَدَهُ عَلَى هَامَّةُ الْيَتِيْمِ صَحَّ أَنْ يُقَالَ : مَسْحُ بِرَأْسِهِ 

Dan karena sesungguhnya barangsiapa membiarkan mengusap tangannya di atas kepala anak yatim, maka di benarkan, jika ia berkata : mengusap pada kepalanya 

وَحِيْنَئِذٍ فَالْوَاجِبُ مَا يَنْطَلِقُ عَلَيْهِ اِسْمُ الْمَسْحُ 

Dan pada waktu itu, maka mewajibkan apa yang telah di sebut mengusap 

وَلَوْ بَعْضَ شَعْرَةٍ أَوْ قَدْرَهُ مِنَ الْبَشَرَةِ 

Dan seandainya sebagian rambut atau ukurannya dari kulit 

وَشَرْطُ الشَّعْرِ الْمَمْسُوْحُ أَنْ لَا يَخْرُجَ عَنْ حَدِّ الرَّأْسِ لَوْ مُدَّهُ بِأَنَّى بِأَنْ كَانَ مُتَجَعِّدًا وَلاَ يَضُرُّ مُجَاوَزَةِ مُنْبَتِ الْمَمْسُوْحِ عَلَى الصَّحِيْحِ 

Dan Syarat rambut yang di usap bahwa tidak keluar dari batas kepala, seandainya panjang dengan dimana pada adanya mengeriting dan tidak berbahaya melewati tempat tumbuhnya rambut yang di basuh, atas pendapat yang Shahih 

وَلَوْ غَسْلَ رَأْسَهُ بَدَلَ الْمَسْحِ أَوْ أَلْقَى عَلَيْهِ قَطْرَةً وَلَمْ تَسِلْ أَوْ وَضَعَ يَدَهُ الَّتِيْ عَلَيْهَا الْمَاءُ عَلَى رَأْسِ وَلَمْ يُمِرَّهَا أَجْزَأَهُ عَلَى الصَّحِيْحِ 

Dan seandainya seseorang mengusap kepalanya sebagai ganti mengusap atau menjatuhkan atasnya meniteskan air pada rambut dan air tetesan tidak kemana-mana atau menaruh tangannya atasnya di basahi air, maka menaruh di atas kepala dan tidak menyapukannya, maka mencukupi, atas pendapat yang Shahih 

قَالَ فِيْ زِيَادَةِ الرَّوْضَةِ وَلَا تَتَعَيَّنُ الْيَدُ لِلْمَسْحِ بَلْ يَجُوْزُ بِخَشَبَةٍ أَوْ خِرْقَةٍ وَغَيْرِهِمَا وَيُجْزِيْ مَسْحُ غَيْرَهُ لَهُ وَالْمَرْأَةُ كَالرَّجُلِ فِی الْمَسْحِ، وَاللّٰهُ أعْلَمْ 

Imam Nawawi berkata dalam kitab tambahan 《 AR-RAUDHAH 》 dan tidak harus dengan tangan untuk membasuh tapi boleh dengan potongan kayu atau sobekan kain dan selain keduanya dan membalas usapan orang lain padanya dan wanita seperti laki-laki dalam mengusap, Allah lebih mengetahui 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 39 

Wallahu A'lam Bish-Showab

Rabu, 19 Juli 2017

Cara Membasuh Dua Tangan Sampai Pada Dua Siku Bagian 26





CARA MEMBASUH DUA TANGAN SAMPAI PADA DUA SIKU 



قَالَ : ﴿ وَغَسْلُ الْيَدَيْنِ مَعَ الْمِرْفَقَيْنِ ﴾ اَلْفَرْضُ الثَّالِثُ : غَسْلُ الْيَدَيْنِ مَعَ الْمِرْفَقَيْنِ 

Al-Mushonnif berkata : ﴾ Dan membasuh kedua tangan bersama dua siku ﴿ Fardhu wudhu' yang ketiga : membasuh kedua tangan bersama dua siku 

لِقَوْلِهِ تَعَالَى : 《 وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ 》 

Karena Firman-Nya Allah Ta'ala : 《 Dan tangan kalian sampai pada siku 》 

وَلَفْظَةُ إِلَى تَرِدُ بِمَعْنَى مَعَ 

Dan lafadz 《 ILA 》 mengandung arti bersama 

كَمَا فِي قَوْلِهِ تَعَالَى : 《 مَنْ أَنْصَارِيْ إِلَى اللّٰهِ 》 أَيْ : مَعَ اللّٰهِ  

Sebagaimana Firman-Nya Allah Ta'ala : 《 Siapa yang menjadi penolong-penolongku untuk menegakkan agama Allah 》 maksudnya : bersama Allah 

وَيَدُلُّ لِذَلِكَ مَا رَوَى جَابِرْ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ قَالَ : 《 رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ٬ يُدِيْرُ الْمَاءَ عَلَى الْمَرَافِقِ 》 

Dan menunjukkan untuk hal itu apa yang di riwayatkan Jabir ra, ia berkata : 《 saya melihat Rasulullah saw memutarkan air di atas siku 》 

وَرَوَى : 《 أَنَّهُ أَدَارَ الْمَاءَ عَلَى مِرْفَقَيْهِ 》 

Dan riwayat lain : 《 bahwasannya Nabi saw melakukan wudhu' maka meratakan air ke atas sikunya 》 

وَقَالَ : 《 هَذَا وُضُوْءٌ لَا يَقْبَلُ اللّٰهُ الصَّلَاةَ إِلَّا بِهِ 》 

Dan Nabi saw bersabda : 《 ini adalah wudhu' dan Allah tidak menerima Shalat kecuali dengan wudhu' 》 

وَيَجِبُ إِيْصَالُ الْمَاءِ إِلَى جَمِيْعِ الشَّعْرِ وَالْبَشَرَةِ حَتَّى لَوْ كَانَ تَحْتَ أَظْفَارِهِ وَسِخُ يَمْنَعُ وُصُوْلُ الْمَاءُ إِلَى الْبَشَرَةِ لَمْ يَصِحَّ وُضُوْؤُهُ وَصَلاَتَهُ بَاطِلَهُ، وَاللّٰهُ أَعْلَمْ 

Dan wajib mengalirkan air pada semua rambut dan kulit sehingga seandainya ada di bawah kukunya terdapat kotoran yang dapat mencegah sampainya air pada kulit, maka tidak Sah wudhu'nya dan Shalatnya bathil, dan Allah lebih mengetahui 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 38 

Wallahu A'lam Bish-Showab 

Selasa, 18 Juli 2017

Cara Membasuh Wajah Ketika Berwudhu' Bagian 25





CARA MEMBASUH WAJAH KETIKA BERWUDHU' 



قَالَ : ﴿ وَغَسْلِ الْوَجْهِ ﴾ الْفَرْضُ الثَّانِيْ : غَسْلُ الْوَجْهِ وَهُوَ أَوَّلُ الْأَرْكَانِ الظَّاهِرَةُ 

Al-Mushonnif berkata : ﴾ Dan membasuh wajah ﴿ Fardhu Wudhu' yang kedua : membasuh wajah adalah Rukun pertama yang tampak 

قَالَ تَعَالَى : 《 فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ 》 وَيَجِبُ اِسْتِيْعَابُهُ بِالْغَسْلِ وَحْدَهُ منْ مُبْتَدَأُ تَسْتَطِيْعِ الْجَبْهَةُ إِلَى مُنْتَهَى الذَّقْنِ طُوْلاً وَمِنَ الْأُذُنِ إِلَى الْأُذُنِ عَرْضَا وَمَوْضِعُ التَّحْذِيْفِ لَيْسَ مِنَ الْوَجْهِ وَالصُّدْغَانِ لَيْسَ مِنَ الْوَجْهِ عَلَى الْأَصَحِّ فِي شَرْحِ الرَّوْضَةِ وَرَجَّحَ فِي الْمُحَرَّرِ أَنَّهُمَا مِنَ الْوَجْهِ 

Firman Allah Ta'ala : 《 Maka basuhlah wajah kalian 》 dan wajib meliputinya dengan satu basuhan dari permulaan kening pada batas akhir sampai dagu yang panjang dan dari telinga sampai telinga secara bergantian dan tempat tumbuhnya rambut halus bukan dari wajah dan tepi telinga bukan dari bagian wajah, atas pendapat yang Shahih dalam kitab 《 SYARAH RAUDHAH 》 dan di rajihkan dalam kitab 《 AL-MUHARRAR 》 bahwa keduanya termasuk dari wajah 

ثُمَّ الشَّعْرُ النَّابِتُ فِی الْوَجْهِ قِسْمَانِ : 

Kemudian rambut yang tumbuh di wajah ada dua bagian : 

أَحَدُهُمَا : لَمْ يَخْرُجَ عَنْ حَدُّ الْوَجْهِ 

Salah satunya : tidak keluar dari tepi wajah 

اَلثَّانِيْ : خَارِجَ عَنْهُ وَالَّذِيْ لَمْ يَخْرُجْ عَن حَدُّ الْوَجْهِ قَدْ يَكُوْنُ نَادِرَ الْكَثَافَةِ وَقَدْ يَكُوْنُ غَيْرَ نَادِرِ الْكَثَافَةِ فَالنَّادِرُ الْكَثَافَةِ كَالْحَاجِبَيْنِ وَالْأَهْدَابِ وَالشَّارِبَيْنِ وَالْعِذَارَيْنِ وَهُمَا الْمُحَاذَيَانِ لِلْأُذُنَيْنِ بَيْنَ الصُّدْغِ وَالْعَارِضُ 

Kedua : keluar darinya dan yang tidak keluar dari tepi wajah adalah sungguh menjadi jarang yang lebat dan sungguh menjadi tidak jarang yang lebat, maka yang jarang lebat seperti alis dan bulu mata dan kumis dan dua jambang dan keduanya yang bersebelahan pada dua telinga diantara pelipis dan tepi telinga 

فَيَجِبُ غَسْلُ ظَاهِرِ هَذِهِ الشُّعُوْرِ وَبَاطِنُهَا مَعَ الْبَشَرَةِ تَحْتَهَا وَإِنْ كَثُفَ لِأَنَّهَا مِنَ الْوَجْهِ 

Maka wajib membasuh luar rambut ini dan bagian dalamnya bersama kulit luar yang di bawahnya dan jika tebal, karena sesungguhnya tidak keluar dari wajah 

وَأَمَّا شَعْرُ الْعَارِضَيْنَ فَإِنْ كَانَ خَفِيْفًا وَجَبَ غَسَلِ ظَاهِرِهِ وَبَاطِنِهِ مَعَ الْبَشَرَةِ 

Dan adapun rambut pada duanpipi, maka jika ada yang tipis, maka wajib membasuh bagian luarnya dan bagian dalam bersama kulitnya 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 37 

وَإِن كَانَ كَثِيْفًا وَجَبَ غَسَلُ ظَاهِرِهِ عَلَى الْأَظْهَرِ 

Dan jika ada yang lebat, maka wajib membasuh bagian luarnya, atas pendapat yang jelas 

وَلَوْ خَفَّ بَعْضُهُ وَكَثَفَ بَعْضُهُ فَالرَّاجِحُ أَنَّ لِلْخَفِيْفِ حُكْمَ الْخَفِيْفِ الْمَحْضِ وَلِلْكَثِيْفِ حُكْمَ الْكَثِيْفِ الْمَحْضِ 

Dan seandainya tipis sebagiannya dan tebal sebagiannya, maka yang rajih bahwa untuk bulu pipi yang tipis adalah memiliki hukum tipis yang murni dan untuk yang tebal adalah memiliki hukum tebal yang murni 

وَفِي ضَابِطِ الْخَفِيْفِ وَالْكَثِيْفِ خِلاَفُ الصَّحِيْحُ 

Dan dalam ukuran yang tipis dan yang tebal adalah ada perbedaan pendapat yang Shahih 

أَنَّ الْخَفِيْفَ مَا تَرَى الْبَشَرَةُ تَحْتَهُ فِی مَجْلِسِ التَّخَاطُبِ 

Bahwa yang tipis adalah apa yang tampak di kulit bawahnya dalam pertemuan orang yang saling berbicara 

وَالْكَثِيْفُ مَا يَمْنَعُ الرُّؤْيَةُ 

Dan yang tebal adalah apa yang dapat merintangi pandangan kulit tersebut 

الْقِسْمُ الثَّانِيْ : اَلشُّعُوْرُ الْخَارِجَةُ عَنْ حَدِّ الْوَجْهِ وَهُوَ شَعْرُ اللِّحْيَةِ وَالْعَارِضِ 

Bagian kedua : rambut yang keluar dari tepi wajah adalah rambut jenggot dan tepi telinga 

وَالْعِذَارَ وَالسِّبَالِ طُوْلاً وَعَرْضًا فَالرَّاجِحُ وُجُوْبُ غَسْلِ ظَاهِرِهَا فَقَطْ لِأَنَّهُ يَحْصُلُ بِهِ الْمَوَاجَهَةَ 

Dan rambut rang tumbuh di pipi dan ujung kumis secara panjang dan lebar, maka pendapat yang rajih adalah wajib membasuh luarnya saja karena sesungguhnya akan menghasilkan dengannya yang berhadapan 

وَقِيْلَ : لاَ يَجِبُ لِأَنَّ خَارِجَةٌ عَنْ حَدِّ الْوَجْهِ 

Dan di katakan : tidak wajib karena bahwa rambut yang keluar dari tepi wajah 

قَالَ فِي زِيَادَةِ الرَّوْضَةِ يَجِبُ غَسْلُ جُزْءٍ مِنْ رَأْسِهِ وَرَقَبَتِهِ وَمَا تَحْتَ ذَقْنِهِ مَعَ الْوَجْهِ لِيَتَحَقَّقَ اِسْتِيْعَابُهُ 

Imam Nawawi berkata dalam tambahan kitab 《 AR-RAUDAH 》 wajib membasuh bagian dari kepalanya dan lehernya dan apa yang di bawah dagunya bersama wajah untuk mencapai kepastian penyerapan seluruhnya 

وَلَوْ قُطِعَ أَنْفُهُ أَوْ شَفَتُهُ لَزِمَهُ غَسْلُ مَا ظَهْرَ بِالْقَطْعِ فِي الْوُضُوْءِ وَالْغَسْلِ عَلَى الصَّحِيْحِ لِأَنَّهُ يَبْقَى وَجْهًا 

Dan seandainya terpotong hidungnya atau bibirnya, maka harus membasuh apa yang tampak dengan potongan tersebut dalam berwudhu' dan mandi, atas pendapat yang Shahih, karena sesungguhnya ia tetap sebagai wajah 

وَيَجِبُ غَسْلُ مَا ظَهْرَ مِنْ حَمْرَةِ الشَّفَتَيْنِ 

Dan wajib membasuh apa yang nampak dari yang merah pada dua bibir 

وَيَسْتَحِبُّ أَنْ يَأْخُذَ الْمَاءَ بِيَدَيْهِ جَمِيْعًا 

Dan di sunnahkan untuk mengambil air dengan tangannya secara kesemuanya  

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 38 

Wallahu A'lam Bish-Showab 

Senin, 17 Juli 2017

Syarat Sahnya Niat Wudhu' Bagian 24






SYARAT SAHNYA NIAT WUDHU' 



﴿ فَرْعٌ ﴾ شَرْطُ النِّيَّةِ الْجَزْمُ فَلَوْ شَكَّ فِي أَنَّهُ مُحْدِثٌ فَتَوَضَّأَ مُحْتَاطًا ثُمَّ تَيَقَّنَ أَنَّهُ مُحْدِثٌ لَمْ 

﴾ Cabang ﴿ Syarat Niat adalah menetapkan, maka seandainya ragu-ragu dalam berniat, bahwasannya hadats, maka berwudhu' berhati-hati, kemudian meyakini bahwasannya berhadats, maka tidak 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 36 

يُعْتَدَّ بِوُضُوْئِهِ عَلَى الْأَصَحِّ لِأَنَّهُ تَوَضَّأَ مُتَرَدِّدًا وَلَوْ تَيَقَّنَ أَنَّهُ مُحْدِثَ وَشَكَّ فِي أَنَّهُ تَطَهَّرَ ثُمَّ بَانَ مُحْدِثًا أَجْزَأَهُ قَطْعًا لِأَنَّ الْأَصْلَ بَقَاءُ الْحَدَثِ فَلَا يَضُرُّ تَرَدَّدُهُ مَعَهُ فَقَوِيَ جَانِبَ النِّيَّةِ بِأَصْلِ الْحَدَثَ بِخِلَافِ الصُّوْرَةِ الْأُوْلَى٬ وَاللّٰهُ أَعْلَمْ 

menyalahi dengan wudhu'nya, atas pendapat yang ashoh, karena sesungguhnya berwudhu' dengan ragu-ragu dan seandainya meyakini bahwasannya berhadats dan ragu-ragu dalam hadats bahwasannya telah bersuci, kemudian tampak berhadats, maka wudhu'nya yang demikian telah mencukupi secara pasti karena sesungguhnya wudhu' tersebut kembali dengan asal tertinggalnya hadats, maka tidak akan merugikan pada keraguan bersamanya, maka kuatlah bagian niat dengan asal hadats, beda dengan gambaran yang pertama, Allah lebih mengetahui 

﴿ فَرْعٌ ﴾ لَوْ كَانَ يَتَوَضَّأُ فَنَسِيَ لَمْعَةِ فِِي الْمَرَّةِ الْأُوْلَى فَإِنْغَسَلَتْ فِي الْغَسْلَةُ الثَّانِيَةُ أَوِ الثَّالِثَةُ أَجْزَأَهُ عَلَى الصَّحِيْحِ 

﴾ Cabang ﴿ seandainya telah melakukan wudhu' maka terlupakan sebagian kulit dalam sekali basuhan yang pertama, maka ia membasuh dalam basuhan yang kedua atau yang ketiga, yang demikian sudah mencukupi, atas pendapat yang Shahih 

بِخِلَافِ مَا إِذَا اِنْغَسَلَتْ اَللَّمْعَةِ فِي تَجْدِيْدِ الْوُضُوْءِ فَإِنَّهُ لَا يُجْزَئَهُ عَلَى الصَّحِيْحِ 

Berbeda dengan apa, jika ia membasuh sebagian kulit dalam memperbarui wudhu' maka sesungguhnya yang demikian tidak mencukupinya, atas pendapat yang Shahih 

وَالْفِرْقَ أَنَّ نِيَّةَ التَّجْدِيْدَ لَمْ تَشْتَمِلَ عَلَى نِيَّة فَرْضِ بِخِلَافِ الْغَسْلَةِ الثَّانِيَةِ وَالثَّالِثَةِ 

Dan perbedaannya adalah bahwa niat pempebaruan, tidak mencakup atas niat fardhu, maka beda dengan membasuh yang kedua dan yang ketiga 

فَإِنَّ نِيَّةَ فَرْضِ الْوُضُوْءِ شَمَلَتْ اَلثَّلَاثَ فَمَا لَمْ يُتْمِمْ اَلْأُوْلَى لَا تُحَصِّلُ الثَّانِيَةَ وَالثَّالِثَةَ وَالْخَطَأَ فِي الْاِعْتِقَادُ لَا يُضِرُّ إِلاَّ تَرَى أَنَّ الْمُصَلِّي لَوْ تَرَكَ سَجَدَةَ مِنَ الْأُوْلَى نَاسِيًا وَسَجَدَ فِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ تُمِتْ اَلْأُوْلَى وَإِنَّ اِعْتَقَدَ خِلاَفَ ذَلِكَ٬ وَاللّٰهُ أَعْلَمُ 

Maka bahwa niat fardhu wudhu' adalah ia telah mencakup yang ke tiga, maka apa tidak dapat melengkapi yang pertama dan tidak menghasilkan kesalahan yang kedua dan yang ketiga dalam mempercayai yang tidak ada kesalahan kecuali melihat bahwa orang yang Shalat seandainya meninggalkan dari sujud pertama yang terlupakan dan bersujud dalam raka'at kedua telah melengkapkan yang pertama dan bahwa hal itu telah di pikirkan adanya perbedaan 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 37

Wallahu A'lam Bish-Showab 

Sabtu, 15 Juli 2017

Cara Mengucapkan Niat Ketika Berwudhu' Bagian 23







CARA MENGUCAPKAN NIAT KETIKA INGIN BERWUDHU' 



وَأَمَّا الْفُرُوْضُ فَسِتَّةُ كَمَا ذَكَرَهُ الشَّيْخُ٬ أَحَدُهَا : النِّيَّةُ 

Dan adapun kewajiban berwudhu' maka ada enam, sebagaimana di sebutkan oleh Syekh, Salah satunya : Niat 

لِقَوْلِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامْ : 《 إِنَّمَا الْأَعْمَال بِالنِّيَّاتِ 》 

Karena sabda Nabi saw : 《 Sesungguhnya semua perbuatan itu, tergantung dengan niat 》 

وَهِيَ فَرْضٌ فِي طَهَارَاتِ الْأَحْدَاثِ وَلَا تَجِبُ فِي إِزَالَةِ 

Niat adalah suatu kewajiban dalam mensucikan hadats dan tidak wajib niat dalam menghilangkan 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 35 

اَلنَّجَاسَاتِ عَلَى الصَّحِيْحِ وَالْفَرْقُ أَنَّ الْمَقْصُوْدِ مِنَ النَّجَاسَاتَ إِزَالَتُهَا وَهِيَ تَحْصَلُ بِالْغَسْلِ بِخِلَافِ 

Najis-najis, atas pendapat yang shahih dan perbedaan bahwa yang di maksud dari najis-najis dari yang menghilangkannya dan cara menghilangkan najis adalah dapat terjadi dengan membasuh, dengan ada khilaf 

الْأَحْدَاثِ فَإِنَّ طَهَارَتَهَا عِبَادَةُ فَتَفْتَقِرُ إِلَى نِيَّةِ كَسَائِرِ الْعِبَادَاتِ كَذَا قَالَهُ الرَّافِعِيُّ 

Al-Hadats, maka bahwa mensucikannya adalah ibadah, maka memerlukan kepada niat, seperti selain melakukan ibadah, sebagaimana perkataannya Ar-Rafi'i 

وَشَرْطُ صِحَّتُهَا الْإِسْلَامِ فَلَا يَصِحُّ وُضُوْءُ الْكَافِرُ وَلَا غَسْلُهُ عَلَى الصَّحِيْحُ لِأَنَّ النِّيَّةِ عِبَادَةِ 

Dan Syarat sah nya Wudhu' adalag islam, maka tidak sah wudu'nya orang kafir dan tidak sah mandi hadats-nya, atas pendapat yang shahih karena sesungguhnya niat adalah ibadah 

وَالْكَافِرُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِهَا وَلَا تَصِحُّ طَهَارَةُ الْمُرْتَدُ قَطْعًا تَغْلِيْظًا عَلَيْهِ 

Dan orang kafir bukan dari ahli ibadah dan tidak sah bersucinya orang murtad secara pasti sebagai penekanan atasnya 

وَوَقْتُ النِّيَّةِ الْوَاجِبَةِ عِنْدَ غَسْلِ أَوَّلِ جُزْءٍ مِنَ الْوَجْهِ لِأَنَّ أَوَّلِ الْعِبَادَاتِ الْوَاجِبَةِ وَلَا يُثَابُ عَلَى السُّنَنِ الْمَاضِيَةِ وَكَيْفِيَّتُهَا إِِنْ كَانَ الْمُتَوَضِيْءُ سَلِيْمًا لَا عِلَّةَ بِهِ أَنَّ يَنْوِيَ أَحَدَ ثَلَاثَةِ أُمُوْرِ 

Dan waktu niat yang wajib adalah ketika membasuh bagian pertama dari wajah karena sesungguhnya pertama ibadah yang wajib dalam wudhu' dan tidak memberikan pahala atas sunnah yang dahulu dan tatacaranya niat jika ada orang yang berwudhu' selamat, tidak ada penyakit dengannya bahwa meniatkan salah satu yang ketiga perkara ini 

أَحَدُهَا : رَفْعُ الْحَدَثِ أَوِ الطَّهَارَةُ عَنِ الْحَدَثِ 

Pertama : menghilangkan hadats atau bersuci dari hadats 

الثَّانِي : أَنْ يَنْوِيَ اِسْتِبَاحَةَ الصَّلَاةِ أَوْ غَيْرُهَا مِمَّا لَا يُبَاحُ إِلَّا بِالطَّهَارَةِ 

Kedua : untuk meniatkan yang membolehkan melakukan Shalat atau selainnya dari yang tidak di bolehkan kecuali dengan bersuci 

الثَّالِثُ : أَنْ يَنْوِيَ فَرْضَ الْوُضُوْءِ أَوْ أَدَاءِ الْوُضُوْءِ وَإِنْ كَانَ النَّاوِي صَبِيًا 

Ketiga : untuk meniatkan fardu-nya wudhu' atau melaksanakan wudhu' dan jika ada yang di niatkan anak kecil 

قَالَ النَّوَوِيُّ فِيْ شَرْحِ الْمُهَذَّبِ وَلَوْ نَوَى الطَّهَارَةَ لِلصَّلَاةِ أَوِ الطَّهَارَةَ لِغَيْرِهَا مِمَّا يَتَوَقَّفُ عَلَى الْوُضُوْءِ كَفَى 

Berkata Imam Nawawi dalam kitab 《 SYARAH AL-MUHADZDZAB 》 dan seandainya berniat bersuci untuk melakukan Shalat atau bersuci untuk selainnya dari yang bergantung atas wudhu', maka telah cukup 

وَذَكَرَهُ فِي التَّنْبِيْهِ وَلَوْ نَوَى الطَّهَارَةَ وَلَمْ يَقُلْ عَنِ الْحَدَثِ لَا يَجْزِيَهُ عَلَى الصَّحِيْحِ لِأَنَّ الطَّهَارَةَ تَكُوْنُ عَنِ الْحَدَثِ وَعَنِ النَّجَسِ فَلَا بُدَّ مِنْ نِيَّةِ تَمْيِزٍ وَلَوْ نَوَى الْوُضُوْءَ فَقَطْ صَحَّ عَلَى الْأَصَحَّ فِي التَّحْقِيْقِ وَشَرْحُ الْمُهَذَّبِ بِخِلَافِ مَا إِذَا نَوَى الْغَسْلِ وَهُوَ جَنَبَ فَلَا يَكْفِي 

Dan menyebutkannya dalam peringatannya dan seandainya niat bersuci dan tidak berkata dari menghilangkan hadats, maka tidak mendapatkan balasan pahala ibadah, atas pendapat yang Shahih karena sesungguhnya bersuci pasti dari hadats dan dari najis, maka tidak ada pilihan dari perbedaan dan seandainya niat berwudhu' saja, maka shah wudhu'nya, atas pendapat yang Ashah dalam kitab  《 AT-TAHQIQ 》 dan kitab 《 SYARAH AL-MUHADZDZAB 》 beda dengan apa, jika niat mandi dan dia adalah keadaan junub, maka tidak cukup 

وَفَرَّقَ الْمَاوَرْدِيُّ بِأَنَّ الْوُضُوْءَ لَا يُطْلِقُ عَلَى غَيْرِ الْعِبَادَةِ بِخِلاَفِ الْغَسْلِ وَلَوْ نَوَى رَفْعُ الْحَدَثِ وَالْاِسْتِبَاحَةِ فَهُوَ نِهَايَةُ النِّيَّةُ 

Dan di bedakan oleh Al-Mawardi bahwasannya berwudhu' tidak di mutlakkan atas selain beribadah, beda dengan mandi dan seandainya niat menghilangkan hadats dan membolehkan melakukan Shalat maka dia adalah kesimpulan dari niat 

وَأَمَّا مَنْ بِهِ عِلَّةِ كَمَنْ بِهِ سَلَسَ الْبَوْلِ أَوْ كَانَتْ مُسْتَحَاضَةِ فَيَنْوِيَ الْاِسْتِبَاحَةِ عَلَى الصَّحِيْحِ وَلَا يَصِحُّ أَنْ يَنْوِيَ رَفْعَ الْحَدَثِ لِأَنَّ الْحَدَثَ مُسْتَمِرَّ وَلَا يتَصَوَّرُ رَفْعَهُ 

Dan adapun orang yang dengannya memiliki penyakit, seperti orang dengannya SALASAL BAUL ( kencing terus menerus ) atau wanita mustahadhah, maka berniat membolehkan melakukan Shalat, atas pendapat yang Shahih dan tidak sah jika berniat menghilangkan hadats karena sesungguhnya hadats berkesinambungan dan tidak dapat di gambarkan menghilangkannya 

وَقِيْلَ : يَجِبُ أَنْ يَجْمَعَ بَيْنَهُمَا يَكْفِي أَحَدَهُمَا 

Dan di katakan : wajib untuk menjama' diantara keduanya dan cukup salah satu keduanya 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 36 

Wallahu A'lam Bish-Showab 

Syarat Benda Yang Boleh Di Gunakan Untuk Cebok Bagian 50

SYARAT-SYARAT BENDA YANG BOLEH DI GUNAKAN UNTUK BERISTINJA' ( CENOK ) وَاعْلَمْ أَنَّ كُلَّ مَا هُوَ فِی مَعْنَى ال...