HUKUM MENGIBASKAN TANGAN SETELAH WUDHU'
وَمِنْهَا هَلْ يَسْتَحِبُّ تَرْكُ التَّنْشِيْفِ ؟ فِيْهِ أَوْجُهُ الصَّحِيْحُ أَنَّ تَرَكَهُ مُسْتَحَبٌّ كَذَا صَحَّحَهُ فِي أَصْلِ الرَّوْضَةِ
Dan darinya, apakah dianjurkan meninggalkan pengeringan air wudhu' ? di dalamnya ada pandangan pendapat yang Shahih bahwa meninggalkannya adalah di anjurkan dan begitu juga di Shahihkannya dalam asal kitab 《 AR-RAUDHAH 》
وَقِيْلَ إِنَّهُ مُبَاحُ فِعْلُهُ وَتَرَكَهُ سَوَاءٌ وَاخْتَارَ النَّوَوِيُّ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ
Dan dikatakan bahwa di bolehkan melakukannya dan meninggalkannya dan sama saja yang di pilih oleh Imam Nawawi dalam kitab 《 SYARAH AL-MUHADZDZAB 》
وَقِيْلَ : مُسْتَحَبٌّ مُطْلَقًا
Dan dikatakan : di anjurkan secara mutlak
وَقِيْلَ : يُكْرَهُ التَّنْشِيْفُ مُطْلَقًا
Dan dikatakan : di makruhkannya melakukan pengeringan air wudhu' secara mutlak
وَقِيْلَ : يُكْرَهُ فِي الصَّيْفِ دُوْنَ الشِّتَاءِ
Dan di katakan : di makruhkannya dalam musim panas yang bukan musim dingin
قَالَ النَّوَوِيُّ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ مَحَلُّ الْخِلاَفُ إِذَا لَمْ تَكُنْ حَاجَةِ إِلَى التَّنْشِيْفِ لِحَرِّ أَوْ بَرَدِ أَوِ التِّصَاقُ نَجَاسَةٍ فَإِنْ كَانَ فَلَا كَرَاهَةَ قَطْعًا
Imam Nawawi berkata dalam kitab 《 SYARAH MUHADZDZAB 》 sedang di perselisihkan jika tidak ada kebutuhan untuk mengeringkan air wudhu' karena panas atau dingin atau melekatnya najis, jika ada hal itu, maka tidak di makruhkan secara pasti
وَلَا يُقَالُ إِنَّهُ خِلاَفُ الْمُسْتَحَبُّ وَمِنْهَا يَسْتَحَبُّ أَنْ لَا يَنْفُضَ يَدَيْهِ
Dan tidak dikatakan bahwa itu menyelisihi yang dianjurkan dan darinya menganjurkan untuk tidak mengibaskan tangannya
لِقَوْلِهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ : 《 إِذَا تَوَضَّأْتُمْ فَلاَ تَنْفُضُوْا أَيْدِيَكُمْ فَإِنَّهَا مَرَاوِحُ الشَّيْطَانِ 》
Karena sabdanya Nabi saw : 《 Apabila kalian berwudhu', maka jangan mengibaskan tangan kalian, sesungguhnya mereka menjadi penggemar Syaithan 》
وَغَيْرُهُ فَلَوْ خَالَفَ وَنَفَضَ فَالَّذِيْ جَزْمَ بِهِ الرَّافِعِيُّ أَنَّهُ يُكْرَهُ وَخَالَفَ النَّوَوِيُّ فَرَجَّحَ أَنَّهُ لَا يُكْرَهُ بَلْ هُوَ مُبَاحُ فِعْلُهُ وَتَرَكَهُ سَوَاءً
Dan jika yang lainnya tidak setuju mengibaskan, maka yang di tetapkan dengannya oleh Imam Rafi'i bahwa di makruhkannya dan di setujui oleh Imam Nawawi pada pendapat yang Rajih bahwa tidak di makruhkannya, tapi imam Nawawi membolehkan melakukannya dan sama-sama meninggalkannya
وَقَالَ فِي التَّحْقِيْقِ لِأَنَّهُ خِلاَفُ الْأَوْلَى
Dan imam Nawawi berkata dalam kitab 《 AT-TAHQIQ 》 bahwa ini adalah perselisihan yang lebih baik
وَالْحَدِيْثِ٬ قَالَ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ إِنَّهُ ضَعِيْفٌ لَا يَعْرِفُ
Dan Hadits tersebut, Imam Nawawi berkata dalam kitab 《 SYARAH MUHADZDZAB 》 bahwa itu adalah dha'if dan tidak di ketahui
وَمِنْهَا الْمُوَالَاةُ وَهِيَ وَاجِبَهُ فِی الْقَدِيْمِ
Dan darinya terus-menerus adalah semestinya dalam penjelasan yang lalu
KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 49
Wallahu A'lam Bish-Showab