CARA MENYAMAK KULIT BANGKAI HEWAN DAN TULANGNYA DAN BULUNYA
بَابُ جُلُوْدُ الْمَيِّتَةِ وَعَظَمِهَا
BAB KULIT BANGKAI DAN TULANGNYA
﴿ فَصْلٌ : وَجُلُوْدُ الْمَيِّتَةِ تَطَهَّرَ بِالدَّبَّاغِ إِلَّا جِلْدَ الْكَلْبِ وَالْخِنْزِيْرِ وَمَا تَوَلُّدٌ مِنْهُمَا أَوْ مِنْ أَحَدِهِمَا ﴾
﴾ Fashal : Dan kulit bangkai dapat suci dengan disamak kecuali kulit anjing dan babi dan hewan yang terlahir dari keduanya atau dari salah satunya ﴿
اَلْحَيَوَانُ الَّذِي يُنَجِّسُ بِالْمَوْتِ إِذَا دَبَغَ جَلْدُهُ يُطَهِّرُ بِالدَّبَّاغِ سَوَاءً فِي ذَلِكَ مَأْكُولِ اللَّحْمِ وَغَيْرِهِ
Hewan yang akan najis dengan mati, jika menyamak kulitnya adalah akan suci dengan disamak, sama dalam hal itu yaitu hewan yang di makan dagingnya dan lainnya
وَالْأَصْلُ فِي ذَلِكَ حَدِيثٌ مَيْمُوْنَةُ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهَا حَيْثُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَاتِهَا 《 لَو أَخَذْتُمْ إِهَابَهَا ؟ فَقَالُوْا : إِنَّهَا مَيْتَةٌ٬ فَقَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ : يُطَهِّرُهُ الْمَاءُ وَالْقَرَظُ 》
Dan ashal dalam masalah ini ada hadits dari Maimunah Ra, dimana ia berkata : Nabi saw pernah melewati dalam se ekor kambing yang di seretnya, Nabi saw bersabda : 《 seandainya kalian mengambil kulitnya ? maka mereka berkata : sesungguhnya kambing itu bangkai, maka Rasulullah saw bersabda : sucikanlah kulitnya dengan air dan daun salam 》
وَعَنْ
Dan dari
KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 26
اِبْنُ عَبَّاسْ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمَا أََنَّ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ قَالَ : 《 إِذَا دَبَغَ الْإِيْهَابُ فَقَدْ طَهُرَ 》
Ibnu 'Abbas ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : 《 jika kulit bangkai telah di samak, maka sungguh telah suci 》
ثُمَّ إِذَا دَبَغَ الْجِلْدُ طَهُرَ ظَاهِرِهِ قَطْعًا وَكَذَا بَاطِنُهُ عَلَى الْمَشْهُوْرِ الْجَدِيْدِ فَيُصَلِّي عَلَيْهِ وَفِيهِ وَيُسْتَعْمَلُ فِي الْأَشْيَاءِ الْيَابِسَةِ وَالرَّطِبَةُ وَيَجُوزُ بَيْعُهُ وَهِبَتُهُ وَالْوَصِيَّةُ بِهِ
Kemudian jika menyamak kulit yang suci dzahirnya secara pasti dan begitu juga bagian dalamnya atas pendapat imam Nawawi yang masyhur dan Qaul Jadid Imam Syafi'i, maka shalat di atasnya dan di dalamnya ada kulit yang di samak dan di gunakan pada wadah dalam sesuatu yang kering dan yang basah dan boleh menjualnya dan memberinya dan mewasiatkan dengannya
وَهَلْ يَجُوْزُ أَكْلُهُ مِنْ مَأْكُوْلِ اللَّحْمِ رَجَّحَ الرَّافِعِيُّ بِالْجَوَازِ وَرَجَّحَ النَّوَوِيَّ اَلتَّحْرِيمُ وَيَكُوْنُ الدِّبَّاغُ بِالأَشْيَاءِ اَلْحِرِّيْفَةِ كَالشَّبِ وَالشَّتِّ وَالْقَرْظِ وَقُشُوْرِ الرُّمَّانِ وَالْعَفْصِ
Dan apakah boleh memakannya dari hewan yang di makan dagingnya, yang rajih menurut Ar-Rafi'i adalah dengan membolehkannya, dan yang rajih menurut imam Nawawi adalah di haramkan dan ada kulit yang di samak dengan sesuatu yang pedas, seperti tawas dan biji pala terasa pahit dan daun salam dan kulit buah delima dan kayu
وَيَحْصُلُ الدَّبَّاغُ بِالأَشْيَاءِ الْمُتَنَجِّسَةِ وَالنَّجَسَةِ كَذُرْقِ الْحَمَامْ عَلَى الْأَصَحُّ وَلَا يَكْفِي التَّجْمِيْدُ بِالتُّرَابِ وَالشَّمْسِ عَلَى الصَّحِيحِ وَيَجِبُ غَسْلُهُ بَعْدَ الدَّبَّاغِ إِنْ دَبِغَ بِنَجَسٍ قَطْعًا وَكَذَا إِنْ دَبِغَ بِطَاهِرَ عَلَى الْأَصَحَّ
Dan terjadi penyamakan dengan sesuatu yang menjadi najis dan sesuatu yang najis, seperti kotoran burung merpati atas pendapat yang ashoh dan tidak cukup di samak membekukan dengan debu dan sinar matahari atas pendapat yang shahih dan wajib menyucinya setelah di samak, jika penyamakan dengan benda najis secara pasti dan begitu juga jika di samak dengan benda suci atas pendapat yang ashoh
قَالَ الْأَصْحَابْ وَيُعْتَبَرُ فِي كَوْنِهِ صَارَ مَدْبُوْغًا ثَلَاثَةَ أُمُوْرٍ
Berkata para Ash-Hab Syafi'i : dan menganggap dalam keadaannya menjadikan proses penyamakan ada tiga perkara :
أَحَدُهَا : نَزْعُ فَضَلاَتِهِ
Pertama : memindahkan bekas dagingnya
KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 27
اَلثَّانِی : أَنْ يَطِيْبَ نَفْسَ الْجِلْدَ
Kedua : untuk mengharumkan dzat kulit
الثَّالِثُ : أَنْ يَنْتَهِيَ فِي الدَّبِغَ إِلَى حَالَةٍ بِحَيْثُ لَوْ نَقَعَ فِي المَاءِ لَمْ يَعُدِ الْفَسَادُ وَالنَّتِنُ٬ وَاللّهُ أَعْلَمُ
Ketiga : untuk mengakhiri dalam penyamakan sampai pada keadaan kulit tersebut, demikian seandainya di rendam ke dalam air, maka tidak menjanjikan pada kerusakan dan berbau busuk. dan Allah lebih mengetahui
وَأَمَّا جِلْدُ الْكَلْبِ وَالْخِنْزِيْرِ
Dan adapun kulit Anjing dan Babi
وَفَرْعُ أََحَدِهِمَا فَلَا يَطْهَرُ بِالدِّبَاغِ عِنْدَنَا بِلَا خِلاَفِ لِأَنَّهُمَا نَجِسَانِ فِي حَالِ الْحَيَاةِ وَالدِّبَاغُ إِنَّمَا يُطَهِّرُ جِلْدًا نَجُسَ بِالْمَوْتِ لِأَنَّ غَايَةِ الدِّبَاغِ نَزْعُ الْفُضَّلاَتِ وَدَفْعُ الْاِسْتِحَالاَتِ وَمَعْلُوْمٌ أََنَّ الْحَيَاةَ أَبْلَغُ فِي ذَلِكَ مِنَ الدِّبَاغِ فَإِذَا لَمْ تُفِدِ الْحَيَاةُ الطَّهَارَةُ فَأَوْلَى أََنْ لَا يُفِيدَ الدِّبَاغِ
Dan cabang dari salah satu keduanya, maka tidak suci dengan di samak di sisi kami dengan tanpa perbedaan pendapat karena bahwa keduanya adalah najis dalam masa hidupnya dan penyamakan itu sesungguhnya menyucikan kulit yang najis dengan kematian karena sesungguhnya tujuan dari penyamakan adalah menghilangkan kotoran-kotorannya dan menghilangkan kemungkinan kerusakan sifat dan telah di ketahui bahwa kehidupan itu lebih kuat dalam hal itu dari penyamakan, maka jika tidak bermanfaat dalam kehidupannya pada kesucian, maka lebih-lebih untuk tidak akan bermanfaat pada penyamakan
﴿ وَعَظْمُ الْمَيْتَةِ وَشَعْرُهَا نَجْسٌ إِلَّا الْآدَمِيُّ ﴾ اَلْأَصْلُ فِي ذَلِك قَوْلِهِ تَعَالَى : ﴿ حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ ﴾ وَتَحْرِيْمُ مَا لَيْسَ مُحْتَرَامٌ وَلَا ضَرَرٌ فِي أَكْلِهِ يَدُلُّ عَلَى نَجَاسَتِهِ وَلَا شَكَّ
﴾ Dan tulang bangkai dan rambutnya adalah najis kecuali anak adam ﴿ Dalil dalam hal ini adalah Firman-Nya Allah Ta'ala : ﴾ Di haramkan kepada kamu (memakan) bangkai ﴿ dan pengharaman apa yang bukan di hormati dan bukan bahaya dalam memakannya menunjukkan atas kenajisannya dan tidak di ragukan
أََنَّ الْعَظْمَ وَالشَّعْرَ مِنْ أََجْزَاءِ الْحَيَوَانَ نَعَمْ فِي الشَّعْرِ خِلاَفٌ فِي أََنَّهُ يَنْجُسُ بِالْمَوْتِ أَمْ لَا وَهُوَ قَوْلَانِ :
bahwasannya tulang dan rambut dari bagian-bagian tubuh hewan, ya dalam rambut hewan adalah ada perbedaan dalam pendapat, sesungguhnya akan najis dengan sebab kematian atau tidak dan ia adalah ada dua pendapat :
أََحَدُهُمَا : لَا يَنْجُسُ لِأَنَّهُ لَا تَحُلُّهُ الْحَيَاةُ فَلَا رُوْحَ فِيْهِ فَلَا يُنَجَّسُ بِالْمَوْتِ بِدَلِيْلٍ أَنَّهُ إِِذَا قَطْعٌ لَا يُحِسُّ وَلَا يَأْلَمُ وَأَظْهَرُهُمَا أََنَّهُ يَنْجُسُ وَهُوَ الَّذِي جَزَمَ بِهِ الشَّيْخُ لِأَنَّهُ إِنْ حَلَّتْهُ الْحَيَاةِ فَيُنْجُسُ إِلَّا فَيَنْجُسُ تَبِعًا لِلْجُمْلَةِ لِأَنَّهُ مِنْ جُمْلَتِهَا كَمَا يَجِبُ غَسْلُهُ فِي الطَّهَارَةِ وَالْجَنَابَةِ
Salah satunya : tidak akan najis karena sesungguhnya tidak menempati bulu pada kehidupan, maka tidak ada ruh di dalamnya, maka tidak najis dengan sebab kematian dengan dalil bahwa jika bulu di potong, tidak akan najis dan tidak menyakitkan dan lebih dzahir keduanya bahwasannya rambut itu akan najis dan ia yang di tentekun dengannya oleh Syekh Abu Suja' karena sesungguhnya jika menempati bulu pada kehidupan, maka akan najis kecuali tidak ada ruh akan najis mengikuti pada jumlah badan karena sesungguhnya dari jumlahnya tubuh sebagaimana kewajiban membasuhnya dalam mensucikan dan mandi janabah
وَأَمَّا الْعَظْمُ فَفِيْهِ خِلاَفُ قِيْلَ إِنَّهُ كَالشَّعْرِ وَالْمَذْهَبُ الْقَطْعُ بِنَجَاسَتِهِ لِأَنَّهُ يُحُسُّ وَيَأْلَمْ بِالْقَطْعِ وَالصُّوْفِ وَالْوَبَرُ وَالرِّيْشُ كَالشَّعْرِ
Dan adapun tulang, maka di dalamnya ada perbedaan, di katakan, sesungguhnya seperti rambut, dan madzhab Asy-Syafi'i yang mengukur dengan kenajisannya karena sesungguhnya merasakan dan kesakitan dengan pemotongan dan bulu domba dan bulu halus dan bulu ayam seperti rambut
فَإِذَا قُلْنَا بِنَجَاسَتِهِ الشِّعْرُ فَفِي شَعْرِ الْآدَمِيّ قَوْلَانِ بِنَاءً عَلَى نَجَاسَتِهِ بِالْمَوْتِ إِِنْ قُلْنَا يَنْجُسُ بِالْمَوْتِ فَكَذَا يَنْجُسُ شَعْرُهُ وَإِنْ قُلْنَا لَا يَنْجُسُ وَهُوَ الرَّاجِحُ فَلَا يَنْجُسُ شَعْرُهُ بِالْمَوْتِ عَلَى الْأَصَحُّ٬ وَاللّٰهُ أَعْلَمْ
Maka jika pendapat kami dengan kenajisannya rambut, maka dalam rambut anak adam ada dua pendapat adalah terbangun pendapat ini atas kenajisannya dengan kematian, jika prndapat kami akan najis dengan kematian, maka begitu juga akan najis rambutnya dan jika pendapat kami tidak akan najis dan ia adalah pendapat yang rajih, maka tidak akan najis rambutnya dengan sebab kematian atas pendapat yang Ashoh, Allah yang lebih mengetahui
KIFAYATUL AKHYAR HALAMAN 28
Wallahu A'lam Bish-Showab