Senin, 19 Februari 2018

Syarat Benda Yang Boleh Di Gunakan Untuk Cebok Bagian 50


SYARAT-SYARAT BENDA YANG BOLEH DI GUNAKAN UNTUK BERISTINJA' ( CENOK )







وَاعْلَمْ أَنَّ كُلَّ مَا هُوَ فِی مَعْنَى الْحَجَرِ يَجُوْزُ الْإِسْتِنْجَاءُ بِهِ وَلَهُ شُرُوْطٌ : 

Dan ketahuilah setiap apa yang sama maknanya dengan batu, maka boleh beristinja' ( Cebok ) dengannya dan kepadanya ada beberapa Syarat : 

أَحَدُهُمَا : أَنْ يَكُوْنَ طَاهِرًا فَلَوْ اِسْتَنْجَى بِنَجْسٍ تَعَيَّنَ الْمَاءُ بَعْدَهُ عَلَى الصَّحِيْحِ 

Salah satunya : jika ada benda yang suci, seandainya dia beristinja' ( Cebok ) dengan najis, tentu dengan air setelahnya, atas pendapat yang Shahih 

اَلشَّرْطُ الثَّانِی : أَنْ يَكُوْنَ مَا يَسْتَنْجِی بِهِ قَالَعًا لِلنَّجَاسَةِ، مُنَشِّفًا فَلاَ يَجْزَىءَ الزُّجَاجُ وَلاَ الْقَصَبَ، وَلاَ التُّرَابَ الْمُتَنَاثِرُ وَيَجُوْزُ الصَّلْبُ فَلَوْ اِسْتَنْجَى بِمَا لاَ يُقَلِّعَ لَمْ يَجِزَّهُ وَلَوْ اِسْتَنْجَى بِرَطْبٍ مِنْ حَجَرٍ أَوْ غَيْرَهُ لَمْ يَجِزَّهُ عَلَى الصَّحِيْحِ 

Syarat yang ke dua : jika ada benda beristinja' ( Cebok ) dengannya adalah yang dapat memindahkan pada najis, yang dapat mengeringkan, maka bukan bagian kaca dan bukan rotan dan bukan tanah yang bertaburan dan boleh yang keras, maka seandainya ia beristinja' ( Cebok ) dengan apa yang tidak dapat memindahkan najis, maka tidak mencukupinya dan seandainya ia beristinja' ( Cebok) dengan keadaan basah dari batu atau selainnya, maka tidak mencukupinya, atas pendapat yang Shahih 

اَلشَّرْطُ الثَّالِثُ : أَنْ لاَ يَكُوْنَ مُحْتَرَمًا فَلاَ يَجُوْزُ الْإِسْتِنْجَاءَ بِمَطْعُوْمِ كَالْخُبُزْ وَالْعَظْمِ وَلاَ بِجُزْءٍ مِنْهُ كَيَدُهُ وَيَدٌ غَيْرُهُ، وَلاَ بِجُزْءٍ حَيَوَانِ مُتَّصِلُ بِهِ كَذَنَبِ الْبَعِيْرِ لِأَنَّهُ مُحْتَرَمٌ وَإِذَا اِسْتَنْجَى بِمُحْتَرَمِ عَصَى وَلاَ يَجْزِيَهُ عَلَى الصَّحِيْحِ 

Syarat yang ke tiga : Jika ada benda yang di muliakan, maka tidak boleh beristinja' ( Cebok ) dengan barang makanan seperti Roti dan Tulang dan bukan dengan bagian darinya seperti Tangan dan Tangan orang lain dan bukan dengan bagian Hewan bersambung dengannya seperti ekor unta karena sesungguhnya ia di muliakan dan jika ia beristinja' ( Cebok ) dengan yang di muliakan, maka ia bermaksiat dan tidak mencukupinya, atas pendapat yang Shahih 

نَعَمْ، يَجُوْزُ الْحَجَرُ بَعْدَهُ بِشَرْطٍ أَنْ لاَ تَنْتَقِلَ النَّجَاسَةِ، وَأَمَّا الْجِلْدُ فَالْأَظْهَرُ أَنَّهُ إِنْ كَانَ مَدْبُوْغًا جَازُ الْإِسْتِنْجَاءُ بِهِ وَإِلاَّ فَلاَ 

Iya, boleh beristinja' ( Cebok ) dengan batu setelahnya dengan Syarat bahwa najis tersebut tidak berpindah dan adapun kulit yang tampak bahwasannya jika ada kulit telah di samak, maka boleh istinjak ( Cebok ) dengannya dan jika tidak di samak, maka tidak boleh 

ثُمَّ يَشْتَرَطُ مَعَ ذَلِكَ أَنْ لاَ يَجُفَّ الْخَارِجُ فَإِنْ جَفَّ تَعَيَّنَ الْمَاءُ لِأَنَّهُ لاَ يُمْكِنُ إِزَالَتُهُ إِلاَّ بِذَلِكَ 

Kemudian di Syaratkan bersama hal itu bahwa benda tersebut yang keluar tidak kering, maka jika najis kering, tentu dengan air karena sesungguhnya tidak mungkin menghilangkannya kecuali dengan hal itu 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 51 

Wallahu A'lam Bish-Showab 

Jumat, 09 Februari 2018

Keutamaan Istinja' Dengan Batu Di Ikuti Dengan Air Bagian 49


KEUTAMAAN ISTINJA' ( CEBOOK ) DENGAN BATU DAN DI IKUTI DENGAN AIR 







﴿ وَالْأَفْضَلُ أَنْ يَسْتَجْمِرَ بِالْأَحْجَارِ، ثُمَّ يُتْبِعُهَا بِالْمَاءِ وَيَجُوْزُ أَنْ يَقْتَصِرَ عَلَى الْمَاءِ أَوْ عَلَى ثَلاَثَةِ أَحْجَارِ يُنْقِى بِهِنَّ الْمَحَلَّ، وَإِذَا أَرَادَ الْاِقْتِصَارَ عَلَى أَحَدِهِمَا فَالْمَاءُ أَفْضَلُ ﴾ 

﴾ Dan yang lebih utama adalah bahwa dia beristinja' dengan batu, kemudian di ikutinya dengan air dan boleh untuk membatasi atas air atau atas tiga batu yang bersih dengannya tempat najis dan apabila ingin membatasi atas salah satu keduanya, maka cebok dengan air lebih utama ﴿ 

اَلْأَفْضَلُ فِی الْاِسْتِنْجِاءِ أَنْ يَجْمَعَ بَيْنَ الْمَاءِ وَالْحَجَرِ أَوْ مَا فِی مَعْنَاُه لِأَنَّ اللّٰهَ تَعَالَى اَثْنَی عَلَى أَهْلِ قُبَاءِ بِذَلِكَ 

Yang lebih utama pada istinja' ( cebok ) bahwa ia mengumpulkan air dan batu atau apa yang ada pada maknanya, karena sesungguhnya Allah Ta'ala menyanjung atas penduduk Quba' dengan sebab hal itu 

وَأَنْزَلُ فِيْهِمْ قَوْلُهُ تَعَالَى وَهُوَ أَصَدَّقَ الْقَائِلِيْنَ : 《 فِيْهِ رِجَالٌ يُحِبُّوْنَ أَنْ يَتَطَهَّرُوْاۚ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُطَهِّرِيْنَ 》 

Dan dinturunkan kepada mereka Firman-Nya Allah Ta'ala dan Dia adalah yang paling benar dari orang-orang yang berkata : 《 Di dalam Masjid itu ada orang-orang yang ingin untuk membersihkan diri, dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih 》. [ QS. At-Taubah : 108 ] 

وَفِيْهِ مِنْ طَرِيْقِ الْمَعْنَى أَنَّ الْعَيْنَ تَزُوْلُ بِالْحَجَرِ، وَالْأَثَرُ 

Dan padanya dari cara makna bahwa najis 'ain akan hilang dengan batu dan yang berpengaruh 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 50 

يَزُوْلُ بِالْمَاءِ فَلاَ يَحْتَاجُ إِلَى مُلاَطَخَةِ النَّجَاسَةَ، وَلِهَذَا يُقَدِّمُ الْحَجَرُ أَوَّلاً 

menghilangkan dengan air, maka dia tidak akan perlu sampai berlumuran najis dan karena ini memajukan batu terlebih dahulu 

ثُمَّ إِنْ قَضِيَّةَ التَّعْلِيْلِ أَنَّهُ لاَ يَشْتَرَطُ طَهَارَةُ الْحَجَرِ، وَبِهِ صَرَحَ الْعَجَلِی وَنَقْلُهُ عَنَ الْغَزَالِى 

Kemudian jika perkara TA'LIL bahwasannya tidak di syaratkan batu yang suci dan dengannya Al-'Ajalii telah menjelaskan dan dia menukilnya dari Imam Ghazali 

وَاعْلَمْ أَنَّ الْحَدِيْثَ ضَعَفُوْهُ. وَرَوَاهُ الْبَزَّارْ بِإِسْنَادْ ضَعِيْفِ، وَلَفْظُهُ : 《 فَسَأَلَهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ، فَقَالُوْا : نُتْبِعُ الْحِجَارَةَ الْمَاءَ 》 

Dan ketahuilah bahwa Hadits itu di da'ifkannya dan di riwayatkan oleh Al-Bazzar dengan sanad yang da'if dan lafatnya : 《 Nabi saw bertanya pada mereka ( penduduk Quba' ) dari hal itu, maka mereka berkata : kami selalu beristinja' ( cebok ) dengan batu yang di ikuti dengan air 》 

وَأَنْكَرُ النَّوَوِيُّ هَذِهِ الرِّوَايَةِ فِی شََرْحِ الْمُهَذَّبِ، فَقَالَ : كَذَا رَوَاهَا الْفُقَهَاءُ فِی كَتَبَهُمْ وَلَيْسَ لَهُ أَصْلُ فِی كَتَبَ الْحَدِيْثِ بَلِ الْمَذْكُوْرِ فِيْهَا : 《 كُنَّا نَسْتَنْجِی بِالْمَاءِ 》 وَلَيْسَ فِيْهَا مَعَ الْحَجَرِ 

Dan Imam Nawawi mengingkari riwayat Hadits ini dalam Kitab 《 SYARAH MUHADZDZAB 》, maka berkata : beginilah yang di riwayatkan para Fuqaha' dalam Kitab-kitab mereka dan tidak ada asal untuknya dalam Kitab-kitab Hadits tapi yang di sebut padanya : 《 Kami beristinja' dengan air 》 dan tidak ada padanya bersama batu 

كَذَا رَوَاهُ جَمَاعَةِ مِنْهُمْ اَلْإِمَامْ أَحْمَدْ وَابْنُ خَزَيْمَةْ، وَلَوْ اِقْتَصَرَ عَلَى الْمَاءِ أَجْزَأَ لِأَنَّهُ يُزِيْلُ الْعيْنَ وَالْأَثَرَ وَهُوَ الْأَفْضَلُ عِنْدَ الْإِقْتِصَارُ عَلَى أَحَدِهِمَا 

Beginilah riwayat yang di kumpulkan dari mereka adalah Imam Ahmad dan Ibnu Khuzaimah dan seandainya ia membatasi pada air, maka telah mencukupinya karena sesungguhnya menghilangkan Najis 'Ain dan yang berpengaruh adalah lebih utama ketika membatasi atas salah satu keduanya 

وَيَجُوْزُ أَنْ يَقْتَصِرَ عَلَى ثَلاَثَةِ أَحْجَارِ أَوْ عَلَى حَجَرِ لَهُ ثَلاَثَةِ أَحْرُفٍ 

Dan boleh untuk membatasi pada tiga batu atau pada batu yang memiliki tiga tepi 

وَالْوَاجِبُ ثَلاَثَ مِسْحَاتُ فَإِنْ حَصَلَ الْإِنْقَاءِ بِهَا وَإِلاَّ وَجَبَتِ الزِّيَادَةُ إِلَی الْإِنْقَاءُ٬ وَيُسْتَحَبُّ الْإِيْتَارِ 

Dan yang wajib tiga basuhan, maka untuk menghasilkan kebersihan najis dengannya kecuali tidak, ia wajib menambah basuhan tersebut sampai bersih dan di sunnahkan yang ganjil 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 51 

Wallahu A'lam Bish-Showab 

Senin, 02 Oktober 2017

Hukum Cebok Dengan Batu Bagian 48







HUKUM ISTINJA' ( CEBOK ) DENGAN BATU 



بَابُ الْإِسْتِنْجَاءُ وَآدَابُ التَّخَلِّيْ 

Bab Istinja' Dan Adab Buang Air Kecil Dan Air Besar 



فَصْلٌ 

FASHAL 




وَالْإِسْتِنْجَاءُ وَاجِبٌ مِنَ الْبَوْلِ وَالْغَائِطِ 

Istinja' adalah wajib karena dari kencing dan berak 

اِحْتَجُّ لَهُ بِقَوْلِهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : 《 وَلْيَسْتَنْجِ بِثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ 》 وَهُوَ أَمَرَ وَظَاهِرُهُ الْوُجُوْبُ 

Yang menjadi hujjah untuknya dengan sabdanya Nabi saw : 《 Dan hendaklah dia beristinja' dengan tiga batu 》 dan Hadits ini adalah perintah dan Zahir hukumnya adalah wajib 

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ : 《 إِذَا ذَهَبَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْغَائِطِ فَلْيَذْهَبُ مَعَهُ ثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ يَسْتَطِيْبُ بِهِنَّ فَإِنَّهَا تَجْزِيْءُ عَنْهُ 》. رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدُ وَأَحْمَدُ وَالدَّارَقُطْنِيْ وَابْنُ مَاجَهْ بِإِسْنَادْ صَحِيْحِ 

Dan dari 'Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : 《 Apabila salah satu diantara kalian pergi buang air besar ( berak ), maka ia membawa tiga batu bersamanya yang akan memakai dengan tiga batu tersebut, karena sesungguhnya tiga batu telah mencukupi darinya ( untuk cebok ) 》. Diriwiyatkan Abu Daud dan Ahmad dan Addaruqutni dan Ibnu Majah dengan sanad Shahih  

وَقَوْلُهُ : ﴿ مِنَ الْبَوْلِ وَالْغَائِطِ ﴾ يُؤْخَذُ مِنْهُ أَنَّهُ لاَيَجِبُ مِنَ الرِّيْحِ 

Dan perkataannya Mushonnif : ﴾ karena dari kencing dan berak ﴿ di fahami darinya bahwa ia tidak wajib karena buang angin 

بَلْ قَالَ الْأَصْحَابُ : لاَ يَسْتَحِبُّ 

Tapi Ash-Hab berkata : tidak di sunnahkan 

بَلْ قَالَ الْجُرْجَانِيُّ : إِنَّهُ مَكْرُوْهٌ 

Tapi Jurjani berkata : bahwasannya ia makruh 

قَالَ الشَّيْخُ نَصْرٌ : إِنَّهُ بِدْعَةٌ وَيَأْثَمُ بِهِ 

Syekh Nash berkata : bahwasannya ia bid'ah dan berdosa dengan sebabnya 

قَالَ النَّوَوِيُّ فِيْ شَرْحِ الْمُهَذَّبِ : أَمَّا قَوْلُهُ بِدْعَةٌ فَصَحِيْحٌ 

Imam Nawawi berkata dalam Syarah Muhadzdzab : maka adapun perkataannya bid'ah, maka Shahih 

وَأَمَّا الْإِثْمُ فَلاَ إِلاَّ أَنْ يَعْتَقِدَ وُجُوْبِهِ مَعَ عِلْمِهِ بِعَدَمِهِ 

Dan adapun yang berdosa, maka tidak, kecuali bahwa dia meyakini kewajibannya bersama pengetahuannya dengan tidak wajibnya 

وَقَالَ اِبْنُ الرِّفْعَةْ : إِذَا كَانَ الْمَحَلَّ رَطْبًا يَنْبَغِی أَنْ يَجِيْءَ فِی وُجُوْبِ الْإِسْتِنْجَاءِ مِنْهُ خِلاَفَ بِنَاءَ عَلَى نَجَاسَةِ دُخَانِ النَّجَاسَةِ، كَمَا قِيْلَ بِمِثْلِهِ فِی تَنَجَّسَ الثَّوْبِ الَّذِی يُصِيْبُهُ وَهُوَ رَطَّبِ 

Dan Ibnu Rif'ah berkata : Apabila tempat angin itu basah, semestinya akan datang perbedaan pada wajib istinja' ( cebok ) darinya yaitu keluar angin yang di bina di atas najis dengan asap najis, sebagaimana di katakan seumpamanya najis yang mengenainya pada kain dan kain itu dalam keadaan basah 

ثُمَّ قَالَ : وَقَدْ يُجَابُ بِأَنَّهُ لاَ يَزِيْدُ عَلَى الْبَاقِی عَلَى الْمَحَلِّ بَعْدَ الْإِسْتِجْمَارِ 


Kemudian ada yang berkata : Dan sungguh di wajibkan dengannya bahwa tidak akan menambah atas apa yang tinggal pada tempat najis tersebut setelah menggunakan batu 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 50 

Wallahu A'lam Bish-Showab 

Minggu, 17 September 2017

Hukum Ragu-Ragu Di Tengah-Tengah Wudhu' Bagian 47







HUKUM RAGU-RAGU DI TENGAH-TENGAH WUDHU' 




﴿ فَرْعٌ ﴾ لَوْ شَكَّ فِی غَسْلِ بَعْضِ أَعْضَائِهِ فِی أثْنَاءِ الطَّهَارَةِ لَمْ يُحْسَبْ لَهُ وَبَعْدَ الْفَرَاغِ لاَيَضُرُّ الشَّكُّ عَلَى الرَّاجِحِ لِكَثْرَةِ الشَّكِّ مَعَ أَنَّ الظَّاهِرَ كَمَالُ الطَّهَارَةِ 

﴾ Cabang ﴿ seandainya ragu-ragu dalam mengusap sebagian anggota wudhu'nya di tengah-tengah bersuci, maka tidak di perhitungkan untuknya dan setelah senggang, maka tidak dapat merusak keraguan-raguan tersebut, atas pendapat yang rajih karena kemungkinan yang besar keraguan bersamanya bahwa telah jelas untuk menyempurnakan bersuci 

وَيُشْتَرَطُ فِی غَسْلِ الْأَعْضَاءِ جِرْيَانُ الْمَاءُ عَلَى الْعُضْوِ الْمَغْسُوْلِ بِلَا خِلاَفٍ، وَاللّٰهُ تَعَالَى أَعْلَمُ 

Dan di syaratkan dalam mengusap anggota dengan mengalirkan air atas anggota wudhu' yang di usap dengan tanpa ada perselisihan, dan Allah Ta'ala lebih mengetahui 

قَالَ : 

Al-Mushonnif berkata : 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 50 

Wallahu A'lam Bish-Showab 

Jumat, 08 September 2017

Hukum Berdo'a Setelah Selesai Berwudhu' Bagian 46






HUKUM BERDO'A SETELAH SELESAI BERWUDHU' 



وَأَنْ يَقُوْلُ بَعْدَ التَّسْمِيَةِ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ جَعَلَ الْمَاءَ طَهُوْرًا 

Dan untuk membaca do'a setelah berwudhu' adalah Basmalah dan Segala Puji kepada Allah yang telah menjadikan air ini suci 

وَيُخْلِلُ الْخَاتَمِ وَيَتَعَهَّدُ مَا يَحْتَاجُ إِلَى الْاِحْتِيَاطِ وَيَبْدَأُ بِأَعْلَى وَجَّهَهُ وَبِمُقَدَّمِ الرَّأْسِ وَفِی الْيَدِ وَالرِّجْلِ بِأَطْرَافِ الْأَصَابِعِ 

Dan merendamkan cincin dan memelihara apa yang di butuhkan sampai mencegah wudhu' dan berwudhu' mendahulukan dengan paling atasnya wajah dan dengan bagian depan kepala dan pada tangan dan kaki dengan ujung jari kaki 

إِنَّ صَبَّ عَلَى نَفْسَهُ وَإِنَّ صَبَّ عَلَيْهِ غَيْرِهِ بَدَأَ بِالْمِرْفَقَيْنِ وَالْكَفَّيْنِ وَأَنْ لَا يُنْقَصُ مَاءُ الْوُضُوْءِ عَنْ مَدَّ وَلَا يُسْرِفُ وَلَا يَزِيْدُ عَلَى ثَلَاثِ مَرَّاتِ وَلَا يَتَكَلَّمُ فِی أثْنَاءِ الْوُضُوْءِ وَلَا يَلْطِمُ وَجْهَهُ بِالْمَاءِ 

Apabila menuangkan atas dirinya sendiri dan apabila menuangkan atas orang lain mendahulukan dengan dua siku dan dua tangan dan untuk tidak mengurangi air wudhu' dari ukurannya dan tidak memboroskan air dan tidak menambah atas tiga kali dan tidak berbicara dalam tengah-tengah berwudhu' dan tidak menampar wajahnya dengan air 

وَأَنْ يَقُوْلُ بَعْدَ الْوُضُوْءِ : 

Dan untuk membaca do'a setelah berwudhu' : 

《 أشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللّٰهْ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ٬ اَللَّهُمَّ اجْعَلنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ، سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِك أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ 》 

《 Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu untuk-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Ya Allah jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang bersuci. Maha Suci Engkau, Ya Allah dan dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhai selain Engkau, aku memohon ampunan dan bertaubat kepada-Mu 》 

وَبَقِيَتْ سُنَنُ أَخَرَ مَذْكُوْرَةِ فِی الْكِتَبِ الْمُطَوَّلَةِ تُرَكِّنَاهَا خَشْيَةَ الْإِطَالَةَ، وَاللّٰهُ أَعْلَمْ 

Dan do'a tersebut telah di sunnahkan yang akhirnya di sebutkan dalam kitab 《 AL-MUTHAWWALAH 》 dan kami menghilangkan ketakutannya yang lama, dan Allah lebih mengetahui 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 49 

Wallahu A'lam Bish-Showab 

Selasa, 05 September 2017

Hukum Mengibaskan Tangan Setelah Wudhu' Bagian 45






HUKUM MENGIBASKAN TANGAN SETELAH WUDHU'



وَمِنْهَا هَلْ يَسْتَحِبُّ تَرْكُ التَّنْشِيْفِ ؟ فِيْهِ أَوْجُهُ الصَّحِيْحُ أَنَّ تَرَكَهُ مُسْتَحَبٌّ كَذَا صَحَّحَهُ فِي أَصْلِ الرَّوْضَةِ 

Dan darinya, apakah dianjurkan meninggalkan pengeringan air wudhu' ? di dalamnya ada pandangan pendapat yang Shahih bahwa meninggalkannya adalah di anjurkan dan begitu juga di Shahihkannya dalam asal kitab 《 AR-RAUDHAH 》 

وَقِيْلَ إِنَّهُ مُبَاحُ فِعْلُهُ وَتَرَكَهُ سَوَاءٌ وَاخْتَارَ النَّوَوِيُّ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ 

Dan dikatakan bahwa di bolehkan melakukannya dan meninggalkannya dan sama saja yang di pilih oleh Imam Nawawi dalam kitab 《 SYARAH AL-MUHADZDZAB 》 

وَقِيْلَ : مُسْتَحَبٌّ مُطْلَقًا 

Dan dikatakan : di anjurkan secara mutlak 

وَقِيْلَ : يُكْرَهُ التَّنْشِيْفُ مُطْلَقًا 

Dan dikatakan : di makruhkannya melakukan pengeringan air wudhu' secara mutlak 

وَقِيْلَ : يُكْرَهُ فِي الصَّيْفِ دُوْنَ الشِّتَاءِ 

Dan di katakan : di makruhkannya dalam musim panas yang bukan musim dingin 

قَالَ النَّوَوِيُّ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ مَحَلُّ الْخِلاَفُ إِذَا لَمْ تَكُنْ حَاجَةِ إِلَى التَّنْشِيْفِ لِحَرِّ أَوْ بَرَدِ أَوِ التِّصَاقُ نَجَاسَةٍ فَإِنْ كَانَ فَلَا كَرَاهَةَ قَطْعًا 

Imam Nawawi berkata dalam kitab 《 SYARAH MUHADZDZAB 》 sedang di perselisihkan jika tidak ada kebutuhan untuk mengeringkan air wudhu' karena panas atau dingin atau melekatnya najis, jika ada hal itu, maka tidak di makruhkan secara pasti 

وَلَا يُقَالُ إِنَّهُ خِلاَفُ الْمُسْتَحَبُّ وَمِنْهَا يَسْتَحَبُّ أَنْ لَا يَنْفُضَ يَدَيْهِ 

Dan tidak dikatakan bahwa itu menyelisihi yang dianjurkan dan darinya menganjurkan untuk tidak mengibaskan tangannya 

لِقَوْلِهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ : 《 إِذَا تَوَضَّأْتُمْ فَلاَ تَنْفُضُوْا أَيْدِيَكُمْ فَإِنَّهَا مَرَاوِحُ الشَّيْطَانِ 》 

Karena sabdanya Nabi saw : 《 Apabila kalian berwudhu', maka jangan mengibaskan tangan kalian, sesungguhnya mereka menjadi penggemar Syaithan 》 

وَغَيْرُهُ فَلَوْ خَالَفَ وَنَفَضَ فَالَّذِيْ جَزْمَ بِهِ الرَّافِعِيُّ أَنَّهُ يُكْرَهُ وَخَالَفَ النَّوَوِيُّ فَرَجَّحَ أَنَّهُ لَا يُكْرَهُ بَلْ هُوَ مُبَاحُ فِعْلُهُ وَتَرَكَهُ سَوَاءً 

Dan jika yang lainnya tidak setuju mengibaskan, maka yang di tetapkan dengannya oleh Imam Rafi'i bahwa di makruhkannya dan di setujui oleh Imam Nawawi pada pendapat yang Rajih bahwa tidak di makruhkannya, tapi imam Nawawi membolehkan melakukannya dan sama-sama meninggalkannya 

وَقَالَ فِي التَّحْقِيْقِ لِأَنَّهُ خِلاَفُ الْأَوْلَى 

Dan imam Nawawi berkata dalam kitab 《 AT-TAHQIQ 》 bahwa ini adalah perselisihan yang lebih baik 

وَالْحَدِيْثِ٬ قَالَ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ إِنَّهُ ضَعِيْفٌ لَا يَعْرِفُ 

Dan Hadits tersebut, Imam Nawawi berkata dalam kitab 《 SYARAH MUHADZDZAB 》 bahwa itu adalah dha'if dan tidak di ketahui 

وَمِنْهَا الْمُوَالَاةُ وَهِيَ وَاجِبَهُ فِی الْقَدِيْمِ 

Dan darinya terus-menerus adalah semestinya dalam penjelasan yang lalu 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 49 

Wallahu A'lam Bish-Showab 

Rabu, 30 Agustus 2017

Hukum Minta Tolong Dalam Berwudhu' Bagian 44







HUKUM MEMINTA TOLONG DALAM BERWUDHU' 




وَمِنْهَا الْاِسْتِعَانَةِ هَلْ تَكْرَهُ ؟ وَجْهَانِ٬ قَالَ النَّوَوِيُّ الْوَجْهَانِ فِيْمَا إِذَا اسْتَعَانَ بِمَنْ يَصُبُّ عَلَيْهِ وَأَصْحَهُمَا لَا يُكْرَهُ 

Dan darinya meminta tolong dalam berwudhu' apakah dimakruhkannya ? ada dua pandangan, imam Nawawi berkata, ada dua pandangan di dalamnya yaitu jika meminta tolong pada seseorang akan menuangkan air atasnya dan yang benar kedua pandangan ini adalah tidak di makruhkan 

أَمَّا إِذَا اسْتَعَانَ بِمَنْ يَغْسِلُ 

Adapun jika meminta tolong pada seseorang untuk membasuh 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 48 

أعْضَاءَهُ فَمَكْرُوْهٌ قَطْعًا 

pada anggotanya, maka di makruhkan secara pasti 

وَإِنْ كَانَ بِإِخْضَارِ الْمَاءِ فَلَا بَأْسَ وَلَا يُقَالُ خِلاَفُ الْأَوْلَى 

Dan jika ada sesorang dengan mendatangkan air, maka tidak apa-apa dan tidak di katakan perbedaan yang lebih baik 

وَحَيْثُ كَانَ لَهُ عُذْرَ فَلَا بَأْسَ بِالْإِسْتِعَانَةِ مُطْلَقًا 

Dan ketika ada padanya 'Udzur, maka tidak apa-apa dengan meminta tolong dalam wudhu' secara pasti 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 49 

Wallahu A'lam Bish-Showab 

Syarat Benda Yang Boleh Di Gunakan Untuk Cebok Bagian 50

SYARAT-SYARAT BENDA YANG BOLEH DI GUNAKAN UNTUK BERISTINJA' ( CENOK ) وَاعْلَمْ أَنَّ كُلَّ مَا هُوَ فِی مَعْنَى ال...