Minggu, 16 April 2017

Manfaat Perselisihan Tentang Masalah Air Mustakmal Bagian 08







MANFAAT PERSELISIHAN TENTANG MASALAH AIR MUSTA'MAL


وَتَظْهَرُ فَائِدَةُ الْخِلاَفِ فِي صُوْرَتَيْنِ : 

Dan nampaklah manfaat perselisihan dalam dua gambaran masalah : 

اَلْأُوْلَى : فِيْمَا اُسْتُعْمِلَ فِي نَفْلِ الطَّهَارَةِ كَتَجْدِيْدِ الْوُضُوْءِ وَالْأَغْسَالِ الْمَسْنُوْنَةِ وَالْغَسْلَةِ الثَّانِيَةِ وَالثَّالِثَةِ فَعَلَى الصَّحِيْحِ يَكُوْنُ الْمَاءُ طَهُوْرًا لِأَنَّهُ لَمْ يَتَأَدَّ بِهِ فَرْضٌ وَعَلَى الضَّعِيْفَ لاَ يَكُوْنُ طَهُوْرًا لِأَنَّهُ تَأَدَّى بِهِ عِبَادَةٌ وَلاَ خِلاَفَ أَنَّ مَاءِ الرَّابِعَةِ طَهُوْرٍ عَلَى الْعِلَّتَيْنِ لِأَنَّهُ لَمْ يَتَأَدَّ بِهِ فَرْضَ وَلاَ هِيَ مَشْرُوْعَةٍ وَالْغَسْلَةُ الْأُوْلَى غَيْرُ طَهُوْرٍ عَلَى الْعِلَّتَيْنِ لِتَأَدِّى الْفَرْضِ وَالْعِبَادَةِ بِمَائِهَا : 

Yang Pertama : ketika air yang di gunakan dalam bersuci sunnah, seperti memperbaharui wudhu' dan mandi sunnah dan basuhan yang kedua dan yang ketiga, maka atas pendapat yang shahih, maka air itu suci mensucikan karena sesungguhnya air itu belum di laksanakan dengannya untuk yang fardhu dan atas pendapat yang lemah, maka air itu tidak mensucikan karena sesungguhnya melaksanakan dengannya untuk beribadah dan tidak ada perselisihan pendapat, bahwa basuhan yang ke empat adalah suci mensucikan atas dua 'illat, karena sesungguhnya air basuhan yang ke empat tidak di laksanakan dengannya untuk yang fardhu dan air basuhan yang ke empat adalah tidak di perintah dalam syari'at dan air bekas basuhan yang pertama tidak mensucikan atas dua 'illat karena di laksanakan untuk yang fardhu dan untuk beribadah dengan air basuhan yang pertamanya 

اَلصُّوْرَةُ الثَّانِيَةُ : اَلْمَاءُ الَّذِي اِغْتَسَلَتْ بِهِ الْكِتَابِيَّةُ عَنِ الْحَيْضِ لِتَحِلَّ لِزَوْجِهَا اَلْمُسْلِمِ هَلْ هُوَ طَهُوْرٌ ؟ يَنْبَنِي عَلَى أَنَّهَا لَوْ أَسْلَمَتْ هَلْ يَلْزَمُها إِعَادَةِ الْغُسْلِ فِيْهِ خِلاَفٌ إِنْ قُلْنَا لاَ يَلْزَمُهَا فَهُوَ غَيْرُ طَهُوْرٌ وَإِنْ قُلْنَا يَلْزَمُهَا إِعَادَةُ الْغُسْلِ وَهُوَ الصَّحِيْحِ : فَفِي الْمَاءِ الَّذِي اِسْتَعْمَلَتْهُ حَالَ الْكُفْرِ وَجْهَانُ يَبْنِيَانِ عَلَى الْعِلَّتَيْنِ إِنْ قُلْنَا إِنَّ الْعِلَّةَ تَأَدِّى الْفَرْضَ فَالْمَاءُ غَيْرُ طَهُوْرٍ وَإِنْ قُلْنَا إِنَّ الْعِلَّةَ تَأَدِّى اَلْعِبَادَةِ فَهُوَ طَهُوْرٌ لِأَنَّ الْكَافِرَةَ لَيْسَتْ مِنْ أَهْلِ الْعِبَادَةِ 

Gambaran yang kedua : air yang di pakai mandi dengannya seorang wanita ahli kitab (perempuan nasrani dan yahudi) dari haidh untuk di halalkan melakukan jima' kepada istrinya yang muslim, apakah bekas air mandinya wanita itu mensucikan ? Berdasarkan atas cabang masalah bahwasannya perempuan nasrani tersebut jika masuk islam, apakah di haruskan perempuan ahli kitab mengulangi mandi dalam masalah ini di perselisihkan : Jika kita katakan tidak harus mengulang mandi setelah masuk islam, maka air bekas mandinya adalah tidak mensucikan dan jika kita katakan mengharuskannya untuk mengulangi mandinya, menurut pendapat yang shahih adalah : maka dalam masalah air yang telah digunakannya sewaktu masih kafir, ada dua pandangan pendapat yang masing-masing  berdasarkan atas dua 'illat, jika kita katakan bahwa 'illatnya itu telah di laksanakan untuk yang fardhu, maka air bekas mandinya itu tidak mensucikan dan jika kita katakan bahwa 'illatnya itu melaksanakan ibadah, maka air bekas itu adalah mensucikan karena seaungguhnya perempuan kafir itu bukan dari ahli ibadah 

وَاعْلَمْ أَنَّ الزَّوْجَةَ الْمَجْنُوْنَةَ إِذَا حَاضَتْ وَغَسَّلَهَا زَوْجُهَا حُكْمُهَا حُكْمُ الْكَافِرَةِ فِيْمَا ذَكَرْنَاهُ وَهِي مَسْأَلَةٌ حَسَنَةِ ذَكَرَهَا الرَّافِعِي فِي صِفَةِ الْوُضُوْءِ وَأَسْقَطَهَا النَّوَوِي مِنَ الرَّوْضَةِ 


Dan ketahuilah bahwa istri yang gila, jika ia telah haidh dan dimandikannya dari suaminya, maka hukumnya sama seperti hukum perempuan kafir dalam apa yang telah kami sebutkannya dan masalah ini adalah bagus yang di sebutnya Imam Ar-Rofi'i dalam sifat wudhu' dan menghilangkannya Imam Nawawi dari kitab 《RAUDHAH》 

وَاعْلَمْ أَنَّ الْمَاءَ الَّذِي تَوَضَّأَ بِهِ الصَّبِي غَيْرُ طَهُوْرٍ وَكَذَا الْمَاَءِ الَّذِي يَتَوَضَّأَ بِهِ الْمُنْتَقِلَ وَكَذَا مَنْ لاَ يَعْتَقِدُ وُجُوْبَ النِّيَّةِ عَلَى الصَّحِيْحِ فِي الْجَمِيْعِ ثُمَّ مَا دَامَ الْمَاءُ مُتَرَدِّدًا عَلَى الْعُضْوِ لاَ يَثْبِتُ لَهُ حُكْمُ الْاِسْتِعْمَالِ وَلَوْ جَرَى الْمَاءُ مِنْ عُضْوِ الْمُتَوَضِّيْءِ إِلَى عُضْوِ آخَرَ صَارَ مُسْتَعْمِلاً حَتَّى لَوِ انْتَقَلَ مِنْ إِحْدَى الْيَدَيْنِ إِلَى الْأُخْرَى صَارَ مُسْتَعْمِلاً وَلَوِ انْتَقَلَ الْمَاءُ الَّذِي يَغْلِبُ فِيْهِ لِانْتِقَالَ مِنْ عُضْوِ إِلَى مَوْضِعِ آخَرَ مِنْ ذَلِكَ الْعُضْوِ كَالْحَاصِلِ عِنْدَ نَقْلِهِ مِنَ الْكَفِّ إِلَى السَّاعِدِ وَرَدَّهُ إِلَى الْكَفِّ وَنَحْوِهِ لاَ يَضُرُّ انْتِقَالُهُ وَإِنْ خَرَقَهُ الْهَوَاءُ وَهِيَ مَسْأَلَةِ حَسَنَةِ ذَكَرَهَا الرَّافِعِيُّ 

Dan ketahuilah bahwa air yang di pakai berwidhu' dengannya oleh anak kecil, maka air itu tidak mensucikan dan juga air yang berwudhu' dengannya untuk melakukan salat sunnah dan juga orang yang tidak meyakini akan kewajiban niat atas pendapat yang shahih dalam semua masalah ini. Kemudian selama air itu mengulangi atas anggota tubuh, maka tidak ditetapkan kepadanya hukum musta'mal, seandainya mengalirlah air dari anggota tubuh orang yang berwudhu' kepada anggota tubuh yang lain, maka air tersebut menjadi musta'mal, sampai seandainya berpindah dari tangan yang satu ke tangan yang lain, maka air itu menjadi musta'mal, seandainya berpinlahlah air yang menguasai di dalamnya karena air yang berpindah dari anggota tubuh kepada tempat yang lain dari anggota tubuh itu, seperti menghasilkan ketika berpindahnya dari telapak tangan menuju ke lengan tangan yang bawah dan mengembalikannya ke telapak tangan seumpanya, maka merugikan perpindahannya dan jika di hembuskannya pada angin dan masalah ini adalah bagus yang di sebutnya oleh Imam Ar-Rofi'i 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 20 

فِي آخِرِ الْبَابِ الثَّانِي مِنْ أَبْوَابِ التَّيَمُّمِ وَأَهْمَلَهَا النَّوَوِي إِلاَّ أَنَّهُ ذَكَرَ هُنَا مِنْ زِيَادَةُ الرَّوْضَةِ أَنَّهُ لَوِ انْفَصَلَ الْمَاءُ مِنْ بَعْضِ أَعْضَاءِ الْجُنُبِ إِلَى بَعْضِهَا وَجْهَيْنِ : اَلْأَصَحُّ عِنْدَ الْمَاوَرْدِيْ وَالرُّوْيَانِي أَنَّهُ لاَ يَضُرُّ وَلاَ يَصِيْرُ مُسْتَعْمَلاً وَالرَّاجِحُ عِنْدَ الْخَرَاسَانِيِّيْنَ أَنَّهُ يَصِيْرُ مُسْتَعْمَلاً 

Dalam akhir Bab yang kedua dari Bab Tayammum dan mengabaikannya Imam Nawawi kecuali bahwasannya kita menyebutkannya dari tambahan pada kitab 《RAUDHAH》 sesungguhnya seandainya air itu lepas dari sebagian anggota tubuh orang junub kepada bagian tubuh lainnya, maka masalah ini ada dua pandangan pendapat : Pendapat yang paling shahih di sisi Al-Mawardi dan Ar-Ruyani sesungguhnya tidak bermasalah dan tidak akan menjadi air musta'mal. Dan pendapat yang rajih di sisi Ulama' Khurasani sesungguhnya akan menjadi musta'mal 

وَقَالَ الْإِمَامْ : إِنَّ نَقْلَهُ قَصْدًا صَارَ مُسْتَعْمَلاً وَإِلاَّ فَلاَ وَصَحَّحَ النَّوَوِيْ فِي التَّحْقِيْقِ أَنَّهُ يَصِيْرُ مُسْتَعْمَلاً وَصَحَّحَ اِبْنُ اَلرِّفْعَةِ أَنَّهُ لاَ يَصِيْرُ مُسْتَعْمَلاً وَلَوِ انْ غَمَسَ جُنُبٌ فِي مَاءِ دُوْنَ قُلَّتَيْنِ وَعَمَّ جَمِيْعَ بَدَنِهِ ثُمَّ نَوَى ارْتَفَعَتْ جَنَابَتَهُ بِلاَ خِلاَفِ وَصَارَ الْمَاءُ مُسْتَعْمَلاً بِالنِّسْبَةِ إِلَى غَيْرِهِ وَلاَ يَصِيْرُ مُسْتَعْمَلاً بِالنِّسْبَةِ إِلَيْهِ صَرَّحَ بِهِ الْخُوَارِزْمِي حَتَّى إِنَّهُ قَالَ : لَوْ أَحْدَثَ حَدَثًا ثَانِيًا حَالَ اِنْ غِمَاسَهُ جَازَ اِرْتِفَاعُهُ بِهِ وَإِنْ نَوَى الْجُنُبِ قَبْلَ تَمَامِ اِنْ غِمَاسِ اِرْتَفَعَتْ جَنَابَتُهُ عَنِ الْجُزْءِ الْمُلاَقِى لِلْمَاءِ بِلاَ خِلاَفِ وَلاَ يَصِيْرُ الْمَاءُ مُسْتَعْمَلاً بَلْ لَهُ أَنْ يَتِمَّ اِنْ غِمَاسِ وَتَرْتَفِعُ عَنْهُ الْجَنَابَةِ عَنِ الْبَاقِي عَلَى الصَّحِيْحَ الْمَنْصُوْصَ، وَاللّٰهُ أَعْلَمْ 

Dan Al-Haromain berkata : sesungguhnya berpindahnya dengan sengaja, maka menjadi musta'mal dan maka kecuali tidak di sengaja dan menshahihkan Imam Nawawi dalam kitab 《AT-TAHQIQ》 sesungguhnya menjadi musta'mal dan menshahihkan Ibnu Ar-Rif'ah sesungguhnya tidak musta'mal. Seandainya jika orang junub merendamkan ke dalam air kurang dari dua qullah dan air dapat merata pada semua badannya, kemudian ia berniat mengangkat janabahnya dengan tanpa ada perselisihan dan air tersebut menjadi musta'mal dengan menisbatkan kepada orang lain dan tidak akan menjadi musta'mal dengan menisbatkan kepada dirinya sendiri. Dan memperbolehkan dengannya Imam Al-Khawarizmi, bahwasannya sampai dia berkata : seandainya orang yang berhadats memiliki hadats yang kedua kalinya dalam keadaan ketika merendamkan diri, maka boleh menaikkan hadats dengannya dan jika ia berniat junub sebelum untuk menyempurnakan merendamkan diri kedalam air, maka ia mengangkat janabahnya adalah dari bagian anggota tubuhnya yang terkena pada air drngan tidak ada perselisihan dan airnya tidak menjadi musta'mal, tapi kepadanya jika melanjutkan membenamkan diri dan akan terangkat dari janabahnya dan dari sisa anggota tubuhnya, atas pendapat shahih yang telah di nashkan. Dan Allah yang lebih mengetahui 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 21 

Wallahu A'lam Bish-Showab 

Syarat Benda Yang Boleh Di Gunakan Untuk Cebok Bagian 50

SYARAT-SYARAT BENDA YANG BOLEH DI GUNAKAN UNTUK BERISTINJA' ( CENOK ) وَاعْلَمْ أَنَّ كُلَّ مَا هُوَ فِی مَعْنَى ال...