BATASAN AIR BISA MENJADI NAJIS
وَقَالَ مَالِكْ رَحِمَهُ اللّٰهُ تَعَالَى : اَلْمَاءُ الْقَلِيْلُ لاَ يَنْجَسُ إِلاَّ بِالتَّغَيُّرِ كَالْكَثِيْرُ وَهُوَ وَجْهٌ فِي مَذْهَبِنَا وَاخْتَارَهُ الرُّوْيَانِيُّ وَفِي قَوْلِ قَدِيْمِ أَنَّ الْمَاءَ الْجَارِي لاَ يَنْجُسُ إِلاَّ بِالتَّغَيُّرِ وَاخْتَارَهُ جَمَاعَةٌ مِنْهُمُ الْغَزَالِي وَالْبَيْضَاوِي فِي كِتَابِهِ غَايَةِ الْقَصْوَى وَهُوَ قَوِيٌّ مِنْ حَيْثُ النَّظَرَ
Dan berkata Imam Malik ra : air yang sedikit tidak akan menjadi najis kecuali dengan berubah, seperti air banyak dan ini adalah pandangan pendapat dalam madzhab kami, dan ini di pilihnya oleh Imam Ar-Ruyani. Dan dalam Qaul Qadim ada penjelasan bahwa air yang mengalir tidak akan menjadi najis kecuali dengan berubah, dan ini dipilihnya oleh sekelompok ulama' dari mereka, seperti : Imam Ghazali dan Al-Baidhawi dalam kitabnya 《 GHAYATUL QASWAH 》 dan ini menjadi kuat dari segi dalil yang di lihatnya
KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 24
لِأَنَّ دَلاَلَةَ 《 خَلَقَ اللّٰهُ الْمَاءَ طَهُوْرًا 》 دَلاَلَةَ نُطْقِ وَهِيَ أَرْجَحُ مِنْ دَلاَلَةِ الْمَفْهُوْمِ
karena sesungguhnya ada dalil Hadits Nabi saw : 《 Allah menjadikan air yang suci mensucikan 》 ini adalah dalil yang di ucapkan dan dalil tersebut mungkin lebih kuat dari dalil yang di fahami
فِي قَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ : 《 إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ 》 اَلْحَدِيثْ
Dalam Sabdanya Nabi saw : 《 Jika air telah sampai dua qullah 》. Al-Hadits
وَأَمَّا الْكَثِيْرُ وَهُوَ قُلَّتَانِ فَصَاعَدًا فَلاَ يَنْجُسُ إِلاَّ بِالتَّغَيُّرِ بِالنَّجَاسَةِ لِقَوْلِهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : 《 خَلَقَ اللّٰهُ الْمَاءُ طَهُوْرًا 》 اَلْحَدِيثْ
Dan adapun air yang banyak adalah air yang mencapai dua kullah, maka tidak najis kecuali beribah dengan najis, karena Sabdanya Nabi saw : 《 Allah menjadikan air yang suci mensucikan 》. Al-Hadits
وَالْإِجْمَاعُ مُنْعَقِدٌ عَلَى نَجَاسَتِهِ بِالتَّغَيُّرِ ثُمَّ لاَ فَرْقَ بَيْنَ التَّغَيُّرِ الْيَسِيْرِ وَالْكَثِيْرِ سَوَاءٌ تَغَيَّرَ الطَّعْمُ اَوِ اللَّوْنُ اَوِ الرَّائِحَةُ وَهَذَا لاَ اخْتِلاَفَ فِيْهِ هُنَا بِخِلاَفِ مَا مَرَّ فِى التَّغَيُّرِ بِالطَّاهِرِ وَسَوَائٌ كَانَتِ النَّجَاسَةِ الْمُلاَقِيَةِ لِلْمَاءِ مُخَالَطَةً أَوْ مَجَاوِرَةً وَفِي وَجَيْهٍ شَاذٍ أَنَّ النَّجَاسَةِ الْمُجَاوِرَةَ لاَ تُنَجِّسُهُ
Dan Ijma' Ulama' adalah menyimpulkan atas najisnya air dengan berubah, tidak dapat di bedakan antara berubah yang sedikit dan yang banyak, sama yang berubah rasanya atau warnanya atau baunya dan hukum ini tidak ada perselisihan pendapat di dalamnya, disini tidak sama dengan apa yang telah di terangkan tentang berubahnya dengan air suci dan sama saja ada benda najis bertemu pada air yang bercampur atau mendampingi dan di dalam pandangan pendapat yang tidak boleh di pegang bahwa air yang mendampingi air, maka tidak menajiskannya
وَقَوْلُهُ : [ حَلَّتْ فِيْهِ نَجَاسَةٌ ] اِحْتَرَزَ بِهِ عَمَّا لَوْ تَرَوَّحَ الْمَاءُ بِجِيْفَةٍ مُلَقَّاةِ عَلَى شَطِّ الْمَاءِ فَإِنَّهُ لاَ يُنَجِّسُ لِعَمِ الْمُلاَقَاةِ
Dan perkataannya Al-Mushonnif : bertempat di dalamnya air najis, maka berhati-hatilah dengannya dari suatu benda yang seandainya air itu terpengaruh bau dengan bangkai yang di buang atas pinggiran air, maka sesungguhnya air itu tidak najis karena melewati bangkai yang telah di buang
وَقَوْلُهُ : [ فَتَغَيَّرَ ] اِحْتَرَزَ بِهِ عَمَّا إِذَا لَمْ يَتَغَيَّرِ الْمَاءُ الْكَثِيْرُ بِالنَّجَاسَةِ وَقَدْ تَكُوْنُ قَلِيْلَةً وَتَسْتَهْلِكُ فِي الْمَاءِ فَإِنَّهُ لاَ يَنْجُسُ وَيَسْتَعْمَلُ جَمِيْعُ الْمَاءِ عَلَى الْمَذْهَبِ الصَّحِيْحِ وَفِي وَجْهِ يَبْقِی قَدْرَ النَّجَاسَةِ وَلَوْ وَقَعَ فِي الْمَاءِ الْكَثِيْرِ نَجَاسَةٌ تُوَافِقُهُ فِي صِفَاتِهِ كَبَوْلِ مُنْقَطِعِ الرَّائِحَةِ فَإِنَّا نُقَدِّرُهُ عَلَى مَا تَقَدَّمُ فِي الطَّاهَرَاتِ
Dan perkataannya Al-Mushonnif : [ Maka Berubah ] berhati-berhati denganya dari air yang tidak berubah pada air yang banya dengan benda najis dan barangkali ada najis sedikit dan hancur di dalam air, maka sesungguhnya air itu tidak najis dan di gunakan semua air atas pendapat madzhab yang shahih dan dalam suatu pandangan pendapat telah di tetapkan ukuran najis dan seandainya ada najis terjatuh ke dalam air yang banyak dan sesuainya dalam sifatnya seperti kencing yang terputus baunya, maka sesungguhnya kami telah mengira kadarnya atas apa yang telah lalu di terangkan dalam masalah benda yang suci
Dan seandainya ada najis jatuh ke dalam air yang banyak berupa najis yang membeku, maka ada dua pendapat yang menunjukkan bahwasannya boleh kepadanya untuk menciduk (mengambil) air di tempat tersebut dari mana saja yang di inginkan dan tidak harus menjauhi benda najisnya, karena sesungguhnya air tersebut suci semuanya. Dan pendapat yang lain : harus menjauhi dari benda najis tersebut yang ukurannya sudah dua qullah dan seandainya berubah sebagian dari air yang banyak, maka menurut pendapat yang ashoh Ar-Rofi'i dalam Kitab 《 SYARAH AL-KABIR 》 semua air yang banya menjadi najis dan menurut pendapa yang ashoh dalam tambahan pada Kitab 《 AR-RAUDHAH 》 jika ada air yang cukup di bawah dua qullah, maka airnya najis dan kecuali air itu ada dua qullah, maka airnya suci dan di anggap rajih oleh Imam Ar-Rifa'i dalam Kitab 《 SYARAH ASH-SHOGHIR 》. Dan Allah lebih mengetahui
Cabang : Didalam tambahan pada Kitab 《 AR-RAUDHAH 》 jika ada yang jatuh kedalam air berupa najis dan dibragukan apakah air itu adalah dua qullah atau tidak ? maka yang di tentukan denganya oleh Imam Mawardi dan yang lainnya adalah bahwa air tersebut ada najisnya untuk membenarkan pada yang najis dan Imam Haramain dalam masalah ini adalah ada kemungkinan dan yang di pilih, tapi yang benar menyetakan dengan kesuciannya karena sesungguhnya air itu suci dan tidak harus ada dari najis yang dapat menajiskan air. Dan Allah lebih mengetahui
KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 25
Wallahu A'lam Bish-Showab
وَلَوْ وَقَعَ فِي الْمَاءِ الْكَثِيْرِ نَجَاسَةٍ جَامِدَةٍ فَقَوْلَانِ الْأَظْهَرُ أَنَّهُ يَجُوزُ لَهُ أَنْ يَغْتَرِفَ مِنْ أَيِّ مَوْضِعٍ شَاءَ وَلَا يَجِبُ التَّبَاعُدُ لِأَنَّهُ طَاهِرَ كُلُّهُ وَالقَوْلُ الآخَرُ أَنَّهُ يَتَبَاعَدُ عَنِ النَّجَاسَةِ قَدْرُ قُلَّتَيْنِ وَلَوْ تَغَيَّرَ بَعْضُ الْمَاءِ الْكَثِيْرُ فَالْأَصَحُّ فِي الرَّافِعِيُّ الْكَبِيْرُ نَجَاسَةِ جَمِيْعِ الْمَاءِ وَالْأَصَحُّ فِي زِيَادَةِ الرَّوْضَة إِنْ كَانَ الْبَاقِي دُوْنَ قُلَّتَيْنِ فَنَجَسٌ وَإِلَّا فَطَاهِرٌ وَرَجَّحَهُ الرِّفَاعِيُّ فِي الشَّرْحِ الصَّغِيْرِ، وَاللّٰهُ أَعْلَمْ
Dan seandainya ada najis jatuh ke dalam air yang banyak berupa najis yang membeku, maka ada dua pendapat yang menunjukkan bahwasannya boleh kepadanya untuk menciduk (mengambil) air di tempat tersebut dari mana saja yang di inginkan dan tidak harus menjauhi benda najisnya, karena sesungguhnya air tersebut suci semuanya. Dan pendapat yang lain : harus menjauhi dari benda najis tersebut yang ukurannya sudah dua qullah dan seandainya berubah sebagian dari air yang banyak, maka menurut pendapat yang ashoh Ar-Rofi'i dalam Kitab 《 SYARAH AL-KABIR 》 semua air yang banya menjadi najis dan menurut pendapa yang ashoh dalam tambahan pada Kitab 《 AR-RAUDHAH 》 jika ada air yang cukup di bawah dua qullah, maka airnya najis dan kecuali air itu ada dua qullah, maka airnya suci dan di anggap rajih oleh Imam Ar-Rifa'i dalam Kitab 《 SYARAH ASH-SHOGHIR 》. Dan Allah lebih mengetahui
فَرْعٌ : فِي زِيَادَةِ الرَّوْضَةِ إِذَا وَقَّعَ فِي الْمَاءِ نَجَاسَةَ وَشْكٍ هَلْ هُوَ قُلَّتَانِ أَمْ لاَ ؟ فَالَّذِي جَزَمَ بِهِ الْمَاوَرْدِي وَغَيْرِهِ أَنَّهُ نَجَسٌ لِتُحَقِّقَ النَّجَاسَةَ وَالْإِمَامِ فِيْهِ اِحْتِمَالٍ وَالْمُخْتَارُ بَلِ الصَّوَابُ الْجَزْمُ بِطَهَارَتِهِ لِأَنَّ الْأَصْلَ طَهَارَتُهُ وَلاَ يَلْزَمُ مِنَ النَّجَاسَةِ التُّنَجِّسُ٬ وَاللّٰهُ أَعْلَمْ
Cabang : Didalam tambahan pada Kitab 《 AR-RAUDHAH 》 jika ada yang jatuh kedalam air berupa najis dan dibragukan apakah air itu adalah dua qullah atau tidak ? maka yang di tentukan denganya oleh Imam Mawardi dan yang lainnya adalah bahwa air tersebut ada najisnya untuk membenarkan pada yang najis dan Imam Haramain dalam masalah ini adalah ada kemungkinan dan yang di pilih, tapi yang benar menyetakan dengan kesuciannya karena sesungguhnya air itu suci dan tidak harus ada dari najis yang dapat menajiskan air. Dan Allah lebih mengetahui
KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 25
Wallahu A'lam Bish-Showab