Senin, 24 April 2017

Air Najis Bagian 10





4. AIR NAJIS 


قَالَ : وَمَاءٌ نَجِسٌ وَهُوَ الَّذِي حَلَّتْ فِيْهِ نَجَاسَةٌ وَهُوَ دُوْنَ الْقُلَّتَيْنِ أَوْ كَانَ قُلَّتَيْنِ فَتَغَيَّرُ هَذَا هُوَ الْقِسْمُ الرَّابِعُ مِنَ الْمِيَاهِ وَهُوَ كَمَا ذَكَرَهُ يَنْقَسِمُ إِلَى قَلِيْلٍ وَكَثِيْرٍ 

Al-Mushonnif berkata : air najis adalah air yang kemasukan benda najis ke dalamnya dan air itu adalah di bawah dari dua qullah atau ada dua qullah, maka air tersebut berubah, ini adalah bagian yang ke empat dari air dan air adalah sebagaimana penjelasannya yaitu air terbagi kepada air yang sedikit dan air yang banyak 

فَأَمَّا الْقَلِيْلُ فَيَنْجُسُ بِمُلاَقَاةِ النَّجَاسَةِ الْمُؤَثِّرَةِ سَوَاءٌ تَغَيَّرُ أَمْ لاَ كَمَا أَطْلَقَهُ الشَّيخْ لِمَفْهُوْمِ قَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ 

Maka adapun air yang sedikit, maka akan najis dengan bertemunya najis yang memberikan bekasn sama berubah atau tidak, sebagaimana yang telah di mutlakkan Syekh karena memahami sabdanya Nabi saw 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 22 

وَالَّسلاَمُ : 《 إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلُ خَبَثًا 》 وَفِي رِوَايَةِ 《 نَجِسًا 》 : فَدَلَّ الْحَدِيْثُ بِمَفْهُوْمِهِ عَلَى أَنَّهُ إِذَا كَانَ دُوْنَ قُلَّتَيْنِ يَتَأَثَّرُ بِالنَّجَاسَةِ وَاحْتَرَزَ بِالنَّجَاسَةِ الْمُؤَثِّرَةِ عَنْ غَيْرِ الْمُؤَثِّرَةِ 

《 jika air sampai dua qullah, maka air itu tidak mengandung pada kotoran 》 dan dalam riwayat lain 《 Najis 》 maka menunjukkan hadits itu dengan mafhumnya atas kebalikannya, bahwasannya jika ada air di bawah dua qullah akan di pengaruhi dengan najis dan berhati-hatilah dengan najis yang memberi bekas dari najis yang tidak memberi bekas 

قَالَ النَّوَوِي فِي الرَّوْضَةِ : كَالْمَيْتَةِ الَّتِي لاَ نَفْسَ لَهَا سَائِلَةِ مِثْلَ الذُّبَابِ وَالْخَنَافِسَ وَنَحْوِهَا وَكَالنَّجَاسَةِ الَّتِي لاَ يُدْرِكُهَا الطَّرْفِ لِعُمُوْمِ الْبَلْوَى بِهِ وَكَمَا إِذَا وَقَعَ الذُّبَابِ عَلَى نَجَاسَةِ ثُمَّ سَقَطَ فِي الْمَاءِ وَرَشَاشِ الْبَوْلِ الَّذِي لاَ يُدْرِكُهُ الطَّرْفُ فَيَعْفَى عَنْهُ وَكَمَا إِذَا وَلَغَتِ الْهِرَّةِ الَّتِي تَنَجَّسَ فَمُهَا ثُمَّ غَابَتِ وَاحْتَمَلَ طَهَارَةُ فَمِهَا 

Berkata Imam Nawawi dalam kitab 《 RAUDHAH 》 : seperti bangkai tidak ada darah mengalir kepadanya, seumpama lalat dan kumbang dan semisalnya dan seperti najis yang tidak dapat di kenalinya oleh mata karena ke umuman kejadian denganya dan  sebagaimana jika pengaruh seekor lalat yang ada di atas najis, kemudaian jatuh ke dalam air dan percikan air kencing yang tidak dapat di kenalinya oleh mata, maka akan di maafkan darinya dan sebagaimana jika jilatan kucing yang terkena najis mulutnya, kemudian najis itu menghilang dan mempengaruhi kesucian mulutnya 

فَإِنَّ الْمَاءَ الْقَلِيْلَ لاَ يَنَجَّسَ فِي هَذِهِ الصُّوَرِ 

Maka sesungguhnya air yang sedikit tidak dapat menjadi najis dalam gambaran ini 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 23

Wallahu A'lam Bish-Showab

Jumat, 21 April 2017

Hukum Air Yang Di Campur Dengan Benda Suci Bagian 09





HUKUM AIR YANG DI CAMPUR DENGAN BENDA SUCI 


قَالَ : وَالْمُتَغَيَّرُ بِمَا خَالَطَهُ مِنَ الطَّاهِرَاتِ 

Al-Mushonnif berkata : air yang berubah dengan sesuatu mencampurinya dari benda yang bersuci 

هَذَا مِنْ تَتِمَّةِ الْقِسْمِ الثَّالِثُ وَتَقْدِيْرُ الْكَلاَمِ وَالْمَاءُ الْمُتَغَيَّرُ بِشَيْءٍ مِنَ الطَّاهِرَاتِ طَاهِرٌ فِي نَفْسِهِ غَيْرُ مُطَهِّرٌ كَالْمَاءِ الْمُسْتَعْمَلُ وَضَابِطُهُ أَنَّ كُلَّ تَغَيَّرُ يَمْنَعُ اِسْمِ الْمَاءِ الْمُطْلَقَ يَسْلُبُ الطَّهُوْرِيَّةِ وَإِلاَّ فَلاَ فَلَوْ تَغَيَّرَ تَغْيِرًا يَسِيْرًا فَالْأَصَحُّ أَنَّهُ طَهُوْرٌ لِبَقَاءِ الْاِسْمِ 

Kalimat ini dari kelanjutan macam-macam air yang ketiga dan penilaian kalimatnya tersebut adalah air yang berubah dengan sesuatu dari benda yang suci adalah suci dalam dzatnya tapi tidak mensucikan, seperti air musta'mal dan ukurannya air yang berubah tersebut adalah sesungguhnya setiap perubahan yang merintangi nama air mutlak yanh akan merusak air suci mensucikan dan kecuali tidak merintangi nama air mutlak, maka air itu suci mensucikan, jika air itu berubah dengan perubahan yang sesikit, maka pendapat yang ashoh adalah bahwasannya tetap suci mensucikan karena ketetapan nama air mutlak tersebut 

وَقَوْلُهُ : [ بِمَا خَالَطَهُ ] اِحْتِرَازًا عَمَّا إِذَا تَغَيَّرُ بِمَا يُجَاوِرُهُ وَلَوْ كَانَ تَغَيَّرًا كَثِيْرًا فَإِنَّهُ بَاقٍ عَلَى طَهُوْرِيَّتِهِ كَمَا إِذَا تَغَيَّرَ بِدُهْنٍ أَوْ شَمْعٍ وَهَذَا هُوَ الصَّحِيْحُ لِبَقَاءِ اِسْمِ الْمَاءِ وَلاَبُدَّ أَنْ يَكُوْنَ الْوَاقِعَ فِي الْمَاءِ مِمَّا يَسْتَغْنَى عَنْهُ كَالزَّعْفَرَانِ وَالْجَصِّ وَنَحْوِهِمَا 

Dan perkataannya Al-Mushannif : [ BIMA KHALATHAH ] adalah sesutu yang mencampur dari apa yang dapat mencegah, jika perubahan dengan apa yang mendapinginya, walaupun perubahan air sangat banyak, maka sesungguhnya air tersebut tetap atas mensucikan, sebagaimana jika air yang berubah dengan minyak atau dengan lilin, hukum ini adalah yang shahih karena nama air mutlak masih tetap. Dan tetapnya air suci tapi tidak mensucikan, maka harus untuk adanya yang di letakkan dalam air dari apa yang mudah disahkan darinya, seperti kunyit dan kapur dan yang serupa dari keduanya 

أَمَّا إَذَا كَانَ التَّغَيَّرُ بِمَا لاَ يَسْتَغْنَي الْمَاءِ عَنْهُ 

Adapun jika air yang berubah dengan apa yang tidak mudah memisah dari air, 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 21 

كَالطِّيْنِ وَالطُّحْلُبِ وَالنُّوْرَةِ وَالزِّرْنِيْخِ وَغَيْرِهِمَا فِي مَقَرِّ الْمَاءِ وَمَمَرِّهِ وَالْمُتَغَيَّرُ بِطُوْلِ الْمُكْثِ : فَإِنَّهُ طَهُوْرِ لِلْعُسْرِ وَبَقَاءِ اسْمِ الْمَاءِ 

Seperti tanah liat dan lumut dan tanah kapur dan atar dan selain keduanya yang ada dalam tempat air dan tempat yang di laluinya dan air berubah dengan lama diam, maka sesungguhnya air tersebut adalah suci mensucikan dan karena sulit di pisahkan dan dengan tetapnya nama air 

وَيَكْفِي فِي التَّغَيُّرِ أَحَدُ الْأَوْصَافِ الثَّلاَثَةِ : اَلطَّعْمُ أَوْ اَللَّوْنُ أَوْ الرَّائِحَةُ عَلَى الصَّحِيْحِ وَفِي وَجْهِ ضَعِيْفٍ يَشْتَرَطُ اِجْتِمَاعُهَا وَلاَ فَرْقَ بَيْنَ التَّغَيُّرِ المُشَاهِدِ أَوْ التَّغَيُّرِ الْمَعْنَوِيِّ كَمَا إِذَا اخْتَلَطَ بِالْمَاءِ مَا يُوَافِقُهُ فِي صِفَاتِهِ مَاءُ الْوَرْدِ الْمُنْقَطِعُ الرَّائِحَةِ وَمَاءُ الشَّجَرِ وَالْمَاءُ الْمُسْتَعْمَلُ 

Dan mencukupi dalam perubahan air tersebut dengan salah satu sifat yang tiga adalah rasa atau warna atau bau, atas pendapat yang shahih dan dalam pandangan pendapat yang lemah adalah disyaratkan ketiga-ketiganya harus berkumpul dan tidak ada perbedaan diantara perubahan yang dapat di saksikan atau perubahan secara maknawi, sebagaimana jika sesuatu bercampur dengan air yang cocok dalam sifat-sifatnya, seperti air bunga mawar yang sudah memutus baunya dan air yang keluar dari pohon dan air musta'mal 

فَإِنَّا نُقَدِّرُ اَنْ لَوْ كَانَ الْوَاقِعُ يُغَيِّرُهُِ بِمَا يُدْرَكُ بِالْحَوَاسِ وَيَسْلُبُهُ اَلطَّهُرِيَّ فَإِنَا نَحْكُمُ يَسْلُبُ طَهُوْرِيَّةِ هَذَا الْمَاءِ الَّذِي وَقَعَ فِيْهِ مِنَ الْمَائِعِ مَا يُوَافِقُهُ فِي صَفَاتِهِ وَإِلاَّ فَلاَ يِسْلُبُهُ الطَّهُوْرِيَّةِ وَلَوْ تَغَيَّرُ الْمَاءُ بِالتُّرَابِ الْمَطْرُوْحِ فِيْهِ قَصْدًا فَهُوَ طَهُوْرٌ عَلَى الصَّحِيْحِ 

Maka sesungguhnya kita telah memberi ukuran untuk benda yang masuk kedalam air tersebut, seandainya benda yang jatuh dapat merubahnya dengan sesuatu yang di kenali pada penglihatan dan dapat mengganggunya sifat kesuciannya, maka sesungguhnya kita menghukumi telah mengganggu sifat kesucian ini dari air yang jatuh kedalam air dari barang cair yang sesuai dalam sifatnya dan kecuali tidak seperti hal itu, maka tidak dapat mengganggu sifat kesuciannya dan seandainya perubahan air dengan tanah yang di jatuhkan kedalamnya dengan sengaja, maka air itu adalah suci atas pendapat yang shahih 

وَالْمُتَغَيِّرُ بِالْمِلْحِ فِيْهِ أَوْجُهُ : أَصَحُّهَا يَسْلُبُ طَهُوْرِيَّتِهِ اَلْجَبَلِيُّ دُوْنَ الْمَائِي وَلَوْ تَغَيَّرَ الْمَاءُ بِأَوْرَاقِ الْأَشْجَارِ الْمُتَنَاثِرَةِ بِنَفْسِهَا إِنْ لَمْ تَتَفَتَّتْ فِي الْمَاءِ فَهُوَ طَهُوْرٌ عَلَى الْأَظْهَرِ 

Dan air yang berubah dengan garam ke dalamnya ada beberapa segi pandangan adalah pandangan yang ashah yaitu garam akan mengganggu sifat mensuciankan, jika garam gunung tanpa air, seandainya berubah menjadi air dengan daun pohon yang bertaburan dengan sendirinya, jika daun tersebut tidak hancur yang ada dalam air, maka air itu adalah tetap suci mensucikan atas pendapat yang adzhar 

وَإِنْ تَفَتَّتَتْ وَاخْتَلَطَتْ فَأُوْجُهُ : اَلْأَصَحُّ أَنَّهُ بَاقٍ عَلَى طَهُوْرِيَّتِهِ لِعُسْرِ الْاِحْتِرَازِ عَنْهَا فَلَوْ طَرِحَتْ اَلْأَوْرَاقُ فِي الْمَاءِ قَصْدًا وَتَغَيَّرُ بِهَا فَالْمَذْهَبُ أَنَّهُ غَيْرُ طَهُوْرُ سَوَاءٌ طُرِحَهَا فِي الْمَاءِ صَحِيْحَةِ أَوْ مَدْقُوْقَةً٬ وَاللّٰهُ أَعْلَمْ 

Dan jika daun tersebut telah hancur dan bercampur dengan air ada beberapa segi pandangan adalah pandangan yang ashoh bahwasannya air itu yaitu tetap atas mensucikan karena sulit mencegah kotoran darinya, maka seandainya daun tersebut di jatuhkan kedalam air dengan sengaja dan berubah dengannya, maka menurut madzhab yang kuat bahwasannya tidak mensucikan, sama pada waktu di jatuhkan daunnya yang utuh ke dalam air  atau daun yang sudah di tumbuk. Dan Allah yang lebih mengetahui 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 22 

Wallahu A'lam Bish-Showab 

Minggu, 16 April 2017

Manfaat Perselisihan Tentang Masalah Air Mustakmal Bagian 08







MANFAAT PERSELISIHAN TENTANG MASALAH AIR MUSTA'MAL


وَتَظْهَرُ فَائِدَةُ الْخِلاَفِ فِي صُوْرَتَيْنِ : 

Dan nampaklah manfaat perselisihan dalam dua gambaran masalah : 

اَلْأُوْلَى : فِيْمَا اُسْتُعْمِلَ فِي نَفْلِ الطَّهَارَةِ كَتَجْدِيْدِ الْوُضُوْءِ وَالْأَغْسَالِ الْمَسْنُوْنَةِ وَالْغَسْلَةِ الثَّانِيَةِ وَالثَّالِثَةِ فَعَلَى الصَّحِيْحِ يَكُوْنُ الْمَاءُ طَهُوْرًا لِأَنَّهُ لَمْ يَتَأَدَّ بِهِ فَرْضٌ وَعَلَى الضَّعِيْفَ لاَ يَكُوْنُ طَهُوْرًا لِأَنَّهُ تَأَدَّى بِهِ عِبَادَةٌ وَلاَ خِلاَفَ أَنَّ مَاءِ الرَّابِعَةِ طَهُوْرٍ عَلَى الْعِلَّتَيْنِ لِأَنَّهُ لَمْ يَتَأَدَّ بِهِ فَرْضَ وَلاَ هِيَ مَشْرُوْعَةٍ وَالْغَسْلَةُ الْأُوْلَى غَيْرُ طَهُوْرٍ عَلَى الْعِلَّتَيْنِ لِتَأَدِّى الْفَرْضِ وَالْعِبَادَةِ بِمَائِهَا : 

Yang Pertama : ketika air yang di gunakan dalam bersuci sunnah, seperti memperbaharui wudhu' dan mandi sunnah dan basuhan yang kedua dan yang ketiga, maka atas pendapat yang shahih, maka air itu suci mensucikan karena sesungguhnya air itu belum di laksanakan dengannya untuk yang fardhu dan atas pendapat yang lemah, maka air itu tidak mensucikan karena sesungguhnya melaksanakan dengannya untuk beribadah dan tidak ada perselisihan pendapat, bahwa basuhan yang ke empat adalah suci mensucikan atas dua 'illat, karena sesungguhnya air basuhan yang ke empat tidak di laksanakan dengannya untuk yang fardhu dan air basuhan yang ke empat adalah tidak di perintah dalam syari'at dan air bekas basuhan yang pertama tidak mensucikan atas dua 'illat karena di laksanakan untuk yang fardhu dan untuk beribadah dengan air basuhan yang pertamanya 

اَلصُّوْرَةُ الثَّانِيَةُ : اَلْمَاءُ الَّذِي اِغْتَسَلَتْ بِهِ الْكِتَابِيَّةُ عَنِ الْحَيْضِ لِتَحِلَّ لِزَوْجِهَا اَلْمُسْلِمِ هَلْ هُوَ طَهُوْرٌ ؟ يَنْبَنِي عَلَى أَنَّهَا لَوْ أَسْلَمَتْ هَلْ يَلْزَمُها إِعَادَةِ الْغُسْلِ فِيْهِ خِلاَفٌ إِنْ قُلْنَا لاَ يَلْزَمُهَا فَهُوَ غَيْرُ طَهُوْرٌ وَإِنْ قُلْنَا يَلْزَمُهَا إِعَادَةُ الْغُسْلِ وَهُوَ الصَّحِيْحِ : فَفِي الْمَاءِ الَّذِي اِسْتَعْمَلَتْهُ حَالَ الْكُفْرِ وَجْهَانُ يَبْنِيَانِ عَلَى الْعِلَّتَيْنِ إِنْ قُلْنَا إِنَّ الْعِلَّةَ تَأَدِّى الْفَرْضَ فَالْمَاءُ غَيْرُ طَهُوْرٍ وَإِنْ قُلْنَا إِنَّ الْعِلَّةَ تَأَدِّى اَلْعِبَادَةِ فَهُوَ طَهُوْرٌ لِأَنَّ الْكَافِرَةَ لَيْسَتْ مِنْ أَهْلِ الْعِبَادَةِ 

Gambaran yang kedua : air yang di pakai mandi dengannya seorang wanita ahli kitab (perempuan nasrani dan yahudi) dari haidh untuk di halalkan melakukan jima' kepada istrinya yang muslim, apakah bekas air mandinya wanita itu mensucikan ? Berdasarkan atas cabang masalah bahwasannya perempuan nasrani tersebut jika masuk islam, apakah di haruskan perempuan ahli kitab mengulangi mandi dalam masalah ini di perselisihkan : Jika kita katakan tidak harus mengulang mandi setelah masuk islam, maka air bekas mandinya adalah tidak mensucikan dan jika kita katakan mengharuskannya untuk mengulangi mandinya, menurut pendapat yang shahih adalah : maka dalam masalah air yang telah digunakannya sewaktu masih kafir, ada dua pandangan pendapat yang masing-masing  berdasarkan atas dua 'illat, jika kita katakan bahwa 'illatnya itu telah di laksanakan untuk yang fardhu, maka air bekas mandinya itu tidak mensucikan dan jika kita katakan bahwa 'illatnya itu melaksanakan ibadah, maka air bekas itu adalah mensucikan karena seaungguhnya perempuan kafir itu bukan dari ahli ibadah 

وَاعْلَمْ أَنَّ الزَّوْجَةَ الْمَجْنُوْنَةَ إِذَا حَاضَتْ وَغَسَّلَهَا زَوْجُهَا حُكْمُهَا حُكْمُ الْكَافِرَةِ فِيْمَا ذَكَرْنَاهُ وَهِي مَسْأَلَةٌ حَسَنَةِ ذَكَرَهَا الرَّافِعِي فِي صِفَةِ الْوُضُوْءِ وَأَسْقَطَهَا النَّوَوِي مِنَ الرَّوْضَةِ 


Dan ketahuilah bahwa istri yang gila, jika ia telah haidh dan dimandikannya dari suaminya, maka hukumnya sama seperti hukum perempuan kafir dalam apa yang telah kami sebutkannya dan masalah ini adalah bagus yang di sebutnya Imam Ar-Rofi'i dalam sifat wudhu' dan menghilangkannya Imam Nawawi dari kitab 《RAUDHAH》 

وَاعْلَمْ أَنَّ الْمَاءَ الَّذِي تَوَضَّأَ بِهِ الصَّبِي غَيْرُ طَهُوْرٍ وَكَذَا الْمَاَءِ الَّذِي يَتَوَضَّأَ بِهِ الْمُنْتَقِلَ وَكَذَا مَنْ لاَ يَعْتَقِدُ وُجُوْبَ النِّيَّةِ عَلَى الصَّحِيْحِ فِي الْجَمِيْعِ ثُمَّ مَا دَامَ الْمَاءُ مُتَرَدِّدًا عَلَى الْعُضْوِ لاَ يَثْبِتُ لَهُ حُكْمُ الْاِسْتِعْمَالِ وَلَوْ جَرَى الْمَاءُ مِنْ عُضْوِ الْمُتَوَضِّيْءِ إِلَى عُضْوِ آخَرَ صَارَ مُسْتَعْمِلاً حَتَّى لَوِ انْتَقَلَ مِنْ إِحْدَى الْيَدَيْنِ إِلَى الْأُخْرَى صَارَ مُسْتَعْمِلاً وَلَوِ انْتَقَلَ الْمَاءُ الَّذِي يَغْلِبُ فِيْهِ لِانْتِقَالَ مِنْ عُضْوِ إِلَى مَوْضِعِ آخَرَ مِنْ ذَلِكَ الْعُضْوِ كَالْحَاصِلِ عِنْدَ نَقْلِهِ مِنَ الْكَفِّ إِلَى السَّاعِدِ وَرَدَّهُ إِلَى الْكَفِّ وَنَحْوِهِ لاَ يَضُرُّ انْتِقَالُهُ وَإِنْ خَرَقَهُ الْهَوَاءُ وَهِيَ مَسْأَلَةِ حَسَنَةِ ذَكَرَهَا الرَّافِعِيُّ 

Dan ketahuilah bahwa air yang di pakai berwidhu' dengannya oleh anak kecil, maka air itu tidak mensucikan dan juga air yang berwudhu' dengannya untuk melakukan salat sunnah dan juga orang yang tidak meyakini akan kewajiban niat atas pendapat yang shahih dalam semua masalah ini. Kemudian selama air itu mengulangi atas anggota tubuh, maka tidak ditetapkan kepadanya hukum musta'mal, seandainya mengalirlah air dari anggota tubuh orang yang berwudhu' kepada anggota tubuh yang lain, maka air tersebut menjadi musta'mal, sampai seandainya berpindah dari tangan yang satu ke tangan yang lain, maka air itu menjadi musta'mal, seandainya berpinlahlah air yang menguasai di dalamnya karena air yang berpindah dari anggota tubuh kepada tempat yang lain dari anggota tubuh itu, seperti menghasilkan ketika berpindahnya dari telapak tangan menuju ke lengan tangan yang bawah dan mengembalikannya ke telapak tangan seumpanya, maka merugikan perpindahannya dan jika di hembuskannya pada angin dan masalah ini adalah bagus yang di sebutnya oleh Imam Ar-Rofi'i 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 20 

فِي آخِرِ الْبَابِ الثَّانِي مِنْ أَبْوَابِ التَّيَمُّمِ وَأَهْمَلَهَا النَّوَوِي إِلاَّ أَنَّهُ ذَكَرَ هُنَا مِنْ زِيَادَةُ الرَّوْضَةِ أَنَّهُ لَوِ انْفَصَلَ الْمَاءُ مِنْ بَعْضِ أَعْضَاءِ الْجُنُبِ إِلَى بَعْضِهَا وَجْهَيْنِ : اَلْأَصَحُّ عِنْدَ الْمَاوَرْدِيْ وَالرُّوْيَانِي أَنَّهُ لاَ يَضُرُّ وَلاَ يَصِيْرُ مُسْتَعْمَلاً وَالرَّاجِحُ عِنْدَ الْخَرَاسَانِيِّيْنَ أَنَّهُ يَصِيْرُ مُسْتَعْمَلاً 

Dalam akhir Bab yang kedua dari Bab Tayammum dan mengabaikannya Imam Nawawi kecuali bahwasannya kita menyebutkannya dari tambahan pada kitab 《RAUDHAH》 sesungguhnya seandainya air itu lepas dari sebagian anggota tubuh orang junub kepada bagian tubuh lainnya, maka masalah ini ada dua pandangan pendapat : Pendapat yang paling shahih di sisi Al-Mawardi dan Ar-Ruyani sesungguhnya tidak bermasalah dan tidak akan menjadi air musta'mal. Dan pendapat yang rajih di sisi Ulama' Khurasani sesungguhnya akan menjadi musta'mal 

وَقَالَ الْإِمَامْ : إِنَّ نَقْلَهُ قَصْدًا صَارَ مُسْتَعْمَلاً وَإِلاَّ فَلاَ وَصَحَّحَ النَّوَوِيْ فِي التَّحْقِيْقِ أَنَّهُ يَصِيْرُ مُسْتَعْمَلاً وَصَحَّحَ اِبْنُ اَلرِّفْعَةِ أَنَّهُ لاَ يَصِيْرُ مُسْتَعْمَلاً وَلَوِ انْ غَمَسَ جُنُبٌ فِي مَاءِ دُوْنَ قُلَّتَيْنِ وَعَمَّ جَمِيْعَ بَدَنِهِ ثُمَّ نَوَى ارْتَفَعَتْ جَنَابَتَهُ بِلاَ خِلاَفِ وَصَارَ الْمَاءُ مُسْتَعْمَلاً بِالنِّسْبَةِ إِلَى غَيْرِهِ وَلاَ يَصِيْرُ مُسْتَعْمَلاً بِالنِّسْبَةِ إِلَيْهِ صَرَّحَ بِهِ الْخُوَارِزْمِي حَتَّى إِنَّهُ قَالَ : لَوْ أَحْدَثَ حَدَثًا ثَانِيًا حَالَ اِنْ غِمَاسَهُ جَازَ اِرْتِفَاعُهُ بِهِ وَإِنْ نَوَى الْجُنُبِ قَبْلَ تَمَامِ اِنْ غِمَاسِ اِرْتَفَعَتْ جَنَابَتُهُ عَنِ الْجُزْءِ الْمُلاَقِى لِلْمَاءِ بِلاَ خِلاَفِ وَلاَ يَصِيْرُ الْمَاءُ مُسْتَعْمَلاً بَلْ لَهُ أَنْ يَتِمَّ اِنْ غِمَاسِ وَتَرْتَفِعُ عَنْهُ الْجَنَابَةِ عَنِ الْبَاقِي عَلَى الصَّحِيْحَ الْمَنْصُوْصَ، وَاللّٰهُ أَعْلَمْ 

Dan Al-Haromain berkata : sesungguhnya berpindahnya dengan sengaja, maka menjadi musta'mal dan maka kecuali tidak di sengaja dan menshahihkan Imam Nawawi dalam kitab 《AT-TAHQIQ》 sesungguhnya menjadi musta'mal dan menshahihkan Ibnu Ar-Rif'ah sesungguhnya tidak musta'mal. Seandainya jika orang junub merendamkan ke dalam air kurang dari dua qullah dan air dapat merata pada semua badannya, kemudian ia berniat mengangkat janabahnya dengan tanpa ada perselisihan dan air tersebut menjadi musta'mal dengan menisbatkan kepada orang lain dan tidak akan menjadi musta'mal dengan menisbatkan kepada dirinya sendiri. Dan memperbolehkan dengannya Imam Al-Khawarizmi, bahwasannya sampai dia berkata : seandainya orang yang berhadats memiliki hadats yang kedua kalinya dalam keadaan ketika merendamkan diri, maka boleh menaikkan hadats dengannya dan jika ia berniat junub sebelum untuk menyempurnakan merendamkan diri kedalam air, maka ia mengangkat janabahnya adalah dari bagian anggota tubuhnya yang terkena pada air drngan tidak ada perselisihan dan airnya tidak menjadi musta'mal, tapi kepadanya jika melanjutkan membenamkan diri dan akan terangkat dari janabahnya dan dari sisa anggota tubuhnya, atas pendapat shahih yang telah di nashkan. Dan Allah yang lebih mengetahui 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 21 

Wallahu A'lam Bish-Showab 

Sabtu, 15 April 2017

Penhertian Air Mustakmal Bagian 07






3. PENGERTIAN AIR MUSTA'MAL


قَالَ : وَطَاهِرٍ غَيْرُ مُطَهِّرٌ : وَهُوَ الْمَاءُ الْمُسْتَعْمَلُ 

Al-Mushonnif berkata : dan air suci, tapi tidak mensucikan adalah air musta'mal 

هَذَا هُوَ الْقِسْمُ الثَّالِثُ مِنْ أَقْسَامِ الْمَاءِ وَهُوَ الْمَاءُ الْمُسْتَعْمَلُ فِي رَفْعِ الْحَدَثِ أَوْ إِزَالَةِ النَّجْسِ إِذَا لَمْ يَتَغَيَّرْ وَلاَ زَادَ وَزْنُهُ فَهُوَ طَاهِرٌ لِقَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ : 《خَلَقَ اللّٰهُ الْمَاءَ طَهُوْرًا لاَ يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ إِلاَّ مَا غَيَّرَ طَعْمَهُ أَوْ رِيْحَهُ 》 : 

Air ini adalah bagian yang ketiga dari macam-macam air yaitu air yang telah digunakan dalam mengangkat hadats atau menghilangkan najis, jika tidak berubah dan tidak bertambah timbangannya setelah di gunakan, maka air itu adalah suci karena sabdanya Nabi saw : 《Allah menciptakan air itu suci mensucikan, tidak akan menjadi najis dengan sesuatu kecuali apa yang merubah rasanya dan baunya》 : 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 19 

وَفِي رِوَايَةِ 《 أَوْ لَوْنَهُ 》 وَهُوَ ضَعِيْفٌ وَالثَّابِتْ 《 طَعْمَهُ أَوْ رَيْحَهُ 》 فَقَطْ : وَهَلْ هُوَ طَهُوْرٌ بِرَفْعَ الْحَدَثَ وَيَزِيْلُ النَّجَسَ أَيْضًا ؟ فِيْهِ خِلاَفُ الْمَذْهَبُ أَنَّهُ غَيْرِ طَهُوْرٍ لِأَنَّ الصَّحَابَةَ رَضِيَ اللّٰهُ تَعَالَى عَنْهُمْ مَعَ شِدَّةِ اعْتِنَائِهِمْ بِالدِّيْنِ ما كَانُوْا يَجْمَعُوْنَهُ لِيَتَوَضَّؤُوْا بِهِ ثَانِيًا وَلَوْ كَانَ ذَلِكَ سَائِغًا لَفَعَلُوْهُ وَاخْتَلَفَ الْأَصْحَابُ فِي عِلَّةِ مَنِعَ اسْتِعْمَالِهِ ثَانِيًا وَالصَّحِيْحُ أَنَّهُ تَأَدَّى بِهِ فَرْضَ وَقِيْلَ إِنَّهُ تَأَدَّى بِهِ عِبَادَةِ  

Dan dalam riwayat yang di tambah 《atau warnanya》 adalah dha'if dan yang pasti 《rasanya dan baunya》 saja : dan apakah air musta'mal adalah suci mensucikan dengan mengangkat hadats dan akan menghilangkan najis juga ? Di dalamnya ada perselisihan madzhab bahwasannya air musta'mal tidak dapat mensucikan karena sesungguhnya para shabat ra bersama kuatnya perhatiaan mereka pada agama, mereka tidak ada yang mengumpulkannya air untuk berwudhu' dengannya yang kedua kalinya dan seandainya ada yang mengumpulkan hal itu benar, maka mereka akan melakukannya dan perselisihan para Ulama' Ash-hab Syafi'i dalam mengenai alasan larangan menggunakan air yang kedua untuk berwudhu' dan pendapat yang shahih, sesungguhnya telah melaksanakan dengannya untuk yang fardhu dan di katakan : sesungguhnya melaksanakan dengannya untuk beribadah 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 20

Wallahi A'lam Bish-Showab

Syarat Air Musyammas Menjadi Makruh Bagian 06





SYARAT AIR MUSYAMMAS MENJADI MAKRUH



فَعَلَى هَذَا إِنَّمَا يُكْرَهُ الْمُشَمَّسْ بِشَرْطَيْنَ : 

Maka atas dasar ini, sesungguhnya air musyammas akan menjadi makruh dengan dua syarat : 

أَحَدِهِمَا : أَنْ يَكُوْنَ التَّشْمِيْسُ فِي الْأَوَانِي الْمُنْطَبِعَةِ كَالنُّحَاسِ وَالْحَدِيْدِ وَالرَّصَاصِ لِأَنَّ الشَّمْسَ إِذَا أَثَّرَتْ فِيْهَا خَرَجَ مِنْهَا زُهُوْمَةٌ تَعْلُوْ عَلَى وَجْهِ الْمَاءِ وَمِنْهَا يَتَوَلَّدَ الْبَرَصِ وَلاَ يَتَأَتَّى ذَلِكَ فِي إِنَاءِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ لِصَفَاءِ جَوْهَرِهِمَا لَكِنَّهُ يَحْرَمُ اسْتِعْمَالُهُمَا عَلَى مَا يَأْتِي ذَكَرَهُ فَلَوْ صَبَّ الْمَاءُ الْمُشَمَّسُ مِنْ إِنَاءِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ فِی إِنَاءِ مُبَاحْ لاَ يُكْرَهُ لِفَقْدِ الزُّهُوْمَةِ وَكَذَا لاَ يُكْرَهُ فِي أَوَانِي الْخَزْفِ وَغَيْرِهَا لِفَقْدِ الْعِلَّةِ 

Pertama : jika ada air terjadi pemanasan ke dalam bentuk bejana, seperti tembaga dan besi dan timah karena sesungguhnya terkena sinar matahari, jika ia membekas di dalamnya dan keluar darinya kebisukan terangkat atas permukaan air dan darinya menghasilkan penyakit kusta dan tidak berakibat hal itu dalam bejana emas dan perak karena kemurnian dasar keduanya, tapi haram menggunakan keduanya atas apa yang datang penjelasannya, maka jika menuangkan air musyammas dari wadah emas dan perak kedalam bejana yang di bolehkan, maka air itu tidak makruh karena ketiadaan bau busuk dan juga tidak makruh menggunakan air dalam bejana yang terbuat dari tanah liat dan yang lainnya karena ketiadaan sesuatu yang menyebabkan penyakit 

اَلشَّرْطُ الثَّانِي : أَنْ يَقَعَ التَّشْمِيْسُ فِي الْبِلاَدِ الشَّدِيْدَةِ الْحَرَارَةِ دُوْنَ الْبَارِدَةِ وَالْمُعْتَدِلَّةِ فَإِنْ تَأْثِيْرَ الشَّمْسِ فِيْهِمَا ضَعِيْفَ وَلاَ فَرْقَ بَيْنَ أَنْ يُقْصَدَ التَّشْمِيْسُ أَوْ لاَ لِوُجُوْدِ الْمَحْذُوْرِ وَلاَ يُكْرَهُ الْمُشَمَّسُ فِي الْحِيَاضِ وَالْبَرَكِ بِلاَ خِلاَفْ وَهَلِ الْكَرَاهَةِ شَرْعِيَّةِ أَوْ إِرْشَادِيَّةِ ؟ فِيْهَا وَجْهَانِ أَصَحَّهُمَا فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبْ أَنَّهَا شَرْعِيَّةِ فَعَلَى هَذَا يُثَابُ عَلَى تَرْكِ اسْتِعْمَالِهِ وَعَلَى الثَّانِي وَهِيَ أَنَّهَا إِرْشَادِيَّةِ لاَ يَثَابَ فِيْهَا لِأَنَّهَا مِنْ وَجْهَةِ الطِّبِّ٬ وَقِيْلَ إِنَّ الْمُشَمَّسَ لاَ يُكْرَهُ مُطْلَقًا وَعَزَاهُ الرَّافِعِيُّ إِلَى الْأَئِمَّةِ الثَّلاَثَةِ قَالَ النَّوَوِيْ فِي زِيَادَةُ الرَّوْضَةِ : وَهُوَ الرَّاجِحُ مِنْ حَيْثُ الدَّلِيْلُ وَهُوَ 

Syarat kedua : jika terjadi pemanasan dalam negara yang sangat panas tanpa dingin dan yang sederhana dinginnya, maka sesungguhnya air yang di pengaruhi sinar matahari dalam keduanya adalah lemah dan tidak ada perbedaan antara untuk bermaksud memanaskan air atau tidak karena keberadaan bahaya dan tidak di makruhkan air musyammas dalam danau atau sumur dengan tanpa perbedaan pendapat, apakah kemakruhannya menurut syara' atau menunjukkan kebaikan ? Di dalamnya ada dua pandangan pendapat yang lebih shahih keduanya dalam kitab 《SYARAH MUHADZDZAB》 sesungguhnya kemakruhannya itu adalah syar'i, maka atas dasar pendapat ini adalah akan mendapatkan pahala atas orang yang meninggalkan dan atas dasar pendapat kedua, sesungguhnya kemakruhannya itu menunjukkan kebaikan tidak akan mendapatkan pahala dalam meninggalkannya karena sesungguhnya kemakruhannya dari pandangan kesehatan. Dan di katakan bahwa air musyammas tidak makruh secara mutlak dan Ar-Rafi'i menisbatkannya kepada imam yang tiga. Imam Nawawi berkata : dalam tambahannya pada kitab 《RAUDHAH》 dan itu adalah pendapat yang rajih di pandang dari segi dalil dan dia adalah 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 18 

مَذْهَبُ أَكْثَرُ الْعُلَمَاءْ وَلَيْسَ لِلْكَرَاهِيَةِ دَلِيْلٌ يَعْتَمَدُ وَإِذَا قُلْنَا بِالْكَرَاهَةِ فَهِيَ كَرَاهَةِ تَنْزِيْهِ لاَ تَمْنَعُ صِحَّةَ الطَّهَارَةُ وَيَخْتَصُّ اسْتِعْمَالِهِ بِالْبَدَنِ وَتَزُوْلُ باِلتَّبْرِيْدِ عَلَى الْأَصَحِّ وَفِي الثَّالِثِ يُرَاجَعُ الْأَطِبَّاءِ٬ وَاللّٰهُ أَعْلَمْ. اِنْتَهَى 

Kebanyakan ulam' madzhab pada pendapat ini. Dan tidak ada dalil untuk kemakruhan ini yang dapat di gunakan dan jika kami berkata dengan makruh, maka makruhnya adalah makruh tanzih dan tidak mencegah shahnya bersuci dan di khususkan penggunaannya pada badan dan kemakruhan ini akan hilang dengan mendinginkannya, atas pendapat yang lebih ashoh. Dan dalam pandangan pendapat yang ketiga adalah boleh merujuk pada keterangan dokter. Dan Allah lebih mengetahui. Sebagaiman penjelasan yang telah lewat 

وَمَا صَحَّحَهُ مِنْ زَوَالِ الْكَرَاهِيَةِ بِالتَّبْرِيْدِ قَدْ صَحَّحَ الرَّافِعِي فِي الشَّرْحِ الصَّغِيْرِ بَقَاءُهَا وَقَالَ فِي الشَّرْحِ الْمُهَذَّبْ : اَلصَّوَابُ أَنَّهُ لاَ يُكْرَهُ 

Dan apa yang di shahihkan Imam Nawawi dari menghilangkan kemahruhan dengan mendinginkan dan sungguh di shahihkan Imam Rofi'i dalam kitab 《SYARAH ASH-SHOGHIR》 dengan menetapkan hukum makruh dan Imam Nawawi berkata dalam kitab 《SYARAH MUHADZDZAB》 : yang benar bahwasannya air musyammas tidak makruh 

وَحَدِيثْ عَائِشَةْ هَذَا ضَعِيْفُ بِاتِّفَاقَ الْمُحَدِّثِيْنَ وَمِنْهُمْ مَنْ جَعَلَهُ مَوْضُوْعًا وَكَذَا مَا رَوَاهُ الشَّافِعِيُّ عَنْ عُمَرْ بِنْ اَلْخَطَّابْ أَنَّهُ يُوْرِثُ الْبَرَصَ ضَعِيْفٌ لاَتِّفَاقَ الْمُحَدِّثِيْنَ عَلَى تَضْعِيْفَ إِبْرَاهِيْمَ بِنْ مُحَمَّدْ وَحَدِيثْ اِبْنُ عَبَّاسْ غَيْرُ مَعْرُوْفٍ٬ وَاللّٰهُ أَعْلَمْ 

Dan hadits A'isyah ini lemah dengan kesepakatan ulama' ahli hadits dan dari sebagian mereka ada orang yang menjadikannya hadits maudhu' dan juga apa yang telah di riwayatkan Imam Syafi'i daru Umar Bin Al-Khattab bahwasannya air musyammas akan mengakibatkan penyakit kusta adalah hadits lemah tanpa kesepakatan ulama' ahli hadits atas dasar mendha'ifkan Ibrahim Bin Muhammad dan hadits-nya Ibnu 'Abbas tidak di kenal. Dan Allah yang mengetahui 

وَمَا ذَكَرَهُ مِنْ أَثَرِ عُمَرْ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ فَمَمْنُوْعٌ وَدَعْوَاهُ الْاِتِّفَاقَ عَلَى تَضْعِيْفُ إِبْرَاهِيْمَ أَحَدُ الرَّوَاةُ غَيْرُ مُسْلِمْ فَإِنَّ الشَّافِعِي وَثَّقَهُ وَفِي تَوْثِيْقِ الشَّافِعِي كِفَايَةِ وَقَدْ وَثَّقَهُ غَيْرُ وَاحِدٌ مِنَ الْحَفَاظَ وَرَوَاهُ الدَّارَقُطْنِي بِإِسْنَادِ آخِرُ صَحِيْحِ قَالَ النَّوَوِي فِي زِيَادَةِ الرَّوْضَةِ : وَيُكْرَهُ شَدِيْدُ الْحَرَارَةِ وَالْبَرُوْدَةِ٬ وَاللّٰهُ أَعْلَمْ 

Dan apa di sebutkan dari atsar-nya Umar ra, maka  Imam Nawawi melarang dan dakwaannya yang menyepakati atas mendha'ifkan Ibrahim salah seorang perawi bukan orang muslim, maka sesungguhnya Imam Syafi'i dapat mempercayainya Ibrahim dan dalam kepercayaan Imam Syafi'i telah cukup dan sungguh mempercayainya tanpa salah seorang perawi dari orang yang hafidz dan atsar itu di riwayatkan Ad-Darukutni dengan sanat selain shahih dan Imam Nawawi berkata dalam tambahannya pada kitab 《RAUDHAH》 : makruh bersuci dengan air yang sangat panas dan air yang sangat dingin. Dan Allah yang lebih mengetahui 

وَالْعِلَّةُ فِيْهِ عَدَمُ الْإِسْبَاغِ وَقَالَ فِي آبَارِ ثَمُودْ : إِنَّهُ مَنْهِيُّ عَنْهَا فَأَقَلُّ الْمَرَاتِبِ أَنَّهُ يُكْرَهُ اسْتِعْمَالِهَا 

Dan sesuatu yang menyebabkan sakit di dalamnya ketiadaan yang meratakan anggota badan dan Imam Nawawi berkata dalam masalah sumur kaum Tsamud : sesungguhnya sumur Tsamud di larang dari menggunakannya, maka lebih sedikit yang mengatur bahwasannya sumur Tsamud makruh di gunakannya 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 19

Wallahu A'lam Bish-Showab

Pengertian Air Musyammas Bagian 05






2. PENGERTIAN AIR MUSYAMMAS



وَطَاهِرٌ مُطَهَّرٌ مَكْرُوْهٌ وَهُوَالْمَاءُ الْمُشَمَّسُ٬ هَذَا هُوَ الْقِسْمُ الثَّانِي مِنْ أَقْسَامِ الْمَاءِ وَهُوَ الْمَاءُ الْمُشَمَّسُ وَهُوَ [ طَاهِرٌ ] فِي نَفْسِهِ لَمْ يَلْقَ نَجَاسَةِ وَ [ مُطَهِّرَ ] أَيْ : يَرْفَعُ الْحَدَثُ وَيَزِيْلُ النَّجْسَ لِبَقَاءِ إِطْلاَقِ اسْمِ الْمَاءِ عَلَيْهِ وَهَلْ يُكْرَهُ ؟ فِيْهِ الْخِلاَفُ الْأَصَحُّ عِنْدَ الرَّافِعِي أَنَّهُ يُكْرَهُ وَهُوَ الَّذِي جَزَمَ بِهِ الْمُصَنِّفْ وَاحْتَجَّ لَهُ الرَّافِعِي بِأَنَّ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ : 《نَهَى عَائِشَةْ رَضِيَ اللّٰهُ تَعَالَى عَنْهَا عَنِ الْمُشَمَّسِ وَقَالَ : إِنَّهُ يُوْرِثُ الْبَرَصَ》 

Dan air suci mensucikan tapi makruh adalah air yang terkena sinar matahari sampai panas dan ini adalah bagian yang ke dua dari pembagian air dan ia adalah air musyammas dan ia adalah [ suci ] dalam dzatnya karena tidak bertemu dengan najis dan [ suci ] maksudnya : dapat mengangkat hadats dan menghilangkan najis karena tetap pemutlakan nama air atasnya dan apakah air musyammas makruh ? Di dalamnya di perselisihkan, yang lebih shahih di sisi Imam Ar-Rofi'i, sesungguhnya air musyammas adalah makruh dan ia adalah yang menyatakan dengannya Al-Mushonnif dan berhujjah untuknya Ar-Rafi'i dengan hadits bahwa Rasulullah saw : 《melarang 'Aisyah ra dari air musyammas dan Nabi saw bersabda : sesungguhnya air musyammas dapat menimbulkan penyakit kusta》 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 17 

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسْ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ قَالَ : 《مَنِ اغْتَسَلَ بِمَاءٍ مُشَمَّسِ فَأَصَابَهُ وَضَحٌ فَلاَ يَلُوْمَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ》 

Dan dari Ibnu 'Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda : 《Barangsiapa yang mandi dengan air musyammas, maka ia sedang tertimpa penyakit belang, maka jangan menyalahkan kecuali pada dirinya sendiri》 

وَكَرَهَهُ عُمَرْ رَضِيَ اللّٰهُ تَعَالَى عَنْهُ وَقَالَ : 《إِنَّهُ يُوْرِثُ الْبَرَصَ》 

Dan 'Umar ra tidak senang menggunakan air musyammas dan ia berkata : 《sesungguhnya air musyammas menimbulkan penyakit kusta》 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 18

Wallahu A'lam Bish-Showab

Rabu, 12 April 2017

Pengertian Air Mutlak Bagian 04






PEMBAGIAN JENIS AIR



  1. PENGERTIAN AIR MUTLAK



قَالَ : ثُمَّ الْمِيَاهُ عَلَى أَرْبَعَةِ أَقْسَامِ : 

Al-Mushonnif berkata : kemudian air terbagi atas empat bagian : 

طَاهِرٌ مُطَهِّرٌ غَيْرُ مَكْرُوْهٍ وَهُوَ الْمَاءُ الْمُطْلَقُ٬ اَلْمَاءُ الَّذِي يَرْفَعُ الْحَدَثَ وَيَزِيْلُ النَّجْسَ هُوَ [ الْمَاءُ الْمُطْلَقُ ] 

Air suci yang mensucikan dan tanpa di makruhkannya dan ini adalah air mutlak, air yang dapat mengangkat hadats dan menghilangkan najis, ia adalah [ air mutlak ] 

وَاخْتُلِفَ فِي حَدِّهِ فَقِيْلَ هُوَ الْعَارِي عَنِ الْقُيُوْدِ وَالْإِضَافَةِ اللاَّزِمَةِ وَهَذَا هُوَ الصَّحِيْحُ فِي الرَّوْضَةِ وَالْمُحَرَّرِ وَنَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِي 

Dan di perselisihkan dalam membuat batasannya, maka di katakan adalah yang terlepas dari keterikatan dan penambahan yang mengharuskan dan ini adalah yang benar dalam kitab AR-RAUDAH dan kitab AL-MUHARRAR dan di catat atas definisi ini oleh Imam Asy-Syafi'i 

فَقَوْلُهُ : عَنِ الْقُيُوْدِ خَرَجَ بِهِ مِثْلُ قَوْلِهِ تَعَالَى : ﴿مِنْ مَاءٍ مَهِيْنٍ﴾ ﴿مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ﴾ وَقَوْلُهُ الْإِضَافَةِ اللاَّزِمَةِ خَرَجَ بِهِ مِثْلُ مَاءِ الْوَرَدِ وَنَحْوِهِ وَاحْتَرَزَ بِالْإِضَافَةِ الّإِضَافَةِ غَيْرِ اللاَّزِمَةِ كَمَاءِ النَّهَرِ وَنَحْوِهِ فَإِنَّهُ لاَ َتُْخْرِجُهُ هَذِهِ الْاِضَافَةُ عَنْ كَوْنِهِ يَرْفَعُ الْحَدَثَ وَيَزِيْلُ النَّجْسَ لِبَقَاءِ الْاِطْلاَقِ عَلَيْهِ 

Maka perkataannya : dari kaitan-kaitan yang keluar dengannya, perumpamaan Firman-Nya Allah Ta'ala : {dari air yang hina} {dari air yang dipancarkan} dan perkataannya : penambahan yang mengharuskan keluar dengannya, perumpamaan : air bunga dan yang menyerupainya dan terjaga dengan penambahan yang di tambahkan tanpa mengharuskan, seperti : air sungai dan yang menyerupainya, maka sesungguhnya air sungai tidak mengeluarkan penambahannya ini dari statusnya mengangkat hadats dan menghilangkan najis karenan tetap mutlak atasnya 

وَقِيْلَ اَلْمَاءُ الْمُطْلاَقُ هُوَ الْبَاقِي عَلَى وَصْفِ خِلْقَتِهِ وَقِيْلَ مَا يُسَمَّى مَاءً وَسُمِّيَ مُطْلَقًا لِأَنَّ الْمَاءَ إِذَا أُطْلِقَ انْصَرَفَ إِلَيْهِ وَهَذَا مَا ذَكَرَهُ اِبْنُ الصَّلاَحْ وَتَبِعَهُ النَّوَوِيْ عَلَيْهِ فِي شَرَحْ اَلْمُهَذَّبْ قَالَ : 

Dan dikatakan : air mutlak adalah yang tetap atas sifat penciptaannya dan dikatakan : apa yang dinamakan air dan dinamakan air mutlak karena sesungguhnya air jika di mutlakkan akan berbalik kepadanya dan ini apa yang disebutkannya oleh Ibnu Shalah mengikutinya Imam Nawawi atasnya dalam kitab 《SYARAH MUHADZDZAB Al-Mushonnif berkata : 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 16 

Wallahu A'lam Bish-Showab

Senin, 10 April 2017

Macam-Macam Air Bagian 03





أُنْوَاعُ الْمِيَاهْ 

MACAM-MACAM AIR 



اَلْمِيَاهُ الَّتِي يَجُوْزُ بِهَا التَّطْهِيْرُ سَبْعُ مِيَاهٍ : مَاءُ السَّمَاءِ وَمَاءُ الْبَحْرِ وَمَاءُ النَّهْرِ وَمَاءُ الْبِئْرِ وَمَاءُ الْعَيْنِ وَمَاءُ الثَّلْجِ وَمَاءُ الْبَرَدِ 

Air yang boleh digunakan dengannya untuk bersuci ada tujuh macam air : Air Hujan dan Air Laut dan Air Sungai dan Air Sumur dan Mata Air dan Air Salju dan Air Embun 

اَلْأَصْلُ فِي [ مَاءِ السَّمَاءِ ] قَوْلُهُ تَعَالَى : ﴿ وَيُنَزَّلُ عَلَيْكُمْ مِّنَ السَّمَآءِ مَآءً لِّيُطَهِّرَكُمْ بِهِ ﴾ وَفِي غَيْرِهَا وَفِي [ مَاءِ الْبَحْرِ ] قَوْلُهُ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا سُئِلَ عَنْ مَاءِ الْبَحْرِ فَقَالَ : 《 هُوَ الطّهُوْرُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ 》 

Dasar hukum dalam menggunakan [ Air Hujan ] untuk bersuci adalah Firman-Nya Allah Ta'ala : ﴾ Dan Dia menurunkan kepada kalian air dari langit agar kalian bersuci dengannya ﴿. Dan dalam boleh menggunakan air yang lainnya dan dalam [ Air Laut ] Sabdanya Nabi saw ketika Nabi saw di tanya tentang dari air laut, Maka Nabi saw bersabda : 《 bahwasannya air laut adalah suci airnya dan halal bangkainya 》 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 14 

[ وَفِي مَاءِ الْبِئْرِ ] حَدِيْثُ سَهْلٍ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ : 《 قَالُوْا يَارَسُوْلَ اللّٰهِ إِنَّكَ تَتَوَضَّأُ مِنْ بِئْرِ بُضَاعَةٍ وَفِيْهَا مَا يُنْجَی النَّاسُ وَالْحَائِضُ وَالْجُنُبُ فَقَالَ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْمَاءُ طَهُوْرٌ لاَ يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ 》 وَ [ مَاءُ النَّهْرِ ] وَ [ مَاءُ الْعَيْنِ ] فِي مَعْنَاهُ : وَأَمَّا [ مَاءُ الثَّلْجِ ] وَ [ مَاءُ الْبَرَدِ ] فَالْأَصْلُ فِيْهِ حَدِيْثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ وَاسْمُهُ عَبْدُ الرَّحْمٰنْ بِنْ صَخَرْ عَلَى الْأَصَحِّ٬ قَالَ :  《 كَانَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَبَّرَ فِي الصَّلاَةِ سَكَتَ هُنَيَّةً قَبْلَ أَنْ يَقْرَأَ فَقُلْتُ : يَارَسُوْلَ اللّٰهِ مَا تَقُوْلُ ؟ قَالَ : أَقُوْلُ : 

[ Dan dalam menggunakan air sumur ] Hadits dari Sahal ra : 《mereka (para sahabat) berkata : Wahai Rasulullah saw, sesungguhnya kamu berwudhu' dari air sumur Budha'ah dan di dalamnya ada orang yang cebok dan orang haidh mandi dan orang junub mandi, maka Rasulullah saw bersabda : air itu suci, tidak akan dinajiskan dari sesuatu》. Dan [ Air Sungai ] dan [ Mata Air ] dalam maknanya sama seperti air laut dan air sungai : Dan adapun [ Air Salju ] dan [Air Embun ] dasar hukum dalam air salju dan air embun adalah Hadits riwayat Abu Hurairah ra dan namanya Abu Hurairah ra adalah Abdurrahman Bin Sakhar atas pendapat yang paling Benar, dia berkata : 《jika Rasulullah saw bertakbir dalam shalat, maka beliau diam sejenak sebelum membaca surat Al-Fatihah, maka aku berkata : Wahai Rasulullah saw, apa yang kamu baca ketika diam diantara takbir dan dan memca Al-Fatihah ? Nabi saw bersabda : aku membaca : 

اَللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ٬ اَللَّهُمَّ نَقِّنِی مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبَ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اَللَّهُمَّ اغْسِلْنِی مِنْ 

Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahanku sebagaimana Engkau jauhkan antara timur dan barat, Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahanku sebagaimana baju putih yang di bersihkan dari kotoran, Ya Allah, cucilah aku dari kesalahanku dari 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 15 

خَطَايَايَ بَمَاءِ الثَّلْجِ وَالْبَرَدِ 》 

Dengan air salju dan air embun》 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 16 

Wallahu A'lam Bish-Showab

Pengertian Thaharah Bagian 02





كِتَابُ الطَّهَارَةِ 

Kumpulan Tentang Kebersihan 



[ اَلْكِتَابُ ] مُشْتَقٌ مِنَ الْكَتْبِ وَهُوَ الضَّمُّ وَالْجَمْعُ يُقَالُ تَكْتُبُ بَنُوْ فُلاَنْ : إِذَا اجْتَمَعُوْا وَمِنْهُ كَتِيْبَةُ الرَّمْلِ 

Lafadz [ AL-KITABU ] berasal dari lafadz AL-KATBU adalah mengumpulkan dan menghimpun, dikatakan : Taktubu Banuu Fulan : jika mereka Banu Fulan berkumpul dan darinya tumpukan pasir 

وَ [ الطَّهَارَةُ ] فِي اللُّغَةِ النَّظَافَةُ تَقُوْلُ طَهَرْتُ الثَّوْبَ، أَيْ : نَظَفْتُهُ 

Dan [ ATH-THAHARATU ] dalam bahasa adalah kebersihan, kamu mengatakan : saya mencuci baju, maksudnya : membersihkannya 

وَفِي الشَّرْعِ عِبَارَةٌ عَنْ رَفَعِ الْحَدَثِ أَوْ إِزَالَةِ النَّجْسِ أَوْ مَا فِي مَعْنَاهُمَا أَوْ عَلَى صُوْرَتِهِمَا كَالْغَسْلَةِ الثَّانِيَةِ وَالثَّالِثَةِ وَالْأَغْسَالِ الْمَسْنُوْنَةِ وَتَجْدِيْدِ الْوُضُوْءِ وَالتَّيَمُّمِ وَغَيْرُ ذَلِكَ مِمَّا لاَ يَرْفَعُ حَدَثًا وَلاَ يَزِيْلُ نَجْسًا وَلَكِنَّهُ فِي مَعْنَاهُ قَالَ 

Dan dalam Syari'at adalah suatu istilah dari mengangkat hadats atau menghilangkan najis atau sesuatu yang ada dalam makna keduanya atau sesuatu yang ada atas bentuk keduanya, seperti membasuh kedua dan yang ketiga dan mandi yang di sunahkan dan memperbaharui wudhu' dan bertayammum selain hal itu, dari apa yang tidak akan mengangkat hadats dan tidak menghilangkan najis dan tapi serupa dalam makna perkataannya. 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 13 

Wallahu A'lam Bish-Showab 

Kamis, 06 April 2017

Kata Pengantar Bagian 01






كفاية الأخيار في حل غاية الإختصار

تأليف

تقي الدين أبي بكر بن محمد الحسيني الحصيني الدمشقي الشافعي


=============================================







KATA PENGANTAR


بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ 

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang 


اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي خَلَقَ الْمَوْجُوْدَاتِ مِنْ ظُلُمَةِ الْعَدَمِ بِنُوْرِ الْإِيْجَادِ وَجَعَلَهَا دَلِيْلاً 

Segala puji kepada Allah yang telah menciptakan hal-hal yang ada dari kegelapan ketiadaan dengan cahaya penciptaan dan telah menjadikannya sebagai petunjuk 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 05 

عَلَى وَحْدَانِيَّتِهِ لِذَوِي الْبَصَائِرِ إِلَى يَوْمِ الْمَعَادِ، وَشَرَعَ شَرْعًا اِخْتَارَهُ لِنَفْسِهِ، وَأَنْزِلَ بِهِ كِتَابَهُ وَأَرْسَلَ بِهِ سَيِّدَ الْعُبَادِ، فَأَوْضَحَ لَنَا مَحَجَّتَهُ وَقَالَ هَذِهِ سَبِيْلَ الرَّشَادِ. صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ وَعَلَى آلِهِ وَأَتْبَاعِهِ وَصَلاَةً زَكِيَّةً بِلاَ نَفَادِ 

atas ke esaan Allah untuk orang memiliki pikiran menuju kepada hari kembali dan Allah telah mensyari'atkan suatu syari'at yang telah di pilih-Nya untuk diri-Nya dan Allah menurunkan dengannya yaitu Al-Kitab (Al-Qur'an) dan mengutus dengannya yaitu tuannya para hamba, maka ia telah menjelaskan kepada kami yaitu hujjah-Nya dan ia berkata : ini adalah jalan kebenaran, semoga Allah memberi Rahmat atas Nabi saw dan memberi keselamatan atas Nabi saw dan atas keluarganya dan pengikut-pengikutnya dan rahmat yang suci dengan tanpa habis 

( وَبَعْدُ ) : فَإِنَّ الْأَنْفَسِ الزَّكِيَّةِ، اَلطَّالِبَةِ لِلْمُرَاتِبِ الْعَلِيَّةِ. لَمْ تَزَلَ تَدْأَبُ فِي تَحْصِيْلِ الْعُلُوْمِ الشَّرْعِيَّةِ 

(Dan berikutnya) : maka sesungguhnya jiwa yang suci dan meminta kepada kedudukan yang tinggi, tidak terputus dengan membiasakan dalam mengumpulkan ilmu syari'at  

وَمِنْ جُمْلَتِهَا مَعْرِفَةُ الْفُرُوْعِ الْفِقْهِيَّةِ. لِأَنَّ بِهَا تَنْدَفِعُ الْوَسَاوِسُ الشَّيْطَانِيَّةِ، وَتَصِحُّ الْمُعَامَلاَتِ وَالْعِبَادَاتِ الْمَرْضِيَّةِ 

Dan dari jumlahnya mengetahui cabang-cabang fiqih, karena sesungguhnya dengan mengetahui cabang fiqih, maka kamu dapat menghindari gangguan syetan dan menjadi sah perbuatan dan ibadah agar di ridahai 

وَنَاهِيْكَ بِالْفِقْهِ شَرَفًا قَوْلُ سَيِّدِ السَّابِقِيْنَ واللاَّحِقِيْنَ. صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ : 《مَنْ يُرِدِ اللّٰهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ》. وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللّٰهُ تَعَالَى عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : 《مَا عُبِدَ اللّٰهُ سُبْحَانَهُ بِشَيْءٍ أَفْضَلَ مِنْ فِقْهٍ فِي الدِّيْنِ》 وَعَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرْ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى : ﴿ وَاؐصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ اؐلَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ 

Dan terkecuali dengan fikih kemuliaan, perkataan tuannya yang lebih dahulu dan yang selanjutnya, Nabi saw bersabda : 《barangsiapa yang Allah kehendaki dengannya kebaikan, maka Allah akan memberi kefahaman dalam agama》. Dan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : 《tidaklah disembah Allah yang maha Suci dengan sesuatu yang lebih baik dari memahami dalam agama》 dan dari Yahya Bin Abi Katsir dalam menafsirkan firman-Nya Allah Ta'ala : ﴾Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 06 

رَبَّهُمْ بِالْغَدَوٰةِ وَاؐلْعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهُۖۥ ﴾ قَالَ مَجَالِسُ الذِّكْرِ 

kepada Tuhan-Nya di pagi hari dengan mengharap keridhaan-Nya﴿ Ibnu Abi Katsir berkata : berkumpullah di majlis dzikir 

قَالَ عَطَاءْ فِي قَوْلِهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : 《إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوْا》. قَالُوْا يَا رَسُوْلُ اللّٰهِ : وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ ؟ قَالَ : 《حِلَقُ الذِّكْرِ》 

Berkata 'Atha' dalam sabdanya Nabi saw : 《jika kamu melewati dengab taman surga, maka kalian memetik buahnya》 mereka berkata, wahai Rasulullah : dan apa taman surga itu ? 《Taman surga itu adalah lingkaran majlis dzikir》 

قَالَ عَطَاءْ اَلذِّكْرِ هُوَ مَجَالِسِ الْحَلاَلِ وَالْحَرَامِ. كَيْفَ تَشْتَرِي كَيْفَ تَبِيْعُ وَتُصَلِّي، وَتَصُوْمُ وَتَحُجَّ، وَتَنْكِحُ وَتُطَلِّقُ وَأَشْبَاهُ ذَلِكَ 

'Atha' berkata bahwa dzikir adalah majlis yang menjelaskan tentang halal dan haram dan bagaimana kamu membeli dan bagaimana kamu menjual dan kamu shalat dan kamu berpuasa dan kamu hajji dan kamu menikah dan kamu bercerai dan yang menyerupainya hal itu 

وَقَالَ سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةْ : لَمْ يُعْطَ أَحَدٌ بَعْدَ النُّبُوَّةِ أَفْضَلَ مِنَ الْعِلْمِ وَالْفِقْهِ فِي الدِّيْنِ 

Dan Sufyan bin 'Uyainah berkata : belum di berikan satupun setelah kenabian yang lebih utama dari ilmu dan memahami dalam agama 

وَقَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ وَأَبُوْ ذَرٍّ رَضِيَ اللّٰهُ تَعَالَى عَنْهُمَا بَابٌ مِنَ الْعِلْمِ نَتَعَلَّمُهُ أَحَبُّ إِلَيْنَا مِنْ أَلْفِ رَكْعَةٍ تَطَوُّعًا. وَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللّٰهُ 

Dan Abu Hurairah dan Abu Dzar ra. Satu bab saja dari ilmu yang kami pelajarinya, maka lebih kami cintai dari seribu raka'at shalat sunnah Dan 'Umar ra berkata : 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 07 

تَعَالَى عَنْهُ : لَمَوْتِ أَلْفِ عَابِدٍ قَائِمٍ اللَّيْلَ صَائِمٍ النَّهَارَ أَهْوَنُ مِنْ مَوْتِ الْعَالِمِ الْبَصِيْرِ بِحَلاَلِ اللّٰهِ تَعَالَى وَحَرَامَهِ 

Sungguh benar-benar mati seribu orang yang mengabdi pada malamnya bangun dan pada siangnya berpuasa, maka lebih ringan dari kematian orang yang berilmu yang mampu melihat dengan kehalalan Allah Ta'ala dan yang di haramkannya 

وَالْآيَاتُ وَالْأَخْبَارُ وَالْآثَارُ فِي ذَلِكَ كَثِيْرَةُ 

Dan Al-Qur'an dan Hadits dan Ats-tsar dalam hal itu sangat banyak 

فَإِذَا كَانَ الْفِقْهُ بِهَذِهِ الْمَرْتَبَةِ الشَّرِيْفَةِ. وَالْمَزَايَا الْمُنِيْفَهُ. كَانَ الْاِهْتِمَامِ بِهِ فِي الدَّرَجَةِ الْأُوْلَى. وَصَرْفُ اَلْأَوْقَاتِ النَّفِيْسَةِ بَلْ كُلُّ الْعُمُرِ فِيْهِ أُوْلَى، لِأَنَّ سَبِيْلَهُ سَبِيْلُ الْجَنَّةِ. وَالْعَمَلُ بِهِ حِرْزٌ مِنَ النَّارِ وَجُنَّةِ 

Maka jika ada ilmu fikih dengan ini kedudukan yang mulia dan kelebihan yang agung. Ada ilmu fiqih yang dinperhatikan denganya dalam derajat pertama dan menghabiskan beberapa waktunya yang bernilai bahkan setiap umur dalam memahami fiqih, maka itu lebih utama, karena sesungguhnya jalannya adalah jalan ke surga dan melakukan dengannya dapat memelihara dari neraka dan perisai neraka 

وَهَذَا فِيْمَنْ طَلَبُهُ لِلتَّفَقُّهُ فِي الدِّيْنَ عَلَى سَبِيْلِ النَّجَاةِ لِقَصْدِ التَّرَفُعِ عَلَى الْأَقْرَانَ وَالْمَالَ وَالْجَاهِ، قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : 《مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللّٰهِ تَعَالَى لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيْبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ 

Dan ini pada orang mencarinya untuk di setujuinya dalam agama atas jalan keselamatan untuk tujuan mengangkat harga diri atas teman-teman dekatnya dan harta dan kehormatan, Rasulullah saw bersabda : 《barangsiapa yang menuntut ilmu dimana yang di inginkan dengannya pada sisi Allah Ta'ala, ia tidak mempelajarinya kecuali untuk tujuan mendapatkan dengannya bagian dari dunia, 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 08 

يَوْمَ الْقِيَامَةِ》 [ يَعْنِي رِيْحَهَا ] 

maka ia tidak akan mendapatkan bau surga pada hari qiamatِ》 [ yakni baunya surga ] 

وَقَالَ عَلَيْهِ أَفْضَلُ الصَّلاَةِ وَالسَّلاَمْ : 《مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لَيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يُكَاثِرَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ يَصْرِفَ وُجُوْهَ النَّاسِ إِلَيْهِ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ》 وَرَدَ مِنْ رِوَايَةِ كَعَبْ بْنُ مَالِكْ وَقَالَ : 《أَدْخَلَهُ اللّٰهُ النَّارَ》 عَافَانَا اللّٰهُ الْكَرِيْمِ مِنْ ذَلِكَ 

Dan Nabi 'Alaihi Afdhalus Shalati Was Salam bersabda : 《barangsiapa yang mencari ilmu dengan niat untuk membanggakan dengannya di hadapan orang-orang bodoh atau mendebatkan dengannya pada para ulama' atau akan memalingkan wajah-wajah manusia kepadanya, maka akan menempati posisi tempat duduknya dari api neraka》 dinyatakan dari riwayat Ka'ab bin Malik dan dikatakan : 《Allah akan memasukkannya ke neraka》 semoga Allah yang Maha Pemurah melindungi kita dari hal itu 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 09 

اِعْلَمْ أَنَّ طُلاَبُ الْعِلْمِ مُخْتَلِفُوْنَ بِاخْتِلاَفِ مَقَاصِدِهِمْ، وَهِمَمُهُمْ مُخْتَلِفَةٌ بِاخْتِلاَفِ مَرَاتِبِهِمْ فَهَذَا يَطْلُبُ الْغَوْصَ فِي الْبَحْرِ وَنَحْوِهِ لِنَيْلِ الدُّرَرِ الْكِبَارِ، وَهَذَا يَقْنِعُ بِمَا يَجِدُ فِي 《غَايَةِ الْاِخْتِصَارِ》 

Ketahulah sesungguhnya orang yang mencari ilmu adalah mereka berbeda-beda dengan perbedaan tujuan mereka dan keraguan mereka yang berbeda dengan perbedaan derajat mereka, maka inilah akan mencari yang dapat menenggelamkan ketenangan diri di laut dan yang menyerupainya untuk mendapatkan mutiara-mutiara yang besar dan ini yang menjadi puas dengan apa yang di dapatkan dalam kitab 《GHAYATIL IKHTISHAR》 

ثُمَّ هَذَا الْقَانِعُ صَنَفَانِ : أَحَدُهُمَا ذُوْ عِيَالٍ قَدْ غَلَبَهُ الْكَدِّ، وَالْآخَرُ مُتَوَجَّهُ إِلَى اللّٰهِ تَعَالَى بِصِدْقٍ وَجِدٍّ. فَلاَ الْأَوَّلُ يَقْدِرُ عَلَى مُلاَزِمَةُ الْخِلَقَ، وَالسَّالِكُ مَشْغُوْلٌ بِمَا هُوَ بِصَدَدِهِ لَيْلَةٌ وَنَهَارِهِ مَعَ نَفْسِهِ فِي قَلَقٍ، فَأَرَدْتُ رَاحَةً كُلِّ مِنْهُمَا بِبَقَاءِ مَا هُوَ عَلَيْهِ وَتَرْكِ سَعِى كُلِّ مِنْهُمَا فِيْمَا تَدْعُو الْحَاجَةِ إِلَيْهِ وَأَرْجُوْ مِنَ اللّٰهِ الْعَزِيْزِ الْقَدِيْرِ 

Kemudian orang yang merasa cukup ini ada dua jenis : salah satu diantara keduanya memiliki pendukung, sungguh di kuasai pekerjaannya dan yang lain menuju kepada Allah Ta'ala dengan kejujuran dan keseriusan, maka yang pertama itu tidak akan mampu atas keperluan  yang dapat menghasilkan dan yang menempuh kesibukan dengan apa yang dia kerjakan pada malam dan siangnya bersama dirinya dalam kegelisahan, maka aku ingin istirahatnya setiap dari keduanya dengan tetap membaca apa yang atas kitab ini dan meninggalkan kesibukan dirinya pada setiap dari keduanya, dalam apa yang dapat membiarkan kebutuhan kepadanya dan saya berharap dari Allah Maha Perkasa dan Maha Mampu 

تَسْهِيْلَ مَا يَحْصِلَ بِهِ الْإِيْضَاحُ وَالتَّيْسِيْرِ. فَإِنَّهُ رَجَاءُ الرَّاجِيْنَ. وَجَابِرِ الضُّعَفَاءِ وَالْمُنْكَسِرِيْنَ، وَوَسَمْتُ كِتَابِي هَذَا بِ 《كِفَايَةِ الْأَخْيَارِ فِي حَلِّ غَايَةِ الْإِخْتِصَارِ》 وَأَسْأَلُ اللّٰهَ الْعَظِيْمِ الْغَفَّارِ 

memudahkan apa yang akan menghasilkan dengannya penjelasan dan mudah, maka sesungguhnya itu adalah harapan orang-orang yang berharap dan memulihkan orang-orang yang lemah dan orang-orang yang di kalahkan dan saya memberi nama kitab ini dengan 《KIFAYATIL AKHYAR FII HALLI GHAYATIL IKHTISHAR》 dan saya memohon kepada Allah yang Maha Agung dan yang Maha Pengampun  

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 10 

الْعَفْوَ عَنِّي وَعَنْ أَحِبَّائِي مِنْ مَكْرِهِ وَغَضَبِهِ وَعَذَابِ النَّارِ، إِنَّ عَلَى مَا يَشَاءُ قَدِيْرُ، وَبِالْإِيْجَابَةُ جَدِيْرُ. قَالَ الشَّيْخُ : 

Semoga Allah memaafkan dari saya dan dari orang-orang yang sayabcintai dari kebenciannya dan kemarahannya dan siksa neraka, sesungguhnya atas apa yang dia mampu di kehendaki dan dengan pernyataan yang pantas. Syekh Suja' ra berkata : 

﴿ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ﴾ 

﴾ Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, segala puji bagi Allah Tuhan sekalian alam ﴿ 

[ اَلْحَمْدُ ] هُوَ الثَّنَاءُ عَلَى اللّٰهِ تَعَالَى بِجَمِيْلِ صِفَاتِهِ الذَّاتِيَّةِ وَغَيْرِهَا، وَالشُّكْرُ هُوَ الثَّنَاءِ عَلَيْهِ بِإِنْعَامِهِ، وَلِهَذَا يَحْسُنُ أَنْ تَقُوْلُ : حَمِدْتُ فُلاَنًا عَلَى عِلْمِهِ وَسَخَائِهِ وَلاَ تَقُوْلُ : شَكَرْتُهُ عَلَى عِلْمِهِ، فَكُلُّ شُكْرٍ حَمْدٌ وَلَيْسَ كُلُّ حَمْدٍ شُكْرًا، وَقِيْلَ غَيْرُ ذَلِكَ 

Lafadz [ AL-HAMDU ] adalah pujian atas Allah Ta'ala dengan keindahan sifat-sifat-Nya dan Dzatiyyah dan yang lainnya dan lafadz [ ASY-SYUKRU ] adalah pujian atas-Nya dengan nikmat-Nya dan karena ini akan menjadi baik jika kamu berkata : saya menyanjung Fulan atas pengetahuannya dan kedermawanannya dan jangan kamu berkata : saya memujinya atas penhetahuannya, maka setiap Syukur adalah pujian dan bukan setiap pujian adalah Syukur dan dikatakan bukan seperti hal itu 

[ لِلّٰهِ ] اَللاَّمُ فِي الْاِسْمِ الْكَرِيْمِ لِلْاِسْتِحْقَاقِ مَا تَقُوْلُ الدَّارِ لِزَيْدٍ، وَأُضِيْفَ الْحَمْدُ إِلَى هَذا الْاِسْمِ الْكَرِيْمِ دُوْنَ بَقِيَّةِ الْأَسْمَاءِ لِأَنَّهُ اِسْمُ ذَاتٍ وَلَيْسَ بِمُشْتَقِ، واَلْمُحَقِّقُوْنَ عَلَى أَنَّهُ مُشْتَقِ 

Lafadz [ ALLAH ] huruf Lam dalam nama Allah yanh Maha Mulia adalah untuk kelayakan pemberian terhadap apa yang kamu katakan adalah rumah itu untuk zaid dan menggabungkan lafadz AL-HAMDU kepada nama Allah ini yang Maha Mulia tanpa melebihkan nama-nama Allah, karena sesungguhnya itu nama Dzat Allah dan bukan nama dengan yang di bentuk dari kata lain dan orang-orang yang mentahkik kebenaran atas nama Allah yang Mulia adalah bahwasannya nama Allah itu ada bentuknya dari kata lain 

[ رَبُّ الْعَالَمِيْنَ ] اَلرَّبُّ يَكُوْنُ بِمَعْنَى الْمَالِكِ وَيَكُوْنُ بِمَعْنَى التَّرْبِيَّةِ وَالْإِصْلاَحِ ، لِهَذَا يُقَالُ رَبِّى فُلاَنُ الضَّيْعَةِ : أَيْ : أَصْلَحَهَا فَاللّٰهُ تَعَالَى مَالِكُ الْعَالَمِيْنَ وَمُرَبِّيْهِمْ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى، وَالْعَالَمِيْنَ جَمْعُ عَالَمْ لاَ وَاحِدُ لَهُ مِنْ لَفْظِ، وَاخْتِلَفَ الْعُلَمَاءَ فِيْهِمْ فَقِيْلَ هُمُّ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ قَالَهُ ابْنُ عَبَّاسْ، وَقِيْلَ جَمِيْعُ الْمَخْلُوْقِيْنَ. قَالَهُ قَتَادَةِ وَالْحَسَنِ وَمُجَاهِدِ 

Lafadz [ RABBUL 'ALAMIN ] huruf Ra' kalimat RABBU dengan makna pemilik dan RABB ada dengan makna pendidikan dan perbaikan karena dasar ini dikatakan : Fulan telak mendidik dari desa-desa kecil, maksudnya : Memperbaikinya, maka Allah Ta'ala adalah pemilik sekalian alam dan Tuhan mereka yang Maha Suci dan Maha Tinggi dan lafadz [ AL-'ALAMIINA ] adalah jama' dari 'alam yang tidak ada satu jama' kepadanya dari lafadz tersebut dan berbeda pendapat ulama' dalam lafatdz 'ALAMIINA, maka di katakan mereka 'ALAMIINA adalah manusia dan jin, perkataannya ibnu 'Abbas dan di katakan 'ALAMIINA adalah semua makhluk-makhluk Allah, perkataannya Qatadah dan Al-Hasan dan Mujahid 

قَالَ : وَصَلَّى اللّٰهُ عَلَى مُحَمَّدٍ خَاتَمِ النَّبِيِّيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ : 

Syekh Taqiyuddin berkata : dan Allah bershalawat atas Nabi Muhammad penutup para Nabi dan atas keluarganya dan para shahabat semuanya : 

اَلصَّلاَةُ مِنَ اللّٰهِ اَلرَّحْمَةِ، وَمِنَ الْمَلاَئِكَةِ الْاِسْتِغْفَارِ وَمِنَ الْآدَمِي تَضَرُّعُ وَدُعَاءٌ، وَسُمِّيَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ مُحَمَّدًا لِكَثْرَةٍ خِصَالِهِ الْمَحْمُوْدَةِ، وَاخْتُلِفَ فِي الْآلِ فَقِيْلَ هُمْ بَنُوْ هَاشِمْ وَبَنُو الْمُطَّلِبْ وَهَذَا مَا اِخْتَارَهُ اَلشَّافِعِي وَأَصْحَابُهُ، وَقِيْلَ هُمْ عِتْرَتُهُ وَأَهْلُ بَيْتِهِ، وَقِيْلَ آلِهِ جَمِيْعُ أُمَّتِهِ وَاخْتَارُهُ جَمْعُ مِنَ الْمُحَقِّقِيْنَ وَمِنْهُمْ اَلْأَزْهَرِيْ 

Shalawat dari Allah adalah Rahmat dan dari Malaikat adalah istighfar dan dari anak cucu Adam adalah permohonan dan do'a dan dinamakan Rasulullah saw di puji karena banyaknya karakter yang terpuji dan di perselisihkan dalam keluarganya, maka dikatakan : mereka adalah keluarga Bani Hasyim dan keluarga Bani Muthalib dan ini adalah apa yang di pilih imam Syafi'i dan Sahabatnya dan di katakan : mereka adalah keluarganya dan ahli baitnya dan di katakan : keluarganya adalah semua ummatnya dan memilihnya segolongan dari para ahli tahkik dan dari mereka adalah imam Al-Azhari 

[ وَالْأَصْحَابُ ] جَمْعُ صَاحِبٍ، وَهُوَ كُلُّ مُسْلِمٍ رَأَى النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ وَصَحِبَهُ وَلَوْ سَاعَةٍ، وَقِيْلَ مَنْ طَالَتْ صُحْبَتُهُ وَمُجَالَسَتُهُ ، وَالْأَوَّلُ هُوَ الرَّاجِحُ عِنْدَ الْمُحَدَثِّيْنَ، وَالثَّانِی هُوَ الرَّاجِحُ عِنْدَ الْأُصُوْلِيْنَ 

Lafadz [ WAL-ASHHABU ] adalah jama' dari lafadz SHOOHIBIN dan SHAHABAT adalah setiap muslim yang melihat Nabi saw dan menemaninya dan walaupun sejam dan di katakan : barangsiapa yang ia lama pertemanannya dan menjadi teman duduknya dan pertama adalah lebih di sukai oleh ahli muhaddits dan yang kedua adalah lebih di sukai oleh ahli usul fiqih 

قَالَ الشَّيْخُ : سَأَلَنِي بَعْضُ أَصْدِقَائِي حَفِظَهُمُ اللّٰهُ تَعَالَى أَنْ أَعْمَلَ مُخْتَصَرًا فِي الْفِقْهِ عَلَى مَذْهَبِ 

Syekh Abu Suja' ra berkata : telah meminta kepada saya sebagian teman-teman saya semoga Allah Ta'ala melindungi mereka, untuk saya kerjakan sebuah ringkasan dalam ilmu fiqih atas Madzhab 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 11 

اَلْإِمَامِ الشَّافِعِيِّ فِي غَايَةِ الْإِخْتِصَارِ وَنِهَايَةِ الْإِيْجَازِ يَخِفُّ عَلَى الطَّالِبِ فَهْمُهُ وَيَسْهُلُ عَلَى الْمُبْتَدَئِ حِفْظُهُ وَأَنْ أُكْثِرَ فِيْهِ مِنَ التَّقْسِيْمَاتِ وَحَصْرِ الْخِصَالِ فَأَجَبْتُهُ إِلَى ذَلِكَ طَالِبًا لِلثَّوَابِ. رَاغِبًا إِلَى اللّٰهُ سُبْحَانَهُ فِي التَّوْفِيْقِ لِلصَّوَابِ. إِنَّهُ عَلَى مَا يَشَاءُ قَدِيْرٌ . وَبِعِبَادِهِ خَبِيْرٌ بَصِيْرٌ 

Imam Syafi'i dalam tujuan yang lebih ringkas dan pada akhirnya sangat singkat yang akan ringan atas orang-orang yang mrmpelajari dan memahaminya dan akan mudah atas orang-orang pemula menghafalkannya dan untuk lebih banyak dalam meringkas dari bagian-bagiannya dan membatasi karakter, maka saya menjawabnya kepada hal itu mencari untuk pahala agar orang-orang yang mepelajari berharap kepada Allah Subhanahu dalam petunjuk untuk kebenaran, sesungguhnya Dia Maha mampu atas apa yang di kehendaki dan terhadap hamba-hambanya dan yang Maha Mengetahui dan yang Maha Melihat 


اَلْمُخْتَصَرُ : مَا قَلَّ لَفْظُهُ وَكَثُرَتْ مَعَانِيَهُ 

Maksud AL-MUKHTASHOR adalah apa yang sedikit lafadz-nya dan ia banyak maknanya 


وَ [ مَذْهَبُ الشَّافِعِي ] طَرِيْقَتُهُ، وَالشَّافِعِي مَنْسُوْبٌ إِلَى جَدِّهِ شَافِعِ، وَكُنْيَتُهُ أَبُوْ عَبْدِ اللّٰهْ، وَاسْمُهُ مُحَمَّدْ بِنْ إِدْرِيسْ بِنْ اَلْعَبَّاسْ بِنْ عُثْمَانْ بِنْ شَافِعِ بِنْ اَلسَّائِبْ بِنْ عُبَيدْ بِنْ يَزِيدْ بِنْ هَاشِمْ بِنْ اَلْمُطَّلِبْ بِنْ عَبْدِ مَنَافْ، وَيَلْتَقِيْ مَعَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ فِي عَبْدِ مَنَافْ، فَإِنَّهُ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ مُحَمَّدٌ بِنْ عَبْدِ اللّٰهْ بِنْ عَبْدِ الْمُطَّلِبْ بِنْ هَاشِمْ بِنْ عَبْدِ مَنَافْ، وَالنِّسْبَةُ الصَّحِيْحَةٌ إِلَيْهِ شَافِعِي، وَشَفْعَوِي لَحْنٌ، وَغَايَةُ الشَّيْءِ مَعْنَاهَا تَرَتَّبُ الْأَثَرِ عَلَى ذَلِكَ الشَّيْءِ كَمَا تَقُوْلُ غَايَةُ الْبَيْعُ الصَّحِيْحِ حَلُّ الْاِنْتِفَاعِ بِالْمَبِيْعِ 

Dan [ Madzhab Asy-Syafi'i ] adalah jalannya Madzhab Syafi'i dan lafadz ASY-SYAFI'I dinisbatkan kerpada kakeknya yang bernama Syafi' dan nama gelarnya adalah Abu 'Abdillah dan namanya adalah Muhammad Bin Idris Bin 'Abbas Bin 'Utsman Bin Syafi' Bin Saib Bin 'Ubaid Bin Yazid Bin Hasyim Bin Al-Muthalib Bin 'Abdi Manaf dan bertemu nasabnya bersama Rasulullah saw di 'Abdi Manaf, maka sesungguhnya nama Nabi saw adalah Muhammad Bin 'Abdillah Bin 'Abdil Muthalib Bin Hasyim Bin 'Abdi Manaf dan nisbat ini yang benar kepada Asy-Syafi'i dan penisbatan Syaf'awi adalah kesalahan tata bahasa dan tujuan suatu maknanya yang di akibatkan dampak atas sesutu itu sebagaimana kamu katakan : tujuan jual beli yang benar adalah di halalkan mengambil manfaat dengan barang yang di jual belikan 


وَ [ غَايَةُ ] الصَّلاَةُ الصَّحِيْحَةُ إِجْزَاؤُهَا وَعَدَمِ الْقَضَاءِ، وَالْمُرَادُ هِنَا نِهَايَةٌ وَجَازَةِ اللَّفْظِ 

Dan [ tujuan ] salat yang benar adalah melaksanakannya secara sempurna dan ketiadaan mengkoda' ulang dan maksudnya di sini dan mengakhiri singkatan kata 


وَ [ التَّوْفِيْقِ ] هُوَ خَلْقُ قُدْرَةِ الطَّاعَةِ بِخِلاَفِ الْخِذْلاَنِ فَإِنَّهُ خَلْقُ قُدْرَةِ الْمَعْصِيَةِ 

Dan [ petunjuk ] adalah menciptakan kemampuan pada ketaatan berlawanan ketergelinciran, maka sesungguhnya menciptakan kemampuan pada kemaksiatan 


وَ [ الصَّوَابِ ] ضِدُّ الْخَطَأْ. وَاللّٰهُ أَعْلَمْ 

Dan [ kebenaran ] adalah kebalikan dari kesalahan. Dan Allah yang lebih mengetahui 

KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 12 


Wallahu A'lam Bish-Showab

Syarat Benda Yang Boleh Di Gunakan Untuk Cebok Bagian 50

SYARAT-SYARAT BENDA YANG BOLEH DI GUNAKAN UNTUK BERISTINJA' ( CENOK ) وَاعْلَمْ أَنَّ كُلَّ مَا هُوَ فِی مَعْنَى ال...